SO - BAB 36 (Rated)

21.6K 1.4K 32
                                    

Warning! Mature content.

Ryan tergesa-gesa ketika menaiki lift apartemennya. Ia mengetuk pintu apartemennya, namun tak ada jawaban. Tidak ada Diana yang membukakan pintu untuknya. Ia menggedor pintu apartemen Diana dan mendapatkan jawaban yang sama.

Ryan mengeluarkan kunci dan masuk ke apartemennya. Seperti biasanya, apartemennya rapi. Diana selalu melakukan seluruh hal tentang kerapian. Lagipula ini masih sore karena Ryan memutuskan untuk pulang cepat begitu mendengar kabar bahwa Diana pergi tanpa pamit.

Ryan mencari kunci apartemen Diana di nakas dan bergegas beralih ke apartemen satunya. Astaga, ini mulai menggelikan. Mereka adalah suami istri tapi mempunyai properti berbeda meski bersebelahan. Ryan harus berpikir sesuatu tentang rumah. Rumah yang sesungguhnya, yang bertingkat, yang punya halaman untuk area bermain anak mereka kelak. Suatu properti yang akan ia jadikan tempatnya menghabiskan sisa hidupnya bersama Diana.

Begitu Ryan memasuki apartemen Diana, tempat itu juga kosong. Ryan mengenyakkan tubuh di sofa. Ia melucuti dasi, mantel, dan kemejanya. Mengacak rambutnya yang sudah mulai memanjang padahal ia telah memangkasnya sebelum hari pernikahan.

Hari pernikahan itu rasanya baru seperti kemarin, padahal Ryan sudah lebih dari sebulan berstatus sebagai seorang kepala keluarga.

Sekarang Ryan pun berkelakuan sama seperti Adrian. Ia mencemaskan istrinya setengah mati padahal ia sedang berada di tengah pekerjaannya yang menggunung. Hari ini Adrian mengunjungi kantor dan menanyakan kabar. Ryan menyadari sesuatu yang tidak beres. Adrian selalu menahan diri untuk menemuinya karena Ryan sendiri tak mau terlalu sering bertemu ayah kandungnya itu. Namun entah bagaimana, kunjungan Adrian hari ini sama sekali tidak mengusiknya. Adrian juga tak pernah mau menginjakkan kaki di Salendra Group, tapi pria paruh baya itu justru melakukannya.

Adrian pun akhirnya memutuskan untuk menjadi sekutu. Ia memberitahu Ryan bahwa berdasarkan kabar yang ia dapatkan dari Ali, Delia dan Diana sedang berada di luar kota. Ryan sendiri tahu bahwa Adrian menjadi lebih protektif setelah menikah dengan Delia. Adrian menyuruh Ali untuk memata-matai Delia, melaporkan segala hal yang Delia lakukan, memberitahu ke mana Delia pergi. Sekalipun ibu tiri Ryan itu mengancam Ali, sepertinya Ali lebih loyal pada Adrian.

Dan dari informasi yang didapat dari Ali, hal itu sama sekali tidak menyenangkan Ryan.

Untuk apa Diana ke Bogor? Ryan ragu jika alasannya adalah untuk pergi berbelanja. Ryan tahu persis Diana bukan wanita yang suka berbelanja meski Ryan tak masalah jika istrinya itu menggunakan kartu kredit untuk memanjakan diri. Tapi satu-satunya kegiatan memanjakan diri menurut Diana adalah berbelanja bahan roti dan mengolahnya di rumah.

Ryan memikirkan Yunita yang brengsek dan mengingat hari di mana Diana menjadi sangat rapuh, padahal wanita itu selalu ceria setiap harinya.

Meski begitu, Ryan tak tahu langkah apa yang harus ia ambil. Apakah Ryan harus marah sebagai suami karena Diana tidak meminta ijin padanya? Apakah Ryan menyembunyikan ini dan membiarkan Diana menanggung sendiri? Tidak mungkin.

Mungkin Ryan akan membicarakannya pada Diana pelan-pelan begitu wanita itu pulang. Benar. Ryan harus bijak sebagai seorang suami, kan? Ia tidak perlu menelepon William atau Adrian untuk mengambil langkah, kan? Ia juga tidak harus terlibat pertengkaran dengan Diana.

Pintu depan terbuka dan Ryan tak mengira Diana akan pulang ke apartemennya terlebih dahulu. Awalnya Ryan bimbang apakah Diana akan pulang ke apartemennya sendiri atau ke apartemen Ryan. Tapi Diana sekarang di sini, dengan kotak-kotak kue yang sudah kosong dan wajah murung.

Sial, Diana tidak pernah murung. Tidak sekalipun penghasilan kuenya sangat sedikit hari itu.

Diana mengerjap karena terkejut melihat sosok Ryan. Kemudian wajah murung itu luruh, terganti topeng ceria yang selalu Ryan lihat. "Hai, Ryan! Um, kau sudah pulang? Kenapa pulang cepat?"

Surrender of ObsessionWhere stories live. Discover now