45. A SENTENÇA ROMÂNTICA

Mulai dari awal
                                    

Mataku menangkap beberapa figura yang berjajar rapi di atas meja kayu yang dilapisi cairan mengkilap. Satu figura menarik perhatianku, foto keluarganya. Aku menatap wajah Reynold dan Ana, mereka memang pasangan yang akan membuat banyak orang iri karena paras yang seimbang. Tampan dan cantik. Di tengah-tengah Reynold dan Ana yang terlihat masih sangat muda-sedang duduk sambil menggendong bayi yang aku yakin itu adalah Rachel. Sedangkan di sebelah Reynold dan Ana....ada pria kecil berjas yang aku duga adalah Marcell. Aku menatapnya berkali-kali hingga membuat keningku berkerut.

Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuatku tersentak dari pemikiranku. Aku menatap ke arah pintu kamar mandi dimana dia sedang berdiri hanya dengan menggunakan handuk berwarna hitam yang melilit tubuh bawahnya dari batas pinggulnya. Warna itu terlihat sangat kontras di tubuhnya yang sedikit kecoklatan dan itu sangat menakjubkan.

Tubuhnya benar-benar sialan gila. Otot-otot kencang bertebaran disetiap sisi tubuhnya. Oh Tuhan, dia sangat atletis dan sialan sangat menggoda. Aku menatap setetes air yang jatuh dari rambutnya dan berjalan menuruni kulit pada dada bidangnya dan mengalir hingga menuju sisi atas handuknya.

Astaga, bagaimana bisa otakku  iri terhadap setetes air itu. Aku sangat ingin menjalankan jari-jariku mengikuti bekas air yang mengalir ditubuhnya. Bolehkah aku membantu mengeringkan air yang menyentuh priaku dengan seenaknya?

Pria ku? Apa dia boleh menjadi milikku?

"Kau masih belum keluar?" ucapnya kaget.

"Belum." Aku menggelengkan kepalaku yang telah beralih menatap wajahnya karena tidak tahan untuk menatap tubuh berototnya lagi. Tahan Camilla, tahan! Dan aku gagal. Aku menatap perutnya yang berotot dan itu membuatku merasa lapar. Perutnya bahkan lebih menggoda daripada roti sobek yang eightpack hingga twelvepack. "Aku tidur disini saja," lanjutku yang kini kembali melihat ke arah matanya yang memperlihatkan kekhawatiran. Aku memberikannya senyuman terbaikku dan itu malah membuatnya melangkah mundur.

"Tidak, tidak, tidaaak!" ujarnya gelagapan. "Kau tidak boleh tidur di sini," ucapnya dengan nada sedikit meninggi.

"Kenapa tidak boleh?" ucapku dengan bibir yang tertekuk sambil bergerak lebih dekat kepadanya. Aku menghirup aroma sabun memabukkan yang menguar dari tubuhnya dari jarak yang menurutku masih sangat jauh ini. Aroma yang sangat maskulin.

"Karena kau dan tanganmu—Oh astaga, kembalilah ke kamarmu. Aku tidak akan membuat kau mengkhianati wasiat ibumu."

"Aku hanya ingin tidur—tidak lebih," ujarku mengkoreksi dan melangkah mendekatinya.

"Berhenti! Hentikan langkah kakimu, Camilla," geramnya sambil menyentuh keliman handuknya dengan erat dan itu membuatku memandangnya dengan kesal. "Jangan menggodaku lagi," lanjutnya.

Aku menghentikan langkahku dan menatapnya dengan mata yang menyipit kesal. "Aku tidak menggodamu! Kenapa kau melarangku mendekatimu sedangkan kau melakukan hal yang ingin kau lakukan seenaknya kepadaku. Kau lihat bekas sialan ini!" ucapku sambil menghentak kakiku dan menunjuk dimana bekas yang kini membiru pada kulit bahu kiri dan kananku. "Ini bukti dari ulahmu yang seenaknya kepadaku."

"Kau dan aku berbeda. Aku masih bisa mengontrol tanganku dan tubuhku yang bergerak padamu. Tetapi semua itu akan sulit jika kau yang memulainya duluan karena kau dan tanganmu membuatku ... menjadi gila," ucapnya dengan geraman frustasi sambil menyugar rambutnya yang basah.

"Well, kau sudah aku anggap gila sejak hari pertama kita bertemu."

"Baguslah kalau begitu. Sekarang kembalilah ke kamarmu," ucapnya dengan ekspresi yang datar.

Aku menatapnya dengan kesal. Apa dia benar-benar tidak memperbolehkanku tidur di dekatnya? Aku membalikkan tubuhku dengan kesal membelakanginya dan berjalan menuju pintu kamarnya. Tetapi aku menghentikan tanganku yang akan membuka pintu dan berbalik kearahnya lagi.

GIVE ME BABY TWINS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang