BAB 33 - New Idol

Start from the beginning
                                    

Arkan jadi tertawa, padahal tadi dia benar-benar lelah dan dalam kondisi mood yang buruk.Dia merangkul bahu Caramel sambil mendongak ke atas. Senyumnya mengembang. "Raa Tante Kinan udah tenang di sana, gue rasa kalaupun masih hidup Tante nggak bakal marah sama kita cuma gara-gara deket sama Bang Rio."

"Iya sih, apalagi sekarang Om Rio udah berubah. Terus gimana sama Ayah?" tanya Caramel.

Arkan mengangkat bahu. "Pasti susah buat Ayah maafin Bang Rio, lo tau sendiri Ayah sampe sekarang masih keliatan sedih kalau kita bahas Tante Kinan."

Iya Caramel sangat tahu itu. Jelas sekali, apalagi saat peringatan kepergian tante setiap tahunnya. Ayah yang selalu kelihatan tegar, pasti tidak bisa menutupi rasa sedihnya. Mungkin sampai sekarang ayah juga masih sangat membenci om Rio.

"Gue paham perasaan Ayah," gumam Arkan.

Caramel menoleh dengan kening berkerut.

Arkan menoleh pada Caramel dan mengetuk kening adiknya itu. Tangan kirinya masih merangkul bahu Caramel. "Kalau gue jadi Ayah mungkin gue udah bunuh Bang Satrio."

Tanpa harus panjang lebar, Caramel mulai mengerti ucapan Arkan. Dia tersenyum senang. Bang Arkan ini luar biasa menyebalkan, tapi kalau ada yang berani mencari gara-gara dengannya pasti Arkan yang paling duluan memberi pelajaran pada orang itu. Contohnya saat Arkan menghajar Bayu.

Caramel langsung memeluk Arkan. "Sayang sama Abang.." rengeknya.

"Lepas woy! sayang si sayang ini leher gue kecekek!" omel Arkan.

Caramel melepas pelukannya sambil tertawa geli. Dia memeletkan lidahnya. "Gue doain lo bisa dapetin Kak Gita."

"Biar dia nggak deketin si Bara?" tanya Arkan.

"Bukan," jawab Caramel. "Biar lo bahagia. Eh tapi Bang, sebenernya Kak Gita itu kenapa? apa test kesehatannya ada yang salah?"

Arkan diam sebentar sambil menghela nafas panjang. "Raa, gue nggak berhak jawab. Itu privasi Gita." Dia mengacak rambutnya sendiri dan berbaring di dinginnya lantai balkon. Dua tangannya menjadi bantalan.

"Gue jadi penasaran," gumam Caramel.

"Nggak usah kepo," jawab Arkan.

Caramel cemberut dan ikut berbaring di lantai. Sekarang cahaya bulan mulai muncul. Awan gelap sudah bergeser. Tadinya dia tersenyum tapi saat menoleh ke samping, senyumnya hilang. Wajah Arkan kembali keruh seperti kemarin-kemarin. Tidak tahu apa yang dipikirkan abangnya ini.

"Kenapa kalian berbaring di situ?" tanya ayah.

Caramel bangun dan tersenyum lebar. "Lagi ngeliatin awan Yah. Pantes kayanya kusem banget awannya."

"Kenapa?" tanya ayah.

"Pesonanya diambil Ayah semua," kekeh Caramel.

Ayah tersenyum geli dan duduk bergabung dengan dua anaknya. "Apa ada masalah?"

"Masalah bagian dari hidup Yah," kata Arkan.

"Tentu," jawab ayah. "Tapi apapun masalahnya, kalian harus ingat, ada Ayah dan Bunda yang selalu di samping kalian."

"Huaaaaa gimana nih? Kara jadi mau nangis??" teriak Caramel histeris mendengar ucapan manis dari ayah. Dia langsung memeluk ayah, pria terhebat yang keluarga miliki.

Arkan tertawa geli. "Makasih Yah."

"Untuk apa?" tanya ayah.

"Untuk Ayah yang udah jadi Ayah terbaik buat kita semua," jawab Caramel.

Ayah tersenyum dan mengacak rambut Caramel dan Arkan. Rasanya baru saja kedua anaknya ini ada digendongannya. Sekarang keduanya sudah besar. "Kalian juga sudah menjadi anak yang baik."

The Boy With A Fake SmileWhere stories live. Discover now