32

5.4K 229 9
                                    

Memilikimu didalam hidupku, adalah sebuah keberuntungan yang diberikan Tuhan padaku.
******

Seminggu sudah berlalu. Berita tentang kecelakaan pesawat waktu itu memanglah benar adanya, dan kedua orang tua Vanya adalah korbannya. Jasad sepasang suami istri itu sudah ditemukan, dan sudah dimakamkan beberapa hari yang lalu.

Vanya masih terpukul atas kejadian tersebut. Sedangkan Marsha, adiknya sudah mulai bisa mengendalikan dirinya dan menerima kenyataan yang ada. Marsha sudah pernah melewati jalan hidup seperti ini sebelumnya, dan dia sudah mulai belajar untuk menguatkan hatinya.

Untuk sementara waktu ini, Vanya dan Malvin tetap tinggal dirumah orang tua Vanya untuk menjaga Marsha. Dan jika suasana sudah mulai membaik, mungkin nantinya mereka akan kembali keapartemantnya.

Malvin memasuki kamar Vanya, mendapati istrinya yang sedang melamun dengan pandangan kosong menatap cendela. Vanya sepertinya masih belum bisa menerima segalanya, hampir setiap malam dia menangis dalam pelukan suaminya. Malvin pun tak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa memberikan kekuatan melalui ucapan dan pelukan hangatnya.

Malvin berjalan mendekati Vanya, mendudukan diri disamping istrinya. Dia mengelus lembut rambut istrinya, mencoba menarik perhatiannya. Namun Vanya masih diam, tak bergeming dari lamunannya. Malvin bisa melihat dengan jelas mata sembab istrinya, wajahnya juga pucat karena setiap malam dia tidak bisa tidur dengan nyenyak.

"Sayang, makan yuk! Dibawah, Marsha sudah siapin nasi goreng kesukaan kamu." Ucap Malvin pada istrinya.

Vanya hanya menggelengkan kepalanya, tanpa menatap langsung kearah suaminya. Malvin mengenggam tangan istrinya, merasakan dingin pada tangan yang digenggamannya.

"Ayolah, Vanya. Jangan menyiksa dirimu sendiri seperti ini. Mama dan Papa juga tidak akan suka melihatmu terus bersedih karenanya." Jelas Malvin mengecup tangan istrinya.

Vanya menoleh kearah suaminya, dan tanpa terasa air mata itu jatuh kembali membasahi pipinya. Dia menatap Malvin dengan wajah sendunya, lalu berhambur kedalam pelukan hangat Malvin seprti biasa.

"Aku merindukan Papa dan Mama." Vanya terisak kembali didalam pelukan suaminya.

Malvin menganggukan kepala, dan mengusap lembut punggung bergetar istrinya. Hanya itu yang bisa dilakukannya untuk saat ini, membantu Vanya keluar dari rasa terpuruknya.

🍃🍃🍃🍃🍃

Marsha baru saja menyelesaikan kegiatan memasaknya, menata menu makanannya diatas meja sambil menunggu Kakak dan Kakak iparnya keluar dari kamar mereka. Penantian Marsha tak berlangsung lama, karena saat ini dia melihat Kakak dan Kakak iparnya yang berjalan bersama menuruni anak tangga. Dia tersenyum kearah mereka yang tampek sedang bergandengan tangan.

Wajah Vanya sudah mulai segar, karena tadi Malvin memaksanya untuk mandi dan berendam. Dan ternyata memang benar, berendam dapat membuat fikiranya sedikit teralihkan. Mereka kini ikut tersenyum, saat mendapati Marsha yang sedang tersenyum menyambut kedatangan mereka.

"Aku senang akhirnya Kakak bisa kembali tersenyum. Sudah lama aku tak melihat senyum manis diwajah Kakak itu." Ucap Marsha pada Vanya yang kini sudah berdiri dihadapannya.

"Maafkan Kakak, Marsha. Karena terlalu sedih, Kakak jadi melupakan tugas Kakak untuk menjagamu." Balas Vanya yang kemudian memeluk adiknya.

"Tidak apa. Aku mengerti apa yang Kakak rasakan. Aku pun juga merasakan kesedihan yang sama seperti Kakak." Ucap Marsha disela pelukannya.

