Part 30

8.5K 422 17
                                    

"Christ?" sekujur tubuhku terasa tegang. Entahlah, aku berharap dia sudah membaca pesanku, bahwa aku menolaknya. Kalau tidak, dia pasti meneleponku untuk meminta jawabanku.

"Ya, ini aku" dia terdengar lemah. Kurasa aku cukup tenang untuk meyakinkan diriku bahwa dia sudah membaca pesannya.

"Ada apa? Kau ingin berbicara dengan Ryan mengenai pekerjaan?" aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak membicarakan apapun tentang pernikahan dengannya.

"Tidak, aku ingin berbicara denganmu" ya, satu kalimat itu berhasil mengeluarkan seluruh energi negatif dalam diriku.

"Kupikir, pembicaraan kita mengenai hal itu sudah selesai, ya?" napasku tertahan, membuatku merasa mual.

"Mungkin, aku hanya tidak mau pertemanan kita menjadi hancur karena hal itu" aku menjadi bingung setelah ia mengatakannya. Pertemanan? Apakah maksudnya dia tetap ingin kita berhubungan? Sebagai teman?

"Maksudmu, hanya sebatas teman?" tanyaku, berusaha meyakinkan telingaku mengenai apa yang barusan kudengar.

"Ya, well, aku memang mencintaimu, sangat. Tapi kurasa, sudah saatnya aku melepaskan perasaan itu. Apalagi setelah aku meninggalkanmu begitu saja" jelasnya. Aku menghela napas lega.

"Teman kalau begitu" ucapku lagi, mengangguk berkali-kali karena ini adalah hal yang sempurna. Christ bisa dijadikan teman yang baik bahkan sejujurnya, selama ini mungkin aku salah menilai perasaan sebagai teman menjadi cinta. Entahlah.

"Perfect, teman" aku bisa mendengarnya tertawa kecil.

Oke, masalah mengenai Christ sudah selesai, begitu juga dengan masalah Ibunya Darrel (hanya saja aku harus tetap mengunjunginya, kurasa). Kupikir, aku bisa menghela napas lega sekarang.

"Apa ada sesuatu yang akan kau lakukan hari ini? Atau kau ingin melihat Ryan bekerja?" tanya Christ.

Aku berpikir sejenak. Memang sempat terpikirkan olehku untuk pergi ke perpustakaan tapi, untuk apa dia bertanya begitu? Apa dia mau mengajakku pergi atau semacamnya?

"Well, entahlah. Aku ingin mencari buku mengenai bayi tapi, aku harus minta ijin terlebih dahulu" aku melirik Ryan yang masih tertidur dengan lelap.

"Ijin Ryan? Yah, aku paham kalau dia orangnya memang khawatiran kalau sudah mengenai dirimu. Kalau kau sudah mendapat ijinnya, beritahu aku" aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

"Kenapa memangnya?"

"Aku bisa mengantarmu. Lagipula, aku juga ada urusan dengan perpustakaan" Oh, sekarang dia ingin jadi Uber-ku.

"Oke, akan kutelpon" begitu mengatakannya, aku mengakhiri panggilan secara perlahan.

Hanya agak heran. Christ suka bertingkah 2 kali 360° berbeda. Kemarin dia bertingkah romantis (atau setidaknya aku merasa itu adalah tindakan yang romantis secara umum) dan kemudian sekarang dia bertingkah sebagai layaknya teman. Aku tidak bisa menebak apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan. Dia pergi meninggalkanku, kemudian kembali lagi.

Apa besok dia akan berubah menjadi pria penggoda? Kuharap tidak.

Ryan bangun tidak lama setelah Christ menelponku. Aku tidak yakin dia mabuk, karena tidak tercium aroma alkohol sama sekali. Kurasa dia memang setengah tertidur, atau sedang bercanda barusan.

"Morning, sweetheart" dia mencium keningku, aku hanya bergumam sebagai jawaban karena aku sedang serius melepaskan baju Darrel untuk mandi.

"Kau akan bekerja hari ini?" aku mulai bertanya saat Ryan sedang menyalakan televisi.

"Iya, apa kau akan ikut denganku?"

"Well, tidak. Aku ingin pergi ke perpustakaan dan kebetulan Christ juga ada urusan kesana, jadi dia akan menjadi Uberku" kurasa ada baiknya mengatakannya secara langsung. Ryan memang akan marah tapi, meredakan amarahnya bukanlah hal yang sulit.

Found The Baby & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang