Chapter-13: Kisah Yang Tak Pernah Usang

Start from the beginning
                                    

"Nggak perlu repot kayak gini."

"Sahabat harus kayak gini. Apalagi teman sebangku."

"Persahabatan yang dimulai satu setengah jam yang lalu?"

Dia tertawa, "Ya! Dan aku punya inisiatif buat ke sini nengok kamu. Apalagi kamu bilang nggak ada yang kenal kan di sekolah ini. Makanya aku tahu pasti nggak ada yang bakal nengokin kamu. Hehe."

"Ih, Hanum baik."

Dia hanya mengedikkan bahunya, "Hanum gitu loh."

"Tapi kayaknya kamu mesti ke kelas deh. Pasti udah ada gurunya."

"Kalem aja, palingan cuma-," kalimat Hanum menggantung saat secara mengejutkan kelambu yang menjadi sekat terbuka. Dan itu, Alex.

"Lou," ucapnya pertama kali bersama helaan napas. Lalu dia cuma berdiri di sana, menatapku seolah nggak ada Hanum, Hanumnya mendongak melihat wajah Alex, akunya juga nggak habis pikir padahal Alex berjanji untuk bersikap seolah tidak mengenalku dulu. Kalau sudah begini, apa yang akan Hanum pikirkan? Sementara aku sudah terlanjur bercerita bahwa tidak ada orang familiar di sekolah ini.

Alex menarik satu kursi plastik untuk duduk di sisi kananku.

Tatapan Hanum beralih padaku. Sebuah tatapan yang mudah sekali untuk diterka pertanyaan yang dia siratkan. Namun dia cukup berhasil bersikap biasa.

Mungkin Alex bingung harus bilang apa, sebab mulai menyadari keberadaan orang lain di sana. Sampai akhirnya, "Alex," ucapnya mengulurkan tangan ke Hanum. "Orang pentingnya Louisa."

Tanpa canggung Hanum lalu menyalami Alex. "Oh, iya Kak. Saya Hanum. Teman sebangku dan sahabatnya Lou sejak satu setengah jam yang lalu," Hanum memang ramah.

Aku masih butuh penjelasan kenapa Alex terlalu berani melanggar janji dan membuat deklarasi di depan Hanum.

"Kamu," Alex beralih padaku. Tatapannya seperti jengkel dan ingin mengatakan banyak kalimat. Namun dia seperti berusaha untuk menelan kembali semuanya."

"Mm, Lou. Aku ke kelas dulu ya?" kata Hanum yang ingin menarik diri dari kami.

"Num."

"Nggak apa-apa ko. Tenang aja, aku ngerti. Lagian aku kalau punya somebody di sini pasti nggak akan bilang ke siapa-siapa, apalagi-. Ehem. Lebih baik aku ke kelas, karena kamu udah ada yang nemenin, oke? Lagian, kalau gurunya nanyain gimana?" dia terkekeh meledek.

"Hati-hati ya, Num," itu kata Alex. Yang tetap terdengar seperti mengusir sekalipun dengan senyum kerennya.

Aku tahu Hanum tidak marah sama sekali, hanya saja aku tak enak hati jika dia menganggap Alex adalah apa yang baru saja dia deklarasikan, meski, ya, mungkin dia memang orang penting, tapi kan.

"Kamu apa-apaan sih?" tanyaku dibuat cemberut selepas Hanum pergi.

"Apa-apaan kenapa?"

"Ya tiba-tiba masuk ke sini, melanggar janji, dan ngaku-ngaku jadi orang penting?"

"Udah deh, itu nggak perlu dibahas. Sekarang aku lagi kesel kenapa kamu sampai ambruk gini? Pasti gara-gara nggak makan ini."

THE CRITICAL MELODY [Sudah Dibukukan]Where stories live. Discover now