Part 25

9.4K 512 18
                                    

Ryan tidak dapat berhenti tersenyum dan itu membuatku terganggu. Well, aku tahu dia senang tapi, dia tidak seharusnya dia tersenyum setiap saat. Membuat perempuan yang lewat kegeeran sendiri. Bahkan mungkin, bisa membuat para lelaki juga menyukainya.

Sekarang kami sedang pergi berbelanja untuk keperluan Darrel, pertama kalinya berbelanja dengan Ryan. Dengan baiknya dia mengambilkan semua barang yang kuperlukan, sudah seperti seorang Daddy sungguhan. Entah dia melakukannya untuk menarik perhatianku atau memang dia berniat melakukannya. Well, apapun motifnya aku tetap tersentuh dengan perlakuannya.

"Apa lagi yang kau butuhkan?" Ryan menaruh sebungkus tissue dan popok bayi ke dalam troli, masih setia menampakkan senyumannya. Aku heran apa mulutnya tidak pegal tersenyum terus menerus?

"Besok kau akan pulang cepat?" tanyaku sambil berusaha membetulkan letak duduk Darrel agar tidak terjatuh. Ryan nampak keheranan sejenak mendengar pertanyaanku.

"Kurasa ya karena kami melakukan pemotretan dengan semua desain yang tersedia hari ini. Kenapa?"

"Aku hanya berencana memasak makan malam untukmu juga besok. kalau kau tak keberatan" aku mengangkat pundakku seolah-olah aku tidak peduli apakah dia mau atau tidak. Walaupun pada kenyataannya aku berdoa, berharap dia mau menerimanya.

Ryan tidak berkata apa-apa dan wajahnya yang datar tiba-tiba mengembang membentuk senyuman yang lebih lebar dari sebelumnya. Oh, kurasa dia akan menerimanya.

"Tentu saja! Aku akan pulang lebih cepat dari yang kau perkirakan" dia nampak sangat bahagia sampai tidak tahu apa yang harus dikatakan.

"Kau mau makan apa?" aku tersenyum, mendorong troli ke bagian bahan makanan.

"Kalau kau yang memasak, batu pun akan kumakan" dia melingkarkan legannya di pinggangku, membuatku tersentak kaget dan bulu lenganku berdiri. Aku hanya memutar bola mataku sebagai jawaban akan leluconnya.

"Karena aku tidak begitu pandai memasak, bagaimana kalau Steak saja?" aku berhenti di depan stok daging sapi dan mengambil dua.

"Sudah kubilang kan, aku akan memakan apa saja yang kau masak, sayang"

"Jangan katakan 'sayang' " aku memelototinya. Bukannya aku tidak suka dengan panggilan itu. Aku hanya tidak terbiasa mendengarnya memanggilku dengan sebutan 'sayang'.

"Kenapa, sayang?" dia hanya tersenyum dengan polosnya seakan tidak melakukan apa-apa yang membuatku kesal.

"Kubilang jangan katakan!" aku kembali mendorong troli dengan kesal. Entahlah, kata 'sayang' terdengar cukup menjijikan untukku.

"Cayang?"

Sedetik setelah aku mendengar kata itu dengan suara imut, aku memberhentikan troliku. Aku menatap Ryan, nampaknya dia juga sama terkejutnya denganku. Aku berbalik menatap Darrel yang sedang duduk dengan santai, memainkan kancing bajunya sambil menatapku dengan polos.

"Cayang?"

Aku jelas melihat mulut Darrel bergerak mengatakan kata itu! Aku segera mengangkatnya dari troli dan menggendongnya dengan aman. Masih terkejut mendengarnya mengucapkan kata pertamanya. Kalau mungkin semua bayi mengucapkan "mama" atau "papa" untuk kata pertamanya, Darrel justru malah mengucapkan "cayang". Bukannya aku tidak bahagia sih.

"Aku terkejut kata pertamanya bisa keluar secepat ini" Ryan bergumam kagum "Hei, apa kau pikir dia anak yang genius?"

"Entahlah, aku hanya berharap dia tidak menjadi lelaki penggoda seperti kau" jawabku. Maksudku, kata pertamanya adalah "cayang"! Walaupun begitu, aku tetap bersyukur kata pertamanya bukanlah sesuatu yang intim (salah satu alasan kenapa aku tidak suka Ryan mengatakan hal macam-macam di depan Darrel)

"Terima kasih. Setidaknya aku hanya mencintai satu wanita bukannya seribu" Ryan mengernyit "Darrel, coba bilang 'cium' " Ryan mencubit pipi Darrel yang hanya diam. Aku segera memelototi Ryan karena telah mengajarkan sesuatu yang belum saatnya pada Darrel.

