Chapter-06: Rasi Bintang Tanpa Arah

8.7K 1.1K 178
                                    

Kalau kau rasi bintang, aku akan membuat peta dan menjadikanmu sebagai navigasi pasti kemanapun aku pergi dan kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau kau rasi bintang, aku akan membuat peta dan menjadikanmu sebagai navigasi pasti kemanapun aku pergi dan kembali.
---

1

Dalam dua minggu ini, gue nggak berani memastikan apa yang sebenernya bikin gue kehilangan insting kreatif. Padahal biasanya setiap ada ide, gue gampang banget buat memprosesnya jadi tulisan ―yang boleh gue sebut sebagai lirik lagu.

I have some songs written by me.

Tapi untuk penampilan nanti gue ingin menyuguhkan lagu terbaru. Apalagi dapat bantuan dari Yusuf dan Bre, mereka baik banget mau ngarahin gue harus nulis lagu yang kayak gimana biar bisa lolos. Walaupun penilaian dari mereka gue dijamin lolos kalau dilihat dari penampilan gue waktu pertama kali. Dan, iya, mereka berdua pacaran. Jangan ditanya apa perasaan gue misal lagi bareng sama mereka, walaupun cuma adik kelas tapi tetep awkward kalau disuguhi sentilan adegan baper mereka berdua.

Coba tebak, apa nama grup kita ini?

'Navy and The Couple Goals'

Udah nggak bisa terbantahkan lagi. Siapa yang mengusulkan? Terima kasih buat yang menebak 'The Couple'. Tapi gue memilih untuk tidak berusaha mengganti, yang penting kita bisa rukun dan mereka dengan rela hati memilih gue buat jadi leader. Sekalipun tiap kali mereka lagi bersikap manis bareng, gue malah merasa terintimidasi sebagai obat nyamuk.

Plaakk... itu bunyi tangan gue tempo hari ketika nepuk nyamuk di sekitar mereka. Seriously.

Ah, sial, it makes me remember someone in somewhere far away.

Seseorang yang bisa dibilang menjadi alasan kenapa akhirnya gue memutuskan untuk menyukai musik dan menyukainya. Gue suka cara dia melakukan banyak hal. Dia yang nggak pernah menunjukan kepeduliannya ke gue di depan umum, tapi selalu bisa terasa dekat kalau lagi bareng. Gue sama dia sekelas waktu kelas sembilan. Dia cewek yang cuek, tapi santun, nggak cemen, wajahnya asik aja gitu buat dicuri pandang waktu di kelas. Dia pandai menyanyi. Namanya, Maya.

Suatu ketika waktu mulai dekat sama gue, dia pernah bilang, katanya garing banget kalau duduk asik tapi nggak ditemani gitar. Dia ingin nyanyi yang diiringi sama petikan gitar. Untungnya gue udah mulai bisa main dikit-dikit waktu itu, jadi keesokannya gue ajak dia main ke rumah. Betul, gue bawa Maya ke rumah, bahkan gue kenalin sama Bunda kalau Maya itu sahabat gue.

Kebetulan klinik Bunda itu menyatu sama rumah, dan profesi Bunda yang sebagai dokter agaknya bikin Maya betah lama-lama mainnya. Dia banyak tanya gitu ke Bunda, bagaimana kalau mau jadi dokter? Dia bertanya begitu. Gue yang berdiri di ambang pintu cuma bisa memandangi mereka ngobrol sambil tersenyum. Two girls in talk. Sambil nunggu mereka selesai ngobrol, gue ambil cemilan buat ditaruh di meja dan diam-diam nyiapin gitar, waktu itu Maya belum tahu kalau gue bisa dikit-dikit.

THE CRITICAL MELODY [Sudah Dibukukan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang