BAB 22 - Sick

368K 27.1K 1.6K
                                    

Halohaaaa up lagi nih hehe pulang dinas langsung nulis dan besok pagi dinas lagi tanpa libur 😂😊😅

Semangattttt 😍

Kalian yang mau ikutan Giveaway NADW ayoooo masih bisaaaa. Siapa tau beruntung kan??

Lanjut yaaa happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😉

🍬🍬🍬

Bara mengobati wajahnya yang luka karena dipukuli Raka. Wajar, kalau bisa dia ingin dapat yang lebih dari ini. Matanya memerah, bukan karena luka ini sakit. Ini bukan apa-apa dibandingkan sakit karena harus bicara kasar pada Caramel. Apalagi melihat mata cewek itu yang kelihatan kecewa.

Kepalanya tertunduk. Semua yang berawal dari kebohongan tidak akan bisa bertahan lama. Dia tahu Caramel benci dibohongi. Sepertinya semua orang juga begitu. Melepaskan Caramel saja sudah sulit. Sekarang dia harus bicara hal-hal kasar pada cewek itu.

Tapi terlihat berengsek di depan Caramel memang penting. Cuma itu cara agar cewek itu menjaga jarak darinya. Dia tidak mau Caramel mencampuri semua kehidupan pribadinya. Terlalu kacau, dan dia juga tidak butuh dikasihani.

Bara menatap cermin di depannya. Dia menghela nafas lelah, pikirannya masih dipenuhi Caramel. Kemana cewek itu pergi. Dengan tingkat kecerobohan setinggi itu, bahaya melepas Caramel sendirian. Dia berdecak kesal, ada bang Raka di sana.

Pintu kamarnya diketuk dan suara Defan menyusul. Sohibnya itu pasti mengajaknya ke bengkel. Bara langsung melepas soflensnya. Benda ini sudah tidak berguna lagi sekarang.

"Buset, bonyok kenapa lagi lo? siapa yang ngehajar lo? berani amat!" kata Defan heboh.

Bara mengibaskan tangannya. "Gue mampir beli rokok dulu."

Brugg. Bara dan Defan menoleh ke pintu apartemen Gita yang tertutup. Bara mengerutkan keningnya, dia langsung mengetuk pintu kamar Gita. "Git?" panggilnya.

Tidak ada jawaban sampai Defan menatap Bara dengan pandangan bertanya. "Lo liat si Gita udah balik?"

Bara mengangkat bahunya. "Nggak engeh."

"Ck dobrak aja! siapa tau maling," kata Defan yang tidak masuk akal. Siapa yang mau merampok tempat yang bahkan tidak ada apa-apanya. Ini bukan tempat mewah yang bisa dijadikan tempat mencari harta.

Bara mendobrak pintu itu karena khawatir dengan Gita yang memang sudah berubah sekarang. Dia langsung masuk dan mencari Gita. "Gita!" panggilnya melihat sahabatnya itu jatih di lantai sambil memeluk lututnya sendiri.

Wajahnya kelihatan pucat dengan keringat dingin. Gita kelihatan sangat kesakitan. Bara langsung memeluk Gita untuk membantu menghangatkan. "Lo kenapa?"

"Bawa rumah sakit!" kata Defan panik.

Gita menggeleng cepat. "Jangan!" lirihnya.

Bara mengerutkan keningnya. Ini tidak asing, dia sering melihat yang begini. Tangannya terkepal kuat sampai buku jarinya memutih. "Dari kapan Git?"

"Hah? iya dari kapan lo sakit?" tanya Defan.

"Dari kapan lo jadi pecandu?" tanya Bara tajam dan menyeramkan. Defan bahkan sampai merinding mendengar ucapan sedingin itu.

Gita menangis, dia sudah tahu cepat atau lambat Bara pasti sadar. Cowok ini memiliki banyak teman yang sama sepertinya sekarang. "M-maaf," katanya.

Defan membeku di tempat. Wajahnya kaget, dia juga punya teman pecandu tapi dia tidak bisa langsung sadar kalau saat ini Gita sedang sakau. "Git lo kenapa bisa?" Masalahnya Gita bukan cewek yang akan coba-coba karena penasaran.

The Boy With A Fake SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang