Bab 19

11.1K 648 15
                                    

Nama yang bagus. Itulah hal pertama yang muncul di kepalaku. Selain itu, dia juga bisa dibilang cewek cantik. Aku saja yang perempuan betah memandanginya dengan rambut cokelat terangnya.

"Aku tahu ini bukan urusanku tapi, kau mengandung di luar nikah?" dia pun akhirnya bertanya dengan takut-takut. Nampaknya aku tidak bisa mengalihkan perhatiannya. Pikirannya pasti sudah terpaku pada hal itu sejak awal yang menyebabkan keingintahuannya berkembang.

"Bukan, aku menemukan anak ini di dalam pesawat. Agak aneh memang" aku mengeluarkan senyumanku, memberikan syarat bahwa aku baik-baik saja.

"Hebat! Kau dengan baik hatinya bersedia mengambil resiko" matanya bersinar takjub, menandakan bahwa dia tidak berbohong akan ketakjubannya. Yah, aku sendiri juga heran kenapa aku dengan beraninya mengambil Darrel. Tapi kurasa semua itu tidak masalah, apalagi Darrel lah yang membawaku ke tempat Ryan.

Sialan, pikiranku mulai kacau.

"Bukan masalah bagiku. Aku hanya tidak bisa meninggalkannya. Tapi untungnya temanku ini mau membantuku untuk mencari ibunya" Ryan tidak bisa dibilang membantu sih. Tapi kurasa dia cukup membantu karena mau membayarkan tiket pesawatku dan kamarku.

"Dia begitu baik ya. Kalau mau, aku juga bisa membantumu" dia menunjuk dirinya sendiri. Aku agak kaget karena ada orang asing yang bersedia membantu orang yang baru dikenalnya. Bukannya aku tidak suka dan curiga tapi, aku merasa agak tidak enak.

"Aku akan sangat berterima kasih tapi kalau kau merasa terbebani, tinggalkan saja aku" tadi itu bukan pengusiran secara halus, kan?

"Tidak membebani sama sekali. Hanya saja, aku punya banyak kenalan yang juga hebat dengan hal seperti ini. Jadi kupikir kita bisa bekerja sama dan menjadi teman"

Begitu dia mengucapkannya, aku hanya diam untuk waktu yang cukup lama. Aku senang dengan tawaran dan kebaikannya tapi, membuat teman bukanlah sesuatu yang mudah untuk kulakukan. Lagipula, aku hanya sebentar disini. Bagaimana aku bisa berpisah dengan temanku? Ditambah, Ryan adalah jenis lelaki penggoda. Aku khawatir mereka akan jatuh ke dalam godaannya. Dan aku tidak cemburu.

"Oke" ucapku akhirnya sambil melemparkan senyuman. Lihat? Aku menjawab ya, yang artinya aku sama sekali tidak cemburu.

Berjalan dengannya bukanlah hal yang membosankan untuk orang yang baru saling kenal. Vallerie enak untuk diajak bicara karena pikiran kami menyambung. Ini adalah pertama kalinya aku bisa bicara tanpa perlu canggung dengan orang lain selain Audrey dan Ryan.

Kami membicarakan banyak hal, mulai dari pekerjaan sampai kisah cinta--- yang jelas saja tentang Christ.

"Jadi sekarang kau bertemu lagi dengan cinta pertamamu ini?" tanyanya disaat kami memasuki toko mainan bayi. Aku melihat sekeliling terlebih dahulu sebelum benar-benar menjawab pertanyaannya.

"Ya. Kupikir dia akan tetap seperti Christ yang kukenal dua tahun lalu tapi, dia justru malah memaksaku untuk ikut ke Italia dengannya" emosiku tiba-tiba melunjak jika mengingat kata-katanya di pesawat. Aku masih tidak bisa memaafkannya karena telah bicara yang tidak-tidak dengan Ryan.

"Bukankah kau beruntung akan punya pacar yang akan selalu nempel denganmu?" aku tidak berpikir akan beruntung punya pacar yang pemaksa. Kalau dilihat-lihat, bahkan Christ lebih pemaksa dibanding Ryan.

"Aku tidak yakin akan beruntung. Lagipula aku... Punya orang lain yang harus kurawat" aku tidak yakin apakah Ryan harus 'kurawat' tapi dia memang harus diperhatikan gerak-geriknya. Terutama disaat dia mulai tebar pesona kemana-mana.

"Siapa? Temanmu ini, ya?" Vallerie mulai bertanya lagi. Aku hanya mendiaminya sebentar dan menghampiri bagian boneka bayi. Darrel mulai melihat ke sekelilingnya dengan bahagia dan sebisa mungkin berusaha menarik boneka-boneka itu keluar.

Found The Baby & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang