BAB 5 - Who Is He?

524K 34.2K 5.9K
                                    

Halohaa update lagi hehe langsung aja yaa..

Happy reading guys! hope you like this chapter😘😘

🍬🍬🍬

Caramel menoleh ke belakang. Sekumpulan itu masih mengejar meski ini sudah cukup jauh. "Aduh gue bisa jadi rempeyek nih kalo ketangkep. Emm sorry bisa lebih cepet?"

"Yakin?" tanya cowok itu.

Caramel menganggukan kepalanya. "Ayoo cepet!"

Terdengar helaan nafas samar. "Pegangan erat, jangan lepas!" perintah cowok itu.

"Ehh gue udah pegangan," jawab Caramel dengan wajah bingung.

Cowok itu berdecak kesal. Tangannya meraih tangan Caramel menuntun ke pinggangnya. "Inget jangan sekali-kali ngelepas tangan lo kalau nggak mau mati!"

Setelah mengucapkan itu kecepatan motor meningkat berkali-kali lipat. Gedung dan pohon terlihat seperti sekelebatan saja. Caramel menjerit takut. Dia bahkan sudah memeluk cowok yang tidak dikenal itu dengan erat. "Ehh ralat ralat! kita santai aja nggak papa deh ketangkep daripada gue mati!" teriaknya.

Bukannya memelankan kecepatan, cowok itu justru semakin melesat cepat. Motor melaju lincah melewati kendaraan-kendaraan di depannya. Saat tikungan tajam bahkan Caramel memejamkan mata. Ini bukan malaikat penolong, tapi malaikat yang akan mencabut nyawanya.

Saat matanya terbuka, mulutnya ternganga. Masih di tikungan tajam dan saat ini dihadapan wajahnya ada aspal yang seperti sedang tersenyum menyambut kejatuhannya. "Ehh ini aspal?" tanya Caramel.

Terdengar dengusan geli di depan. Motor besar itu kembali seimbang namun tetap dengan kecepatan yang sama hingga akhirnya mereka tidak terkejar oleh rombongan geng motor menyeramkan itu.

"Rumah lo dimana?" tanya cowok itu.

Rasanya saat ini nyawa Caramel belum terkumpul. Barusan adalah pengalaman paling heroik selama hidupnya. Tangannya masih memeluk cowok itu meski sekarang kecepatan motor sudah mulai berkurang.

Caramel berusaha mengatur nafasnya agar kembali normal. Pengalaman yang luar biasa. Jantungnya terasa berdetak sangat cepat. Awalnya memang sangat menyeramkan tapi setelah dia terbiasa ini jadi hal yang menyenangkan. "Lo pembalap?"

Motor itu berhenti di pinggir jalan sepi. Saat menoleh cowok itu terdiam melihat Caramel yang menatapnya dengan mata berbinar. Dia menepuk pelan pipi Caramel.

"Rumah lo dimana?" tanya cowok itu lagi.

Caramel tersenyum dan menyebutkan alamat rumahnya. "Ehh lo pembalap yaa? tadi itu seru banget!"

"Seru? selamat lo orang pertama yang bilang begitu. Ayo gue anter! Udah malem," jawab cowok itu. Dia kembali menyalakan motornya.

"Awalnya takut, tapi gue ngerasa aman aja. Lo pasti profesional," kekeh Caramel.

Mereka tiba di depan rumah besar milik keluarga Rajendra. "Ini rumah lo?"

Caramel menganggukan kepala, dia turun dari motor dan saat itu dia kembali menatap mata indah itu. Rasanya dia ingin sekali menyentuh mata itu. Baru ingin mengucapkan terima kasih, cowok itu sudah melaju pergi meninggalkan Caramel yang bahkan belum sepenuhnya sadar.

Caramel menggelengkan kepala takjub. Rasanya senang, takut, dan ingin lagi semua menjadi satu. Dia tidak tahu mana yang dominan. Naik motor dengan cowok itu atau menghabiskan waktu dengan cowok beraroma buah segar yang tadi menolongnya.

Kakinya masih seperti melayang. Caramel berjalan ke dalam rumah dengan wajah takjub dan bingung. Ini seperti mimpi tapi mimpi ini seperti nyata.

"Kara! kamu kemana saja?" tanya Raka dengan wajah cemas.

The Boy With A Fake SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang