SO - BAB 5

34.1K 2.6K 74
                                    

Vote dan komentar untuk support cerita ini!

Enjoy! :) :)

Biasanya, saat akhir pekan, Ryan akan bergelung di kasurnya dan menikmati waktu menjadi dirinya sendiri. Menjadi seorang atasan berarti memasang topeng bagi Ryan. Menjadi kebanggaan keluarga Salendra berarti menanggalkan seorang Archer yang sesungguhnya.

Tapi ketika Ryan mengerjap, ia mendapati dirinya tertidur di sofa. Cahaya mulai merangsek masuk menerangi seluruh sudut apartemennya hingga Ryan merasakan silau. Jumat malam hanya Ryan habiskan untuk minum-minum seorang diri hingga akhirnya ia berakhir di sofa. Ryan masih mengenakan kemeja putih dan celana sama seperti yang kenakan ke kantor. Ia merasa pengar namun ia sudah terbiasa dengan perasaan seperti ini. Satu hal yang harus Ryan syukuri, ini akhir pekan dan ia tak perlu berpikir untuk menjadi contoh disiplin dengan datang pagi-pagi sekali.

Ryan tak tahu pukul berapa sekarang ini, tapi ia mengutuk seseorang yang membuat telepon rumahnya berdering nyaring. Beruntung Ryan masih berada di sofa, jadi ia hanya perlu menjalankan tangannya untuk mencari-cari telepon di nakas samping sofa.

"Ryan!" seru orang di seberang sana. Ryan harus menjauhkan telepon itu supaya tidak merusak telinganya. Sudah bisa dipastikan bahwa itu adalah Kate dan Ian. Lagipula, tidak banyak orang yang tahu nomor telepon apartemennya kecuali keluarga.

"Ini akhir pekan!" ujar Kate.

"Kau janji akan ke sini," ujar Ian melanjutkan.

"Ayo bangun dan segera ke sini," kata Kate.

"Mama memasak banyak ketika kuberitahu kau akan kemari!" kata Ian dengan girang. Ryan tahu bocah lelaki itu suka makan.

Ryan menggerutu karena si kembar tidak akan membuat hidupnya tenang. "Aku tak mau makan masakan Delia. Dia tidak bisa memasak." Masakan Nyonya Salendra adalah sebuah kesalahan. Meski di luar sana masih banyak makanan dengan rasa mengerikan, tapi Ryan lebih baik memakan masakannya sendiri yang biasa-biasa saja daripada memakan masakan Delia Salendra.

"Kau sudah janji!" rengek Kate.

Ryan mendesah. Ia segera bangkit dari posisinya dan mengambil posisi duduk. "Anak-anak, aku baru saja bangun." Ia melepas seluruh kancing kemejanya dan melemparnya sembarangan. "Lagipula, ini akhir pekan. Aku masih mempunyai banyak waktu dan kalian harus memberiku sedikit waktu untuk bersiap. Aku pasti ke sana." Ryan bangkit dan melepas celananya hingga menyisakan boxer.

"Ini Ryan!" teriak Ian di seberang sana. Ryan berpikir anak itu sedang bicara dengan seseorang di sana. Kemudian suara lain menyela si kembar. Orang di seberang sana beralih menjadi orang lain.

"Ryan?" Suara berat itu mudah saja dikenali Ryan. Itu Adrian Salendra yang bicara.

Ryan mendengus. "Bisakah si kembar itu sekali-kali berhenti menggangguku? Aku mulai berpikir, di rumah mereka merekam banyak kekacauan hingga mereka berpotensi pula membuat kekacauan."

Adrian tertawa. "Jangan salahkan aku dan Delia. Itu salahmu yang selalu memanjakan mereka sejak bayi dan kau juga sering mengganggu mereka ketika mereka mulai beranjak tumbuh. Mereka yang paling gusar ketika kau tidak datang ke rumah seperti biasanya. Jadi... kau akan ke sini? Kau tidak perlu memaksa diri. Aku mengerti dengan kesibukanmu. Nanti biar aku dan Delia yang bicara pada mereka."

Ryan menghargai pengertian sang ayah kandung, tapi ia tidak biasa mengabaikan janjinya meski itu adalah hal sepele. Ibunya yang menanamkan itu padanya. Ia seorang lelaki dan ia harus berpegang dengan kata-katanya. Ia tidak ingin menjadi seorang brengsek dan mengecewakan ibunya.

Surrender of ObsessionWhere stories live. Discover now