Part 23

11.1K 650 10
                                    

Aku seratus persen yakin mendengar dia mengajakku menikah. Telingaku masih sehat dan tidak pernah salah dengar. Aku benar-benar bingung harus berkata apa terlebih lagi karena ini adalah ajakan menikah dan bukannya ajakan pergi ke taman bermain dari teman-temanmuyang tentunya akan langsung kalian jawab, "Aku tanya mama dulu deh". Permasalahannya, aku tidak mungkin menanyai Mom apakah aku boleh menikah dengannya.

Aku masih terdiam untuk waktu yang cukup lama. Kepalaku berputar memikirkan jawaban apa yang harus kuberikan padanya. Orang-orang akan menyarankan untuk mendengarkan kata hati tapi, hatiku tidak bisa berbicara.

"Kau... barusan mengajakku makan ice cream?" aku berpura-pura tidak tahu untuk mengelabuhinya tapi pada kenyataannya, dia hanya mengerutkan keningnya dan menggeleng.

"Tidak, aku mengajakmu menikah" sialan.

Sejujurnya, aku mencintainya. Sejak dua tahun aku menanti kepulangannya dengan hati terluka dan seharusnya saat ini aku merasa senang dan bukan bimbang. Jika kupikir-pikir lagi tentang apakah aku menyukai Ryan, aku mulai ragu. Well, Ryan sangat baik dan lelaki paling manis yang pernah kutemui tapi, tindakannya kepadaku yang selalu membelikan ini itu bahkan sampai kastil, membuatku merasa bahwa aku sudah memperlakukan dia layaknya seorang sugar daddy. Tapi kalau kupikir secara logis, aku mencintai keduanya.

Kalian bisa bilang kalau aku ini serakah. Hubunganku dengan Chris sehat dan setia, hubungan dan perasaan yang sudah ada sejak dua tahun lalu. Hubunganku dengan Ryan bisa dibilang sehat (walaupun Ryan nampak sangat haus akan seks) tapi kami baru saling kenal beberapa minggu lalu. Aku mulai bingung.

"Chris, bisa kau berikan aku sedikit waktu untuk memikirkan jawabannya? Lagipula, aku harus menemukan ibu Darrel terlebih dahulu. Bagiku dia lebih penting dibanding hubungan asmaraku. Kumohon" ya, aku butuh waktu. Aku juga harus mulai fokus mengenai perasaanku yang sebenarnya terhadap Ryan sebelum aku benar-benar menyesalinya nanti. Aku tidak mau menikah selama perasaanku juga terbagi untuk orang lain.

"Tentu, aku sudah bilang dari awal bahwa kau bisa memikirkannya" ucapnya. Kurasa aku begitu banyak mengulur waktu dan lama-lama menjadi sebuah beban.

"Terima kasih, Chris. Kurasa aku harus segera kembali sebelum Ryan benar-benar khawatir" kataku, berusaha menghindainya.

"Biar kuantar" tawarnya.

"Tidak, terima kasih. Kurasa Ryan sudah mencari-cariku sekarang. Aku akan pulang dengannya" yah, aku tidak yakin benar sih Ryan berhasil datang kesini.

"Dia tidak bisa datang. Pekerjaannya sangat banyak hari ini" kedengarannya seperti dia mengarang cerita. Maksudku, bisa saja dia berusaha memengaruhiku lagi.

"Tahu dari mana?" aku mengangkat sebelah alisku dan tersenyum sinis.

"Aku yang mendesain baju yang dia pakai. Ingat?" dia balik mengangkat sebelah alisnya, berusaha menantangku untuk membantahnya.

Well, memang benar sih. Aku tidak bisa membantahnya kali ini.

"Tapi berjanjilah kau akan mengantarkanku ke tempat Ryan dan bukannya hotel" dia kelihatan tak yakin begitu aku mengucapkannya. Dia memikirkannya untuk beberapa saat sebelum akhirnya menjawab dengan terpaksa.

"Oke, janji"


Keadaan di mobil benar-benar menegangkan, tak ada satupun dari kami yang berusaha memulai percakapan. Mobil Chris benar-benar penuh dengan segala kertas yang penuh dengan gambar. Ada satu pakaian di kursi belakang yang dari tadi mengganggu ketenanganku, baju yang pernah kupakai dua tahun lalu. Baju itu benar-benar menggangguku dan membuatku merasa deja vu, wajahku menjadi panas setiap kali aku mengingat kejadian ciuman dalam mobil sewaktu dia akan mengantarku pulang. Hal itu jelas takkan terjadi lagi kan?

Found The Baby & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang