SO - BAB 37

18.3K 1.2K 51
                                    

Sebulan setelah Diana yakin Alya menyimpan nomornya, sepupunya itu akhirnya menghubungi dan mengajak bertemu. Sungguh, awalnya Diana ragu Alya akan memberikan respon yang berbeda dengan Yunita. Untuk alasan itu pula Diana ragu untuk menghubungi lebih dulu.

Namun pesan singkat Alya terlihat begitu ramah. Ia mengatakan bahwa ia akan kembali ke Jakarta untuk melanjutkan semester baru. Ia juga tak sabar menantikan waktu untuk bertemu dengan Diana.

Diana pun tak berpikir dua kali. Ini mungkin satu-satunya kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan keluarga sedarahnya yang tersisa. Namun kali ini, ia tak akan pergi diam-diam. Ia juga tidak mau membuat Ryan marah karena khawatir. Jadi Diana berterus-terang pada suaminya itu bahwa sepupunya, Alya meminta untuk bertemu. Meski Diana tidak mau mengganggu pekerjaan Ryan, tapi pria itu memaksa untuk mengantar.

"Kau tahu, sebenarnya aku bisa sendiri," kata Diana ketika Ryan sibuk memfokuskan pandangan ke depan. Jalan yang mereka tempuh cukup ramai sehingga menuju ke kafe yang dimaksud Alya perlu waktu lebih dari satu jam. "Kau pasti punya pekerjaan di kantor."

"Tidak, Sayang." Ryan meraih tangan Diana dan mencium buku jarinya. "Sarah bisa mengatasi semuanya. Lagipula, ini istirahat makan siang. Aku memang tidak memperhitungkan kemacetannya, tapi semuanya akan kuatasi dengan baik."

Diana tersenyum, kemudian mendekatkan wajah pada Ryan untuk mencium pipinya. "Terima kasih."

Ryan menyeringai. "Berhentilah menggodaku di tengah lalu lintas padat."

Diana memutar mata. "Ini hanya ucapan terima kasih."

"Ucapan terima kasih yang menarik." Ryan menaikkan alisnya dan entah bagaimana hal itu membuat pria yang berstatus sebagai suami Diana itu terlihat menggoda. Jangan lupakan setelan yang masih dikenakannya. Ryan selalu tampan dengan itu. "Aku mungkin akan berkelakuan baik setelah ini."

Diana tertawa. "Senang mendengarnya, Tuan Archer." Ia menegakkan tubuh begitu melihat papan nama sebuah kafe yang terlihat ramai. "Mungkin yang ini."

Ryan membawa mobil ke lajur kiri. Memarkir mobil sesuai arahan petugas. "Inikah tempatnya?"

Diana mengecek ponsel dan memastikan nama kafe itu. "Tertulis begitu."

Ryan mematikan mesin, melepas sabuk pengaman, dan membuka pintu. "Ayo kita berkenalan dengan sepupumu."

Meski area parkir kafe itu penuh, namun ada beberapa meja yang kosong di sana. Pelayan lalu lalang membawakan pesanan. Diana mencari-cari sosok yang dicarinya seraya mengingat wajah sepupunya itu terakhir kali. Namun tak ada satu meja pun yang diduduki seorang gadis.

Apakah Diana memang berharap terlalu banyak?

"Menemukannya?" tanya Ryan.

Diana menggeleng muram. "Dia tidak di sini."

"Kau yakin kau masih ingat wajahnya? Mungkin sebaiknya kau menghubunginya."

"Bagaimana... jika dia memang tidak ingin bertemu denganku?" tanya Diana sedih. Mungkin Yunita sudah memergoki putrinya bertemu dengan Diana secara diam-diam. Bisa jadi sekarang Alya sedang berada dalam masalah dan ini semua karena Diana.

"Jangan pesimis, oke?" ujar Ryan seraya mengusap pipinya dengan penuh kelembutan. Sedetik berlalu, Diana baru menyadari betapa beruntung dirinya memiliki suami seperti Ryan. "Ambil sisi positifnya. Aku belum makan siang, mungkin kita bisa memesan di sini."

Diana mencoba untuk tersenyum meski benaknya masih memikirkan Alya. Diana mengangguk menyetujui Ryan. "Kau pilihlah tempat. Aku akan memesan."

Ryan mengangguk. "Aku ingin sesuatu yang menyegarkan untuk minumannya."

Surrender of ObsessionWhere stories live. Discover now