16

4.9K 237 11
                                    

Apa salahnya terlahir sebagai seorang wanita? Bukankah kamu juga terlahir dari rahim seorang wanita?
******

Vanya tampak sedang melamun dimeja kerjanya. Setelah bertemu dengan Alif distudio pembuatan iklan tadi, dia lebih sering melamun sepanjang hari ini. Perkataan Alif tadi bagaikan sebuah teka teki yang harus dia pecahkan sendiri. Semua ucapannya tadi seperti memiliki arti yang tidak bisa dimengerti.

Bagaimana bisa sosok yang kejam dan dingin seperti Malvin, memiliki sebuah kelemahan. Dan masa lalu? Masa lalu seperti apa yang bisa membuatnya menjadi sosok seperti ini? Sungguh benar-benar sulit dipahami.

Vanya menggelangkan kepalanya, mencoba menghilangkan segala pemikiran tentang kejadian tadi. Dia mulai kembali fokus pada pekerjaannya yang sedikit terbengkalai. Dan biarkan saja teka teki itu terbongkar dengan sendirinya nanti.

Tanpa terasa, waktu berlalu begitu saja. Kini langit senja sudah tampak diatas sana. Malvin mulai mengakhiri aktivitas kerjanya, lalu mengambil jas kerjanya dan berjalan meninggalkan ruangannya. Dia berhenti didepan meja Vanya, menunggu istrinya yang sedang membereskan mejanya.

Vanya yang sadar akan kedatangan suaminya, mulai mempercepat gerakkannya. Setelah meja kerjanya tampak rapih, dia mulai membawa tas kerjnya dan berdiri disebelah Malvin. Mereka kini sedang berjalan bersama menuju lift khusus untuk para petinggi.

Mereka kini sudah berada didalam mobil yang akan membawa mereka kembali keapartement Malvin. Namun dipertengahan jalan, Malvin justru memberhentikan mobilnya disalah satu restoran ternama di ibu kota.

"Tunggulah disini. Aku hanya mengambil pesananku tadi." Ucap Malvin yang kemudian keluar dari mobil.

Belum sempat Vanya memberi isyarat, Malvin sudah berlalu begitu saja. Dan Vanya hanya bisa tersenyum miris menyaksikan tubuh Malvin menghilang saat sudah memasuki restoran.

Selang beberapa menit, Malvin sudah kembali dengan dua kantong plastik yang sepertinya berisi makanan dari restoran tersebut. Dia memasuki mobil, dan meletakan kantong yang dibawanya pada jok penumpang belakang.

Vanya yang melihatnya, tidak berani bertanya. Dia takut jika nanti suaminya itu marah yang berarti juga akan membuat hatinya terluka. Dia lebih memilih diam dan hanya menyaksikan. Mungkin nanti suaminya itu akan bercerita dengan sendirinya.

Mobil mereka kini sudah terparkir rapih. Dan keduanya mulai berjalan memasuki gedung apartemen tersebut. Disinilah mereka sekarang, didalam salah satu unit apartemen mewah yang merupakan tempat tinggal mereka.

Malvin meletakkan kantong yang tadi dibawanya diatas meja makan, lalu berjalan memasuki kamar untuk membersihkan diri. Dan Vanya hanya bisa menunggu suaminya itu sambil mendudukan diri disoffa ruang tamun. Hari ini cukup melelahkan bagi keduanya.

Malvin keluar dari dalam kamar dengan menggunakan pakaian santainya. Polo shirts yang dipadukan dengan calan jeans panjang. Vanya mengerutkan keningnya ketika mendapati Malvin keluar dengan pakaian yang cukup rapih tidak seperti biasanya. Karena biasanya Malvin langsung mengenakan piama tidurnya saat sudah sampai diapartemen.

"Mandi dan bersiaplah! Setengah jam lagi Kakek akan berkunjung kesini. Dia ingin makan malam bersama kita." Jelas Malvin yang disambut Vanya dengan membulatkan matanya.

"Kenapa tidak bilang dari tadi!" Balas Vanya sedikit kesal lalu berjalan cepat menuju kamar untuk membersihkan diri.

Vanya benar-benar tak mengerti apa isi dari otak suaminya itu. Mengapa selalu saja membuatnya kesal dan tampak bodoh dengan tak mengetahui apa-apa.

Malvin tampak mengukir senyum tipis dibibirnya, dia seperti senang melihat ekspresi kesal Vanya. Wajah istrinya itu benar-benar lucu dan menggemaskan saat sedang kesal seperti itu. Sepertinya dia akan lebih sering mengusik Vanya, agar bisa menyaksikan ekspresi itu setiap hari.

Look At Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang