Part 18

13K 670 10
                                    

Aku tidak yakin betul dia mendengar hal ngaco seperti itu dari mana tapi, aku yakin seratus persen bahwa Christ pasti mengatakan hal aneh ini selama aku pergi ke toilet untuk memeriksa popok Darrel. Bagaimana aku bisa begitu yakin? Well, siapa lagi selain dia yang begitu membenci hubunganku yang lumayan dekat dengan Ryan.

Tapi bisa jadi Fans gilanya juga sih.

"Ryan" aku menghela napas, "Darimana pun kau mendengar itu, hal itu tidak benar. Dengar, aku benci dengan sikap Christ saat ini. Tadinya aku ingin diam saja tapi, dia sudah dua kali---atau mungkin lebih--- memaksaku untuk ikut dengannya, dan tidak kutanggapi!" jelasku padanya, memprotes karena dia menuduhku begitu saja hanya karena mendengarnya dari Christ yang jelas musuhnya saat ini. Oh well, mungkin dia teralu bodoh untuk mengenal musuh.

Ryan menoleh, matanya menatapku dengan kilauannya yang tajam. Seakan memprediksi lewat raut wajahku apakah aku serius atau tidak. Kurasa wajahku saat ini kelihatan cukup serius untuk membuatnya percaya. Kalau dia masih mengelak, aku akan menyeret Christ ke sini dan mengomelinya habis-habisan.

"Benarkah? Kau tahu tidak kalau aku tidak suka memberikan kesempatan kedua?" Ryan masih menatapku tajam dengan matanya yang indah itu. Sekarang, aku bingung dengan apa yang berusaha Ryan sampaikan.

"Yah, aku tidak tahu dan kau tidak pernah bilang. Lagipula apa hubungannya dengan hal yang sedang kita perdebatkan ini?" tanyaku langsung. Aku merasa tidaj nyaman dengan tatapan matanya yang menusuk. Seakan-akan dia sedang menelanjangiku sekarang.

"Hubungannya adalah, kalau aku dengar satu kali lagi hal seperti ini, aku tidak akan bisa percaya lagi padamu" oke, sekarang aku benar-benar bingung.

Apa yang sebenarnya berusaha dia kaitkan. Jadi, apa artinya dia tidak sepenuhnya percaya pada perkataanku barusan?

"H-hah? Maaf, aku sama sekali tidak memgerti maksudmu" ucapku sejujurnya.

"Maksudku, kau sendiri yang bilang kalau kau merindukannya dan tak bisa mencari cinta lain selain dia jadi, bagaimana aku bisa percaya pada perkataanmu yang tiba-tiba bilang kalau kau benci sikapnya?" oh, dia jelas punya poin disana. Aku sendiri juga tidak menyangka akan membenci sikap Christ begini cepat. Yah, anggap saja kan waktu itu kami hanya sempat berbincang sebentar dan dia kelihatan manis. Wajar saja aku terpancing pesona dan kelembutan suaranya. Ditambah dengan keadaan hatiku yang merindukannya.

Tapi sekarang kan beda. Aku sudah mendengar dan melihat dengan jelas bahwa Christ memaksaku. Sudah tahu aku tidak suka dipaksa seperti itu.

"Mungkin disini kaulah yang tidak mengerti. Dia nampak baik disaat kami bertemu kembali dan kami hanya bicara sedikit, jadi awalnya kupikir dia masih Christ yang sama. Tapi hari ini, dia berbeda" jelasku, "Kalau kau saja tidak percaya padaku, bagaimana kau bisa dengan mudahnya bilang kau menyukaiku?"

Hening, Ryan diam saja begitu aku mengucapkannya. Kuharap perkataanku barusan cukup untuk menyadarkannya.

"Maaf" Ryan mulai berbicara, "Perasaanku sedang campur aduk saat ini. Karena Christ ada disini, aku takut dia bisa mengambilmu dengan mudah karena hatimu yang terlalu lembut. Ditambah, aku memang tak mau mengakuinya tapi, kalian adalah pasangan dulunya. Bagaimana aku tidak emosi mendengarnya?" Ryan mulai berdiri dengan menenteng koper di tangan kirinya.

"Begitu" aku tidak yakin apakah suaraku yang pelan terdengar tapi, sedetik kemudian Ryan sudah meraih tanganku. Perlahan aku memperhatikan wajahnya dan tatapan tajam itu sudah menghilang, digantikan oleh kelembutan yang memancar dari matanya yang berwarna cokelat terang.

"Sekali lagi, maaf" ucapnya sambil mencium tanganku. Bibirnya yang menyentuh jariku menyalurkan kehangatan ke seluruh tubuhku yang malah berakhir membuatku merinding.

Found The Baby & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang