Part 8

22.3K 1.1K 19
                                    

Aku menyesal menurutinya. Kupikir aku akan diperbolehkan memakai bajuku sendiri tapi ternyata, dia sudah menyiapkan pakaian terbuka paling menjijikan yang pernah kulihat, crop top dan celana pendek berwarna putih.

"Bisakah aku pakai yang lain saja?" pintaku padanya entah sudah keberapa kalinya aku memohon begini.

"Tidak boleh. Ayolah, anggap saja balasan karena aku sudah memperbolehkanmu tinggal disini. Kalau tidak, kau pasti sedang berada di pinggiran jalan sekarang" inilah yang kubenci darinya. Dia bersikap seakan dia yang baik disini!

"Aku juga punya uang, dan baju sendiri! Seharusnya kau tidak perlu bersikap sebaik ini" dia memutar bola matanya.

"Sudahlah, ayo" dia menarik tanganku dan menggenggamnya erat.

"Tunggu, bagaimana dengan Darrel?" aku tidak melihat adanya Darrel sedari tadi. Aku khawatir kalau-kalau dia menghilang.

"Dia sudah kutaruh di kursi bayinya di mobil" jawabnya sambil terus berjalan menuruni tangga denganku. Tunggu, aku tidak pernah membeli kursi bayi untuk di mobil.

"Tapi, aku kan tidak pernah membeli kursi bayi!" jeritku histeris.

"Aku yang membelinya, astaga" apa aku salah dengar? Dia membelikan kursi untuk Darrel?

Tuhan, perutku rasanya melayang. Aku benar-benar tak tahu apa yang harus kukatakan. Mungkin aku memang salah paham, Ryan mungkin memang orang yang baik. Oke, untuk kali inj saja aku menurut padanya. Biarkanlah dia, mau memakaikanku bikini sekalipun.

***

Ryan memberhentikan mobilnya didepan Chiltern House. Aku memang tak pernah makan disini karena harganya tapi aku tahu, dalamnya pasti menarik. Well, banyak orang yang bilang begitu.

"Ayo, aku yakin kau pasti menyukai makanan disini" Ryan menggandeng tanganku. Sudah kubilang, aku akan menurutinya untuk hari ini saja selebihnya, jangan harap aku akan memperbolehkannya lagi menyentuh ujung buluku sekalipun. Kuharap dia masih sadar akan apa yang dia lakukan tadi pagi.

"Jadi, 'kencan' kita hari ini hanya makan?" gurauku. Ryan membukakan pintu yang lebar. Kurasa dia membukanya lebar hanya supaya kepala Darrel tidak terantuk pintu kaca, kurasa.

"Tidak juga. Akan ada sarapan, makan siang, dan malam. Sisanya, lihat saja nanti" jawabnya sambil memfokuskan perhatiannya padaku. Oh, dia bersikap misterius sekarang?

Ryan menuntunku ke tempat duduk yang sudah disediakan untuk kami. Menurutku, tempat duduknya agak unik karena kami bisa melihat sang koki memasak. Hanya saja, tidakkah sang koki takut resep rahasianya ketahuan? Tuan Krab yang kerjanya hanya bercinta dengan koinnya saja takut.

"Ray!" seseorang meneriakkan nama Ryan yang diplesetkan. Well, kurasa bukan karena sengaja.

Aku menoleh dan mendapati lelaki tampan dengan rambut pirangnya yang berkilau sedang berjalan kearah kami. Dia tersenyum lebar, membuatku agak ketakutan.

"Hei, Ad" Ryan menyapanya balik begitu lelaki itu sampai di tempat kami. Sejujurnya, aku tak peduli dengan kedatangan teman Ryan. Sekarang aku sedang bertanya-tanya, dimana aku bisa mendapatkan kursi bayi untuk Darrel?

"Aku sangat merindukkanmu, kau tahu? Bukan bermaksud gay hanya saja memang begitu. Kau bertingkah sibuk dan sekarang--" dia memandang kearahku dan terdiam sejenak, "sekarang kau malah membawa pacar dan... bayi?" sialan. Aku seharusnya berpikir sebelum bertindak. Aku lupa kalau Ryan adalah supermodel sedangkan aku, pengangguran yang menjadi Baby sitter?

"Oh ya, Adrian, perkenalkan ini Alicia Bannet, umm... istriku dan si imut pengganggu kencan antara ayah dan ibunya, Darrel" aku spontan melotot. Berani-beraninya dia menyebutku apanya lah itu?!

"Dan Lica, ini Adrian Wesley. Sahabatku yang sensitif" lanjutnya. Oke, bagaimana aku bisa tenang? Dia bahkan menyebutku dengan nama buatannya itu.

"Salam kenal, Alicia" Adrian mengulurkan tangannya dan aku membalasnya.

"Salam kenal juga dan aku penasaran, dimana aku bisa mendapatkan kursi untuk Darrel?" tanyaku langsung. Sudah kubilang aku hanya peduli tentang kursi Darrel untuk saat ini, dia mulai rewel dipangkuanku.

Yah, setelah itu aku siap mencekek Ryan.

"Oh ya, maaf. Sebentar" dia langsung bergegas pergi. Sekarang, saatnya aku mengorek-orek Ryan.

"Maaf sekali, sweetheart" sindirku, "Tapi, kapan tepatnya ya kita menikah?"

Ryan nampak gelagapan, tak berani menjawab. Aku mengangkat sebelah alisku.

"Yah, aku kan tak mungkin menyebut kau pacarku atau teman! Dia dan semua orang akan mengira kau adalah wanita tak benar" jawabnya. Well, kurasa niatan dia baik tapi, tetap saja kan? Bukankah hasilnya akan lebih buruk kalau dia mengaku aku istrinya?

"Kau tak perlu memikirkannya! Sekarang setelah kau mengaku aku istrimu, hal yang lebih buruk akan terjadi"

"Hal apa?" dia mengeluarkan senyum menggodanya.

"Fansmu akan benar-benar menerorku, menguntit, membunuh!" sebenarnya hal itu tidak begitu kupikirkan.

"Mereka takkan berani" balasnya. Well, percaga diri sekali dia.

Beberapa menit kemudian, Adrian datang dengan membawa kursi bayi dan... bunga?

"Ini dia kursinya nyonya Edward dan ini sebagai ucapan atas bayi dan pernikahannya" dia meletakkan kursi dilantai dan menyerahkan bunganya pada Ryan. Oh tuhanku, dia benar-benar berpikir kalau aku istri Ryan?

"Dan kau Ray, kejam sekali kau tidak mengundangku ke pernikahan dan tidak mengabariku kalau kau sudah punya anak" Adrian meninju lengan Ryan.

"Maaf tapi, di pernikahanku hanya ada kami berdua" Ryan meninju balik lengan Adrian.

"Sekarang, please, we're starving"

***

Well, tadi itu tidak buruk-buruk amat. Kecuali, bagian dimana Ryan mengaku aku istrinya dan dimana banyak orang mengganggu sarapan kami. Entah ada yang meminta foto bersama, tanda tangan dan yang lebih parah, ada yang mengajaknya berkencan.

Maksudku, astaga. Mata mereka ada dimana? Jelas-jelas aku duduk di dekat Ryan, menyuapi bayi, dan bahkan sesekali Ryan memegang tanganku (seharusnya yang ini tidak kusebutkan) Tapi, setidaknya kan mereka berpikir aku ini apanya! Dasar tak punya rasa malu. Untung saja tidak kutampar.

Yah, selain itu, makanannya luar biasa enak.

"Kau marah?" Ryan mengangetkanku dengan hanya memegang tanganku. Oke, bisakah dia berhenti memegang tanganku? Kami memang sedang berada di dalam mobil dan kurasa takkan ada yang lihat tapi, tetap saja dengan dia yang begini membuat jantungku meloncat terus.

"Tidak, karena apa? Kalau karena kau yang memegang tanganku,ya aku marah" jawabku akhirnya setelah berusaha menenangkan jantung dan napasku.

"Dengar," Ryan menghelas napas, "Aku ingin bertanya padamu, kenapa kau begitu membenci sosial media, bahkan paparazi?" Oh tidak.

Jujur, aku tak mau dia menanyakan hal itu. Seharusnya dia tidak usah membahas itu saja, karena itu adalah bagian dari masa laluku. Tapi, apakah memang seharusnya aku bercerita saja?

"Karena..."

****
Sekian 😂 biasalah, author seneng banget gantungin. And, picture yg diatas itu gila... lucu parah. Gw kpn punya.. 😂😂

Found The Baby & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang