Litzi menangis terisak-isak disana. Ia menjambak rambutnya dengan kuat dan terus melontarkan banyak pertanyaan. Rex tak tahan melihatnya, dengan cepat ia mendekat, memegang belakang kepala Litzi dan mencium bibirnya. Dalam sekejap Litzi diam dan ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Pikirannya menolak, tapi hatinya berkata lain. Bahkan tubuhnya merasa nyaman ada dalam pelukannya. Rex melepas ciumannya dan menangkup wajah Litzi.

"Aku bisa menjawab semua pertanyaanmu. Jadi.. tolong, beri aku satu kesempatan saja. Ku mohon Litzi," ucap Rex.

Litzi merasa tak kuat untuk berdiri. Ia melemas dan jatuh dengan posisi duduk. Gadis itu menunduk dan masih menangis. Rapuh dan bingung, itu yang dia rasakan. Rex bertekuk lutut dan mengangkat dagu Litzi dengan lembut menggunakan jari jemarinya.

"Lihat aku! Tatap mataku. Percayalah, aku Rexmu."

"Bagaimana kau meyakinkan aku?" balas Litzi.

"Aku sudah ingat segalanya," jawab Rex.

Litzi membelalak matanya dan tercengang, namun ia memalingkan wajahnya. Litzi memperingatinya dirinya sendiri untuk tidak mudah percaya pada Rex. Triliyuner itu menggendongnya dalam posisi di depan dan membawanya ke dalam kamar, Litzi masih tidak mau menatapnya dan terpaksa melingkarkan tangannya di tengkuk Rex.

"Awh.. kepalaku." Ringisan wanita pelayan itu membuat Rex menghentikan langkah kakinya.

Tampak pelayan itu memegang kepalanya yang berdarah sambil jalan tertatih-tatih. Litzi yang melihat pelayan itu meneguk salivanya dan mengalihkan pandangannya.

"Apa yang terjadi padamu?" tanya Rex.

"Tuan," pelayan itu baru menyadari keberadaan Rex. "Em.. aku.. aku."

Rex mengernyit, pelayan itu ingin mengatakan sesuatu tapi terkesan berat. Pelayan itu melirik Litzi dan bingung mau mengatakan apa. Rex beralih menatap Litzi yang menunduk, pria itu menghela nafas dan tersenyum.

"Pasti karena bocah ini kan?" kata Rex, "Maafkan gadisku ini ya?"

Litzi lantas menatap Rex begitu mendengar Rex memanggilnya dengan sebutan "gadisku".

"Tidak apa-apa, Tuan," timpal pelayan itu dengan tersenyum.

"Santos! Santos!" Rex memanggil orang kepercayaannya itu.

Tak lama Santos datang dengan tergesa-gesa. Melihat ekspresi Santos, wajar jika ia terkejut melihat pelayan yang terluka itu. Rex menyuruh Santos membawa pelayan itu dan mengobatinya. Santos pun menerima perintah tuannya. Selepas mereka pergi, Rex kembali menatap Litzi yang masih dalam gendongannya.

"Untung saja dia tidak mati. Kau bisa dapat masalah nanti," ucap Rex.

Litzi di turunkan diranjang. Melihat Rex memegang borgol berantai, dengan cepat Litzi menggeleng.

"Jangan, jangan ikat aku dengan itu!" kata Litzi.

"Bisa kau yakinkan aku bila kau takkan kabur?" balas Rex.

Litzi tercekat, ia bingung. Rex tersenyum dan duduk disisi Litzi. Pria itu melepaskan genggamannya pada borgol berantai.

"Jangan pergi ya?" Rex membelai rambut Litzi dengan sayang. "Aku tidak merantaimu bila kau menurut padaku. Bisa?"

Litzi menepis tangan Rex dengan kasar dan mengalihkan pandangannya dari Rex. Rex hanya tersenyum tipis menanggapinya, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan berkutat pada ponselnya.

"Aku mau tahu secerdik apa kau melarikan diri," gumam Rex.

Litzi yang melirik layar ponsel Rex pun terkejut, itu sebuah rekaman CCTV. Litzi tidak menduga bila triliyuner tersebut tidak cukup merantainya, bahkan meletakan CCTV yang entah dimana dalam kamar itu. Dalam rekaman itu, tampak pelayan datang dengan membawa sarapan yang baru, Rex memang yang menyuruhnya. Terdengar Litzi meminta pelayan itu melepas rantainya karena ia tidak tahan lagi menahan urine-nya. Si pelayan yang memang memegang kunci duplikat yang Rex berikan padanya pun membukanya. Litzi tampak bergegas ke kamar mandi dan pelayan itu menunggunya diluar. Saat Litzi sudah keluar dari dalam kamar mandi, tiba-tiba saja Litzi mengambil guci kaca yang berada di atas meja dan memukul kepala pelayan itu dua kali hingga pingsan. Kemudian Litzi lari dari kamar.

DIRTY BABY [Rexford Mackenzie]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz