33. VINO & MASA LALU

752 122 27
                                    


Selama perjalanan ke Bandung tak ada perbincangan diantara Aris dan Raya. 
Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing.

Setelah menjemput anak kecil dan pengasuhnya, mobil mereka langsung melaju ke arah Bandung.
Aris sempat mengenalkan mereka pada Raya.
“Vino, kasih salam dulu sayang …….” Perintah Aris.
Bocah kecil itu merangsek ke depan, mencolek Raya.
Raya menoleh dan membalas ajakan salaman bocah itu.
“Vino , tante…” ucap bocah itu tersenyum dan memandang Raya tanpa kedip.
Sementara Raya yang sedang panik tingkat Dewa hanya mengangguk dengan senyum dipaksakan dan segera menarik tangannya yang membuat bocah itu mundur dan kembali duduk di jok belakang bersama pengasuhnya.

Raya tak memperhatikan guratan kecewa di wajah bocah itu.

"Mon... Mondy. Maafkan aku. Aku lupa." sesal Raya dalam hati. "Sudah sampai kah kamu yank? Kamu yang sabar ya pacar....." batin Raya tak tenang.

Ia pun memberanikan diri menulis pesan singkat untuk Mondy setelah melirik sekilas pada Aris yang fokus menyetir dan menoleh ke jok belakang, Vino sudah terlelap dalam pangkuan mbaknya.

Merasa lebih aman, Raya mulai mengetik di layar ponselnya.

--maaf 😥😥😥 aku masih diperjalanan. Kamu  sabar ya pacar....???😍😍-
Send to Mondy.

Raya tersenyum begitu tanda centang 2.

Aris melirik dan merasa lega. "Alhamdulillah.. Raya tersenyum. Ia sudah tak nampak panik. Itu berarti tak ada yang perlu dikhawatirkan," batinnya.

Aris pun tersenyum sambil menyetir dan beberapa kali melirik Raya, dan mengurangi laju mobilnya.

Ketenangan Raya tampaknya tak berlangsung lama. 
Raya kembali gelisah setelah mengusap layar ponselnya entah membaca pesan atau apa.

Seolah paham dengan situasi dan harapan Raya, Aris pun menambah laju mobilnya. 

Beberapa kali Aris mencoba mengajak bicara Raya dengan berbagai topic berbeda tapi selalu saja hanya dibalas senyum, anggukan, gelengan dan kata Iya dan tidak.

Padahal Aris hanya ingin Raya tak terlalu tegang yang mulai menular ke dirinya hingga tak bisa fokus menyetir.

“Kasian Vino,” Ucapan Aris sukses membuat Raya menoleh ke belakang dan ke arah Aris bergantian.

“Kamu tadi nggak lihat dia sepertinya kecewa kamu tak menganggapnya sama sekali.” Lanjut Aris.

“Ah… perasan Gue biasa aja. Ya maaf lagi nggak mood ngomong.”  Bela Raya.

“Perasaan anak kecil sensitive Ray. Setiap bertemu dengan orang baru, apalagi seorang wanita, dia selalu caper dan ingin mendapatkan perhatian lebih. Makanya jelas sekali tadi dia cemberut. Tapi….” Aris menoleh ke belakang melihat Vino masih lelap dan pengasuhnya juga ikut tidur.
“Untungnya dia langsung bisa tidur. Mungkin kelelahan bermain di sekolahan.”

Raya diam. Ada sedikit sesal atas sikapnya tadi. Ia hampir tak menampakkan senyum pada bocah itu. Pikirannya terlalu fokus pada Mondy. Belum pernah ia secuek itu pada anak kecil.

“Maaf….” Lirih Raya hampir tak terdengar.

“Aku hanya kasihan aja dan nggak tega kalo lihat dia sedih.” Lirih Aris tak ingin Raya marah atau tersinggung.

“Emang dia siapa Lo? Kok Lo perhatian banget sama dia?” tanya Raya berbasa-basi sembar menebus kesalahannya. Ia sudah tidak tahu diri. Sudah menumpang, bersikap cuek pula. Tak hanya cuek pada Aris, tapi pada  bocah malang di belakangnya.

JANGAN SALAHKAN CINTAWhere stories live. Discover now