"CINTA YANG TUMBUH DIAM-DIAM"

60 0 0
                                    


 "CINTA YANG TUMBUH DIAM-DIAM"

***

"Entah kenapa dan mulai kapan kita jadi sering nongkrong bareng. Perkumpulan kita menjadi seperti keluarga, tetapi kau dan aku tetap saja tak saling menyapa, rasanya seperti kau menghardik hatiku dalam keramaian"

***

"Gi, hati-hati, kalau kau membencinya, nanti hatimu bisa saja berbalik mencintainya," kata Aji sambil memukul pundak Gio. Aji adalah salah satu teman Gio di kampus.

"Apa mungkin dengan membenci bisa jadi mencintai Ji?"

"Tak ada yang tak mungkin Gi.. Witing tresno jalaran soko kulino (Cinta datang karena terbiasa) kan. Akhir-akhir ini sering sekelas juga." jelas Aji.

"Iya juga Ji, tapi enggak tau sih.. Ya sudahlah", ujar Gio lirih.

Malam itu Nayla, Gio dan teman-teman berkumpul di rumah kontrakan Gio. Disana Gio berkumpul bersama teman-teman, tetapi tak ada sedikitpun perbincangan antara Gio dan Nayla, yang ada hanya saling menatap dengan mata yang kosong dan hampa. Hari demi hari Gio dan Nayla lalui bersama teman-teman, Nayla tetap saja angkuh, dingin dan tak berkata sedikitpun kepada Gio. 'Apa mungkin karena percakapan kami waktu di perpustakaan itu?' pikir Gio.

Tetapi semakin Gio pikir, Gio semakin bingung dan tak tau apa yang harus Gio lakukan karena logika ini semakin mempengaruhi hati Gio bahwa ini bukan sekedar euforia sesaat. Ini adalah wujud dari rasa cinta.

"Termakanlah aku oleh omonganku sendiri saat itu, sekarang kurasa aku mulai mencintainya"batin Gio.

Tanggal 4 November adalah hari ulang tahun Gio, Gio sudah mempersiapkan diri untuk berangkat menuju Gunung Merapi yang berada di Jawa Tengah. Gio ingin menjauh sejenak dari dunia yang penuh dengan kekerasaan, kebisingan serta diskriminasi ini dan memikirkan tentang perasaan aneh yang mulai menguasai Gio.

Semua barang-barang sudah dikemas, kemudian Gio berangkat ke Gunung Merapi ditemani dua orang teman, Tria dan Oloi. Indahnya Gunung Merapi di malam ulang tahun Gio itu membuat Gio terhanyut. Suasana hati Gio menyatu kepada alam, membuat Gio tenang dan bersahaja akan dunia. Mata Gio terus terjaga menunggu hingga jam 12 malam dimana umurnya akan bertambah tua. Gio termenung di atas gunung dan tiba-tiba terpikir, '

Apakah mungkin kau sedikit menyukaiku' Gio bertanya kepada hatinya.

"Aku tidak pernah menunggu akan bertemu denganmu, bahkan aku tidak pernah percaya akan bisa berbicara denganmu. Mungkinkah aku ditakdirkan untuk menjadi pemujamu saja atau mungkin untuk menjadi seseorang yang pantas untuk bersanding denganmu" Pikir Gio.

Hingga Gio tak sadar bahwa sudah jam 12 malam, Tria berteriak dari jauh.

"Happy birthday to you my brother!!!" Tria datang sambil menyiramkan air ke kapala Gio. Selesai seru-seruan sesaat merayakan euforia ulang tahun, Gio langsung mengajak Tria dan Oloi untuk berbicara.

"Tria, apakah pantas orang sepertiku mencintai seseorang?" Gio memulai obrolan

"Menurutku yah Gi, tak ada yang tak pantas jika kau mencintai seseorang yang benar-benar kau cintai. Ya kan Pak Oloi?" kata Tria sambil melemparkan bebatuan.

"Bener Gio.." jawab Oloi

"Tapi entah kenapa aku tak pernah merasa pantas untuknya. Dia bahkan memandangku dengan tatapan seolah melihat gembel. lanjut Gio"

"Coba kamu berpikir dengan tenang Gi, kalau memang kamu suka dan sayang sama dia, kejar terus dan jangan ada rasa ragu sedikitpun," kata Oloi memukul kepala Gio.

Pagi pun datang, angin dan hujan bergerak secara sporadis menggugurkan daun-daun yang mengering, seperti hati Gio yang kian dilema. Gio bergegas untuk bangun dari tidurnya tetapi tibatiba bayangan Nayla muncul, sungguh membuat Gio gelisah dan tak tentu arah. Untuk pertama kalinya Gio menuliskan nama Nayla dan teman-teman di selembar kertas.

"Gi.. Kamu nulis apa?" tanya Tria.

"Nama teman-temanku doang kok Tri" elak Gio.

"Kok ada nama dia?" Tria tertawa terbahak.

"Yaaah.. Sekalian kali yah biar penuh kertasnya," kata Gio tersenyum malu.

Tiba waktunya Gio harus turun dan pulang ke Kota Yogyakarta. Di perjalanan Gio selalu memikirkan Nayla, merobek-robek kesehatan tubuh Gio, dan disini Gio belum mendapatkan sebuah jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya.

"Apa yang harus aku lakukan dan pantaskah aku untuk bersanding denganmu", lagi lagi Gio bertanya pada dirinya sendiri.

Sesampainya di basecamp Merapi, Gio langsung bergegas pulang, karena keesokan harinya Gio harus kuliah pagi. Motor Gio melaju kencang agar bisa sampai di Yogyakarta dengan cepat. Pukul 21.00 WIB Gio sampai di rumah dan langsung menyalakan komputernya untuk memindahkan semua foto yang diambil ketika mendaki. Kemudian Gio teringat pada kertas yang ditulis di gunung tadi. Segera Gio foto kertas itu untuk dikirim pada teman-teman. Pada saat gio akan mengirimkan foto ke grup chat, Gio melihat dari obrolan Teman-teman di group, bahwa mereka sedang pergi ke tempat wisata yang ada di Yogyakarta. Sungguh miris hati Gio melihatnya. Kenapa dia tidak ikut teman-teman sekelas saja? Siapa tau Nayla juga ikut? Tetapi berangkat ke Gunung Merapi itu sudah menjadi pilihan Gio. Gio memutuskan untuk menutup mata dan beristirahat.

Pagi yang indah menemani Gio. Hari ini Gio awali langkahnya dengan harapan yang baru. Di kampus Gio bertemu dengan teman-teman dan mereka memberikan ucapan selamat ulang tahun Gio, kecuali Nayla. Semakin terheran-heran Gio melihat Nayla seperti itu,

"Seangkuh itukah dirimu dan sebenci itukah kau padaku?" pikir Gio.

Hingga malam tiba pada saat di rumah Gio, datang beberapa orang sahabat Gio memberikan kue ulang tahun. Gio berfoto dan memotong kue, namun Nayla hanya melihat Gio dari kejauhan saja dan tak ikut dalam kegembiraan itu. Sungguh aneh Nayla melihat Gio saat itu. Gio mencoba untuk mencairkan suasana dengan cara mencolekkan kue ulang tahun Gio ke pipi Nayla. Entah dapat keberanian darimana ketika melakukan itu. Seketika Nayla ingin balas melemparkan kue itu ke wajah Gio. Sungguh tak disangka malam itu menjadi langkah pertama Gio untuk bisa menggapai Nayla. 

Akhir Perjalanan HatiWhere stories live. Discover now