20. MUST GO ON

1.3K 141 19
                                    

Percuma Reva menangisi apa yang telah terjadi. Semua tak mungkin bisa di ulang lagi untuk diperbaiki. Semalam suntuk pun ia menangis tak akan merubah apapun.

Ia merasa kotor dan hina. Lebih terhina lagi manakala ucapan Boy terus terngiang-ngiang di telinga dan menyumbat kepalanya.
“JANGAN PERNAH MENYEBUT NAMA LAKI-LAKI LAIN SAAT BERSAMAKU!”

DEG! DEG! DEG!

Detak jantungnya saja sudah sedemikian dahsyat hingga terasa nyeri dan sesak. Percuma ia terus menangis, hanya akan menambah sesak saja.

Reva kini laksana wanita kotor yang pantas dihinakan dan dicampakkan. Pendosa yang akan segera mendapatkan karmanya.

Menyesal? Pasti. Tapi itu  tak akan memperbaiki atau menyelesaikan apa pun.

Ia dapat merasakan Boy tertidur pulas, dengan dengkuran halusnya. Ia pun seharusnya dapat dengan mudah melakukan hal yang sama, mengingat ia pun merasakan kepayahan dan nyeri yang hanya akan sembuh dengan tidur.

Tapi jiwanya tetap tak tenang. Kata-kata Boy terus terngiang.
“Iya, Gue yang salah,” batin Reva. Ia sadar betul tadi menyebut nama ‘Mondy’ dan entah setan dari mana yang mendorong keduanya bisa melakukan hal lebih jauh itu.

Reva sempat kaget begitu refleks mengesah memanggil nama Mondy, sementara begitu membuka mata ia sadar berada di dunia nyata dan hanya ada Boy, tunangannya, di depan matanya.

Entah karena takut Boy marah,   atau berusaha mengalihkan perhatian Boy, atau bahkan sentuhan Boy yang memabukkan, Reva hanya bisa pasrah dan memberikan akses pada Boy.

Boy yang terbakar emosi pun seperti kehilangan akal sehat dan naluri, sehingga setan dengan mudah mengontrol nafsunya.

Di tengah isakannya saat masih terjaga tadi, Boy sempat berulang kali mengatakan akan bertanggung jawab.
Reva tahu itu, apalagi mereka telah bertunangan meski sekali lagi dosa tetap dosa.

Boy pun tidak mungkin mempertaruhkan nama baik diri dan keluarganya dengan accident tadi hanya karena tak bertanggung jawab.
Mereka pasti akan menikah secepatnya, meskipun itu bukan cita-cita Reva, menikah di usia belia, menjadi isteri atau bahkan mungkin nanti seorang Ibu dengan status mahasiswi.

Susah payah Reva bangkit dari pembaringannya melirik Boy yang tampak polos tanpa dosa dan terlelap dengan hebatnya.

Reva segera membersihkan diri dalam guyuran shower dan isakan tangisnya yang kembali pecah di kamar mandi.

“JANGAN PERNAH MENYEBUT NAMA LAKI-LAKI LAIN SAAT BERSAMAKU!”
Kata-kata itu kembali terngiang seolah memenuhi kamar mandi mewahnya.

“Tidak! Gue tidak boleh dihinakan sedemikian! Bukan tidak mungkin meski Boy akan bertanggung jawab dan menikahinya. Perasaannya sama Gue akan berubah. Dan bukan tak mungkin Boy menghinakan Gue dan dengan mudahnya nanti memncampakkan gue begitu saja.” Batin Reva pilu.

TIDAK! TIDAK!” Lirihnya menggeleng kuat.

“Reva, Lo itu smart. Lo itu kuat. Jangan sekalipun tunjukkan kerapuhan Lo di depan Boy yang akan membuatmu makin dihinakan. Lo gak boleh biarkan itu terjadi!” bisik batinnya menguatkan.

Seolah penuh dengan kotoran, cukup lama ia mengguyur dirinya, lebih dari 30 menit,  hingga tubuhnya menggigil dan bibirnya membiru.

******

Mereka saling diam saat bangun.
Reva berusaha tegar tak menampakkan tangisnya lagi hanya tangannya yang memijat pelipisnya karena masih pusing, tertidur dengan rambut basah dan beberapa kali merintih.

JANGAN SALAHKAN CINTAWhere stories live. Discover now