BAGIAN 34

9K 723 3
                                    

Jika Allah mengirimkan hidayah untukmu, maka itu pertanda bahwa Allah masih menyayangimu.

* * *

BICARA

Marni menyeruput teh manis yang dibuat oleh Salwa di rumahnya ketika ia bertamu. Firman sedang mengajar, jadi di rumah itu hanya ada Salwa dan Marni.

"Ibu kok datang ke sini nggak bilang-bilang dulu? Ukhti Risya dan Akh Ardi sedang pergi mengajar, mereka akan khawatir kalau Ibu tidak mengabari," ujar Salwa.

Marni tersenyum pada Salwa.

"Tidak apa-apa, mereka akan mengerti kalau saya menjelaskan. Ada hal yang ingin saya tanyakan padamu," ujar Marni.

"Hal apa yang ingin Ibu tanyakan pada saya?," tanya Salwa.

"Mengenai keponakanmu, Syifa. Saya mau tahu banyak tentang dia," ujar Marni.

Salwa meletakkan cangkir tehnya pelan-pelan.

"Syifa itu anak dari adik saya, Ibu pun mengenal Ummi-nya. Diva...," ujar Salwa.

"Tapi yang saya dengar Diva bukan Ibu yang melahirkannya, apa itu benar?," tanya Marni lagi.

Salwa tersenyum.

"Ya benar sekali Bu. Diva adalah isteri pertama Abi-nya Syifa, Abi-nya pernah menikah lagi karena tidak mencintai Diva ketika mereka dijodohkan. Tak lama setelah menikah dengan Ibu kandung Syifa, terjadi sesuatu yang buruk sehingga Abi-nya menceraikan Ibu kandungnya," jelas Salwa.

"Benarkah kalau Ibu kandung Syifa membunuh Bapak mertuanya sendiri?."

Salwa agak enggan menceritakan hal itu.

"Ibu kandung Syifa saat itu hanya khilaf Bu..., dia manusia yang tidak sempurna."

Marni menangkap bahwa Salwa tidak ingin membahas mengenai kasus itu. Ia kembali menyesap tehnya perlahan.

"Jadi Diva mengambilnya dan merawatnya seperti anaknya sendiri?," tanya Marni lagi.

"Ya..., saat Diva dan Daniel kembali bersatu, Diva mengetahui kalau Daniel memiliki anak dari mantan isteri keduanya dan mengambilnya di panti asuhan," jawab Salwa, ia kembali mengingat momen itu.

"Siapa yang memberitahunya?."

Salwa menatap Marni.

"Saya."

Marni menatap Salwa tak percaya.

"Jadi kamu..., yang menculik Syifa dan hampir membunuhnya bersama Diva?," Marni terlihat kaget.

Salwa mengangguk dengan berat hati.

"Masya Allah..., terbuat dari apa hati mereka berdua sehingga bisa kembali menerimamu dan membuat seakan tidak pernah terjadi apapun?," Marni bertanya pada dirinya sendiri.

"Maaf Bu, kalau boleh saya tahu, kenapa Ibu tiba-tiba menanyakan tentang Syifa?," tanya Salwa.

"Rahman menelepon kemarin dari penjara, dan itu adalah pertama kalinya dia berbicara lagi dengan saya. Dia menceritakan tentang Syifa yang menasehatinya sehingga ia begitu kepikiran pada saya. Saya mendengarkan semuanya dari dia dan merasa ingin tahu lebih jauh mengenai sosok Syifa," jelas Marni, jujur.

"Lalu darimana Ibu tahu kalau saya hampir membunuh Syifa dan Ummi-nya?," Salwa melancarkan pertanyaan telak pada Marni.

Marni menatap ke arah Salwa.

"Ibu mertuanya Diva, Bu Isma... ."

Deg!!!

"Dia memulai lagi!," batin Salwa.

"Saat bertemu secara tidak sengaja setelah melihat Syifa ujian kemarin, dia mengajak saya berbincang dan menceritakan tentang Syifa dan Diva. Tapi anehnya, lebih banyak menceritakan keburukan tentang Bibinya Syifa yang hampir membunuhnya bersama Diva. Makanya saya bertanya sama kamu Nak. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, apa yang dia ceritakan tidak semuanya sesuai dengan apa yang saya tahu tentang kamu," jelas Marni dengan raut wajah bingung.

Salwa kembali menarik nafasnya dalam-dalam dan berusaha untuk tidak mendendam pada Isma.

"Jangan kamu pikirkan Salwa..., kenyataan yang saya lihat tentang kamu tidak sama dengan apa yang dia katakan. Kamu wanita yang baik, saya tahu betul itu," Marni mencoba menenangkan Salwa.

Salwa hanya mampu menundukkan kepalanya dan menatap lantai dengan pandangan nanar karena airmata mulai menggenang di kedua matanya.

"Saya memang jahat Bu, dan saya menyesali kejahatan saya di masa lalu," ujar Salwa.

Marni merangkulnya dengan lembut.

"Nak, kamu nggak perlu lagi mengingat masa lalu. Bagi Syifa dan Ummi-nya, kamu adalah hal yang penting sehingga mereka memaafkanmu dan memberimu kesempatan untuk memperbaiki diri. Intinya, kamu tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Allah dan juga mereka. Kamu harus bersungguh-sungguh dalam menjalani segalanya," saran Marni.

Salwa mengangguk dan mengusap airmatanya. Ia tersenyum ke arah Marni dan memeluk wanita itu. Baginya, setiap kali ia berada di samping Marni, seakan ia sedang berada di samping Ibu sendiri.

"Kamu nggak boleh stress, sebentar lagi kamu akan melahirkan. Bayimu adalah prioritas utama yang harus kamu jaga."

Marni mengusap perut Salwa yang membuncit dengan lembut.

"Nak..., kamu harus jadi anak yang baik kalau sudah lahir nanti, buatlah Ummi dan Abi-mu bahagia dan bangga padamu," ujarnya.

Salwa tersenyum bahagia mendengar do'a itu untuk bayinya.

"Amin... ."

'Penilaian manusia tidaklah sama dengan penilaian Allah. Jadi, serahkanlah segalanya kepada Allah, dan biarkan Allah yang memutuskan.'

* * *

Semerbak Wangi SURGAWI [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now