Mereka tampak tersenyum dengan tetap saling berpelukan

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Mereka tampak tersenyum dengan tetap saling berpelukan. Marsha memejamkan matanya sambil meletakkan kelapa didada Kakaknya, sedangkan Vanya tampak melingkarkan tangannya pada bahu Marsha dan mengelus kepala adiknya. Malvin merasa lega melihat istrinya bisa kembali ceria seperti sedia kala. Dia merindukan senyuman itu, senyum yang dulu selalu hadir dipagi hari untuk menyambut aktivitas barunya.

Mereka kini tampak menikmati sarapan bersama, duduk dimeja makan sambil sesekali mengobrol dan bercanda seperti biasa. Suatu pemandangan yang akhir-akhir ini jarang terlihat dirumah tersebut.

"Marsha, Kakak ingin bertanya sesuatu padamu." Ucap Malvin memulai pembicaraan.

"Ada apa Kak? Bicara saja." Balas Marsha setelah meletakkan kembali sendoknya diatas piring.

"Apakah kau ingin tinggal bersama kami?" Tanya Malvin lagi, yang membuat Marsha dan Vanya menatap heran kearahnya. "Maksudku, apa tidak sebaiknya jika kau tinggal bersama Kami saja. Vanya pasti akan selalu khawatir jika kau tinggal sendiri dirumah ini." Lanjutnya.

"Menurutku benar apa yang dikatakan oleh Malvin. Aku pasti akan lebih tenang jika kau tinggal bersama kami, Marsha." Tambah Vanya.

Marsha sedikit memikirkan apa yang diucapkan oleh Kakak dan Kakak iparnya itu. Dia sebenarnya mau saja tinggal bersama mereka, namun dia juga takut jika nanti akan membebani kehidupan rumah tangga Kakaknya. Dia tidak ingin selalu merepotkan Kakak dan Kakak iparnya itu, karena dia juga memikirkan kebahagiaan Kakaknya. Dia harus belajar lebih mandiri dan bersikap dewasa, dengan begitu Kakaknya tidak akan lagi mencemaskan dirinya.

"Sepertinya tidak perlu, Kak. Bukan berarti aku tidak ingin tinggal bersama-sama dengan Kakak. Aku hanya ingin belajar lebih mandiri dan tidak selalu menggantungkan hidupku kepada Kakak." Menjeda sejanak ucapannya, dengan menatap Kakak dan Kakak iparnya secara bergantian. "Tinggallah disini selama sebulan dulu, lalu jika kalian merasa aku tidak akan sanggup untuk hidup mandiri. Aku akan menuruti keinginan kalian untuk tinggal bersama." Lanjutnya menjelaskan.

"Baiklah. Kakak rasa itu adalah options yang terbaik. Dengan begitu kami juga bisa melihat seberapa mandirinya dirimu." Balas Malvin tersenyum kearah adik iparnya.

"Kakak juga setuju. Kakak lihat kini kau sudah bisa bersikap bijaksana." Sambung Vanya.

"Terimakasih, Kak. Kakak dan Kak Malvin sudah mau mengikuti saranku." Marsha berkata sambil tersenyum kearah Kakak dan Kakak iparnya secara bergantian. Untuk saat ini dia akan membiarkan Kakak dan Kakak iparnya itu menjaga dirinya. Dan nanti jika dia sudah mulai bisa hidup mandiri, dia tidak akan lagi merepotkan kedua orang yang ada dihadapannya saat ini.

TO BE CONTINUED.
Vote dan komennya jangan lupa ya!😊

LC juga mau berkomentar sedikit tentang aksi terorisme di Surabaya. Hal ini benar-benar meresahkan bagi seluruh warga Surabaya dan Indonesia. LC juga sempat takut buat keluar rumah gara-gara aksi ini. Tapi bagimana pun juga hidup terus berjalan kan? Dan kita hanya bisa berdoa, agar kejadian ini tidak terulang lagi di negara kita yang tercinta Indonesia. Hati-hati dalam menyaring sebuah ucapan dan tulisan seseorang. Mereka bisa saja mempengaruhi fikiran kita dengan cara yang tak terduga. Tetap hati-hati dan jaga diri ya, dear. Perkuat iman dengan hal-hal yang positif 💕

#kamitidaktakut
#surabayawani
#berantasterorismediindonesia 💪

Look At Me!Kde žijí příběhy. Začni objevovat