BAB 38 - I Don't Wanna Go

Mulai dari awal
                                    

"Ayoo," ajak Gita.

Gita dan Arkan berjalan ke minimarket terdekat untuk membeli ice cream. Yah yang paling cocok untuk menemani cuaca panas ini. Mereka membeli beberapa ice cream untuk seluruh pekerja bengkel. Agar makin semangat bekerja.

"Git lo nggak ada rencana liburan?" tanya Arkan di perjalanan kembali ke bengkel.

"Nggak," jawab Gita.

"Terus lo mau sekolah dimana? Katanya lo udah dikeluarin dari sekolah yang lama."

Gita menghela nafas. "Kalau nggak ada halangan, gue bakal pindah ke sekolah lo."

"Serius?" tanya Arkan senang. "Wah tenang aja, gue pasti jagain lo. Nggak bakal ada orang kayak si Beni di sekolah gue."

Gita tersenyum dan menganggukan kepalanya. Sebenarnya dia sudah tidak terlalu memikirkan Beni sekarang. Toh pasti cowok itu nasibnya tidak jauh dari dirinya. Jarum suntik itu juga dipakai Beni. Dia menggunakan bekas Beni. Jadi kesimpulan sementara adalah, Beni juga mengidap penyakit itu. Entah cowok itu tahu atau tidak. Tapi rasanya itu impas.

🍬🍬🍬

Caramel diantar supir sampai ke dekat bengkel. Dia tidak akan melanggar ucapannya ke bunda. Dia hanya ingin berhenti sebentar untuk melihat jalanan itu. "Bapak pulang aja, biar saya naik angkot."

"Tapi Non-"

"Tenang aja Pak, saya udah biasa ke sini," jawab Caramel.

Dia berjalan menelusuri trotoar sampai langkahnya terhenti karena ponselnya berdering pelan. Matanya melebar melihat nama Defan di layar. Jangan-jangan dia ketahuan sedang berjalan di dekat bengkel. Untungnya dugaannya salah. Cowok itu hanya iseng.

"Ihh udah panic gue," keluh Caramel. Dia berjalan sampai bengkel tempat Bara bekerja terlihat. Apa cowok itu sudah mulai bekerja lagi di sana.

Panas matahari sangat terik. Caramel jadi harus mampir ke minimarket untuk membeli minuman dingin dan berdiam diri untuk menikmati pendingin ruangan dulu. Untung minimarket itu ada kursinya. Saking menikatinya, tidak terasa dia sudah duduk di minimarket itu selama hampir satu jam. Dengan terpaksa dia keluar dari minimarket itu.

Matanya melebar melihat Arkan dan Gita berjalan kemari. Dia langsung bersembunyi di belakang pilar dekat pintu minimarket. Caramel menunggu sampai dua orang itu keluar. Meski tahu kalau Arkan pasti sedang bersama Gita, tapi saat melihat langsung tetap saja dia kesal. Caramel mengikuti dua orang itu setelah keluar dari minimarket.

Tidak banyak obrolan yang bisa Caramel tangkap. Tapi dia melihat Gita tertawa dengan Arkan. Dia sudah tidak bisa menahan diri. Tanpa banyak bicara, Caramel langsung menghadang keduanya.

"Kara?" panggil Gita.

"Ra lo ngapain di sini?" tanya Arkan.

"Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Caramel sinis. Dia beralih pada Gita. "Kak tolong jauhin Bang Arkan."

"Raa!" bentak Arkan.

"Kakak tau kan penyakit Kakak itu bahaya banget?" tanya Caramel lagi.

Gita sampai berkaca-kaca mendengar ucapan pedas dari Caramel. kepalanya tertunduk dalam melihat beberapa orang seperti tertarik melihat keributan di sini.

"Kakak harusnya ngejauh dari semua. Kakak tau kan penyakit Kakak belum ada obatnya? Itu juga penyakit menular Kak!" kata Caramel tanpa melihat situasi dan kondisi.

"Maaf aku nggak tau diri," kata Gita.

"Bara sama Bang Arkan lebih milih Kakak, tapi gue nyuruh Kakak buat ngejauhin mereka itu buat mereka juga?"

The Boy With A Fake SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang