30

5.9K 256 19
                                    

Terlalu sering berdekatan denganya, membuatku semakin bergantung pada kehadirannya.
*****

Hari berlalu begitu cepat, hubungan Malvin dan Vanya juga semakin membaik seiring berjalannya waktu. Rebbeca sudah tak terlihat lagi dihadapan mereka. Mungkin dia sudah kembali ke negara tempatnya berkarir, atau mungkin dia sedang bersembunyi untuk mengobati rasa sakitnya. Penolakan Malvin saat itu benar-benar sangat menyakitkan, dan Rebbeca memang seharusnya menyerah. Dia tidak mungkin bisa kembali bersama Malvin yang sudah berstatus sebagai suami dari wanita lain.

Saat ini, sepasang suami istri tersebut sedang berada dibandara Soekarno Hatta untuk mengantar kepergian orang tua Vanya yang akan melakukan perjalanan bisnis ke Malaysia. Marsha, adik dari Vanya juga ikut bersama mereka. Semuanya kini sedang berada diruang tunggu, menunggu waktu keberangkatan pesawat yang ditumpangi kedua orang taunya itu.

Vanya sedari tadi tampak tak mau lepas dari pelukan sang Mama. Dia bergelanyut manja dan menyandarkan kepalanya pada bahu Mamanya. Marsha yang juga duduk disamping kiri mereka, tampak tersenyum melihat sikap manja Kakaknya kepada Mamanya itu.

"Kenapa sikapmu semakin manja seperti ini, sayang? Setelah menikah bukannya semakin dewasa, kamu justru semakin manja. Lihatlah Marsha, dia bahkan meneratawakan kemanjaan mu ini." Ucap Mamanya kepada Vanya.

Vanya hanya mencebikkan bibirnya, lalu menoleh sekilas kearah Marsha. "Biarkan saja. Mama akan pergi selama sebulan ke Malaysia, dan selama itu juga Vanya tidak bisa bertemu dengan Mama. Maka biarkanlah saat ini Vanya bermanja-manja sebelum Mama pergi nantinya."

"Astaga Kak. Mama dan Papa hanya akan pergi selama sebulan. Dan Kakak masih bisa berkomunikasi dengan mereka melalui sambungan telepon, jadi Kakak tidak perlu bersikap berlebihan seperti ini." Marsha mulai bersuara, memberikan solusi atas kegalauan Vanya yang berlebihan.

"Aku tidak berlebihan, Marsha. Aku hanya tidak ingin berjauhan dengan Mama dan Papa." Bela Vanya.

"Bukankah setiap hari kamu juga berjauhan dengan Papa dan Mama. Bahkan sekarang kamu juga jarang berkunjung kerumah." Papanya kini ikut menggodanya.

Vanya terdiam dengan menyembunyikan wajahnya pada bahu sang Mama. Ucapan Papanya memanglah benar, dia kini sudah jarang mengunjungi orang tuanya karena sibuk mengurusi suaminya. Dan karena tak menemukan kata-kata pembelaan lagi, dia hanya bisa diam seribu bahasa.

"Sudahlah, Pa. Papa membuat Kak Vanya malu. Kakak kan sekarang sudah memiliki kehidupan barunya, maka tak heran jika kita dilupakan begitu saja." Marsha menimpali ucapan Papanya dengan menunjukkan seringainya. Dia selalu suka saat-saat menggoda Kakaknya seperti ini. Sedangkan Papa dan Mamanya hanya bisa tertawa melihat kondisi Vanya yang mulai merona.

Marsha memang sudah tak marah lagi kepada Malvin. Terlebih Vanya juga sudah menceritakan segala perubahan sikap Malvin yang menuju kearah positif. Marsha mempercayai Kakaknya, dan selalu berdoa agar Kakaknya itu bisa merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Malvin sedari tadi hanya bisa diam menyaksikan interaksi keluarga istrinya itu. Dia tidak tahu harus mengucapkan kata apa untuk memulai pembicaraan dengan mereka, maka akhirnya dia memutuskan untuk menjadi pendengar saja.

Vanya mendengus kesal saat seluruh keluarganya tertawa untuk dirinya. Dia malu mendengar kata-kata keluarganya yang bertujuan untuk menggodanya. Terlebih Marsha, dia terlihat sangat bahagia saat melontarkan godaan pada Kakaknya. Lihat saja, dia belum tahu bagaimana rasanya menikah dan menjadi seorang istri. Dan saat Marsha sudah merasakannya nanti, Vanya akan melancarkan aksi balas dendamnya untuk balas menggodanya.

Waktu keberangkatan sudah diumumkan. Mama dan Papa Vanya kini memeluk bergantian kedua putrinya, lalu berganti memeluk satu-satunya menantu mereka untuk saat ini.

Look At Me!Where stories live. Discover now