Mulut Darrel bergetar seakan ingin mengeluarkan kata itu. Kurasa, bahkan bayi punya akal budi akan mana yang harus dilakukannya, sekarang atau nanti. Lalu kenapa Ryan tidak?

"Sudahlah, dia akan mengatakannya sendiri nanti saat waktunya" aku meletakkan Darrel kembali ke dalam troli, menyadari bahwa dia sudah bertambah berat. Aku jadi teringat karena aku tidak pernah menghitung proses pertumbuhan Darrel. Aku bahkan tidak ingat lagi sudah minggu keberapa ini sejak aku menemukannya.

"Hei, kapan kira-kira Darrel lahir?" aku mulai bertanya sambil menjalankan troli, Ryan berjalan disampingku.

"Entahlah" Ryan menjawab singkat. Well, tentu saja dia tidak tahu.

"Aku penasaran kapan aku akan menemukan ibunya" aku mengatakan hal yang selalu kukhawatirkan beberapa hari ini. Tentu saja aku ingin Darrel hidup bahagia dengan ibu kandungnya. Namun sebagian dari diriku ingin menahan Darrel untuk tetap bersamaku.

"Bagaimana kalau aku saja yang mencari ibunya? Aku bisa minta tolong agensi lainnya yang bekerja sama dengannya. Bisa saja kebetulan ada satu agensi yang sedang bekerja bersamanya dan memberikan kita informasi keberadaanya, kan?"

"Maksudmu, aku tidak perlu mencari ibunya lagi?" dia akan benar-benar membantu tapi, tidak mungkin kan aku hanya duduk kebosanan disini?

"Darrel sudah pernah menghilang, maaf kalau aku menyinggungmu. Tapi, selanjutnya bisa saja kau yang menghilang" well, dia memang ada benarnya tapi, bukankah dia terdengar terlalu berlebihan? Maksudku, siapa juga yang mau menculikku?

"Bukankah kau bersikap terlalu over protektif?" aku mengernyitkan keningku.

"Well, mungkin. Tapi, ada bagusnya untuk lebih berhati-hati, kan? Kau sudah cukup sibuk mengurusi Darrel, ada baiknya kalau aku membantumu sedikit" 

"Kalau aku bilang tidak?" tanyaku. Aku hanya tidak suka menyerahkan segala sesuatunya kepada Ryan. Kalau dia bilang aku sudah cukup sibuk mengurusi Darrel, dia sendiri sudah terlalu sibuk dengan pekerjaanya. Aku tidak mau lebih menyulitkannya lagi. Memang, dia hanya akan menanyakan agensi-agensi lain tapi tetap saja, hal ini terdengar kurang adil.

"Aku harus memaksamu dengan berbagai cara kalau begitu" perkataanya terdengar tidak menyenangkan. Rupanya, dia bisa menjadi over protektif dan pemaksa.

Aku menghela napas, "Well, mohon bantuannya kalau begitu"

Kalau begitu tugasku hanya mengurus Darrel dan memasak, hah? Kenapa dia membuat kami terdengar seperti pengantin baru?

"Berarti pekerjaan mu hanya mengurus bayi dan memasak. Dan pekerjaanku adalah well, melakukan pekerjaanku dan mencari ibu anak ini. Bukankah kita lumayan terdengar seperti pengantin baru?" ucapan Ryan membuatku tersentak. Apa dia bisa membaca pikiranku?

Aku segera menatap matanya, dia nampak bertanya-tanya kenapa aku memandangnya begitu.

"Kau tidak sengaja, kan?" tanyaku penuh curiga.

"Sengaja tentang apa?" Ryan memandangku balik, kebingungan. Dia terlihat seperti tidak mengetahui apa yang sedang kubicarakan. Well, dia juga seorang aktor yang baik kan? Apa dia berpura-pura?

"Tidak masalah..." aku lanjut menjalankan troliku, bergegas bergerak menuju kasir.


Aku tidak pernah mengerti apa yang sedang dipikirkan Ryan. Dia seakan-akan selalu menutup pikirannya supaya aku tidak bisa membacanya. Dia bahkan penuh kejutan.


****

Hmm.. apa sudah berabad abad saya nggak update?

Maaf ya, Author terlalu sibuk belajar (iya, bahkan liburan kemaren saya disuruh belajar) Author juga punya kehidupan diluar wattpad yang perlu diurus jadi, karena banyak hal yang perlu diurus, bakal sangat amat jarang update (yah gak sampe setahun sekali - dua kali update lah xD)

Sekali lagi mohon maaf + iya saya tau kok ini pendek banget XDD

Found The Baby & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang