32. PANIC

865 125 22
                                    

"Aku harus ke Bandung. Aku harus pulang sekarang." Ucap Raya panik. 
Tapi bagaimana ia ke Bandung? Bukankah ia ke sini bareng Zio? 
Aduh, minta tolong siapa ni? 
Kepanik Raya kian menjadi.

Tangannya gemetaran. Samar ia melihat Dyan dan yang lain mengerumuni Zio yang keluar paddock, dan Zio melambaikan tangan mengerling genit ke arahnya. 

Raya tersenyum kecut sekilas. Otaknya mendadak buntu. Ia harus segera pergi dari tempat itu dan mencari cara ke Bandung secepatnya.  Mondy sudah otewe ke Bandung dan boleh jadi saat ini dia dan keluarganya telah sampai di Bandung.

Ponselnya kembali bergetar. 
Dani calling.
"Iya A' ni masih diperjalanan kok."
KLEK! 
Panggilan terputus Raya tak sengaja menekan tombol off, mungkin saking paniknya.
"Aduh! Kok mati sih.... Yah... mana low bath lagi." Raya mengesah mengusap wajahnya gusar.

"Lo kenapa Ray?" suara Zio  tau-tau sudah disampingnya masih dalam wearpak balapnya tanpa helm. Zio ingin mengajaknya bergabung dengan yang lain.

Sontak Raya menoleh.
"Sorry… Zio, Gu - Gue harus pulang ke Bandung sekarang!" Refleksnya. 
Raya menaikkan resleting jaketnya.
"Gue harus ke Bandung sekarang. Harus! Udah telat!"
Raya bergegas. “Selamat ya?”

Zio menahan tangan Raya menghentikan langkahnya.
"Zio!" Raya mengesah mencoba lepas dari pegangan tangan Zio.
"Plis, lepas! Gue buru2, sory ya?"
"Bentar lagi Gue anter!" tegas Zio tanpa melepas tangannya di lengan Raya.

"Zio..., gue buru2. Pliss...!" Raya tampak panik dan berontak dari cengkeraman Zio.
"Oke.. Tunggu gue ganti baju! Gak perlu ceremony podium." Tawar Zio. 

Raya celingukan, nafasnya tersengal tak beraturan, rona wajahnya gelisah. Zio tau ini pasti masalah serius. Apa sesuatu terjadi pada keluarganya di Bandung? Ia tak ingin bertanya detail tentang itu. Toh setelah tenang Raya pasti akan cerita.

Zio menarik dagu Raya menahan wajahnya yang  gelisah dan  celingukan sedari tadi.

"Hey.... Lo tenang. Gue hanya ganti wearpak bentar. AYO!"
Raya mengangguk, menurut saja pada Zio yang  menggandengnya ke paddock.
 
Pikiran Raya masih kacau, jantungnya makin berdegup kencang tak karuan. 
Pihak Promotor tak mengijinkan Zio pergi sebelum acara usai.

Zio sempat berdebat dengan perwakilan promotor.

Raya tak memperdulikannya, WA dari Mondy saat di baca tadi tertulis  2 jam  lalu. Sudah pasti ia akan sampai duluan di Bandung ketimbang Raya.
 
Zio telah siap. Ssegala selebrasi dan tetek bengek di sana ia tinggalkan demi Raya. Segala resiko dan konsekuensi ia pikirkan nanti. Ia juga tak mempedulikan penat dan lelah tubuhnya. Dalam benaknya, ada hal-hal mendesak mungkin berkaitan dengan musibah yang menimpa keluarga Raya di Bandung. Dan dia merasa harus mendampingi Raya, sebagai sahabat yang masih berharap.

Raya sempat menangkap Zio yang telah bergantai pakaian jeans dan t-shirt, mendapat omelan official tim-nya. 
Memang tak semudah Zio duga untuk bisa kabur dari sana. 

Raya pun tak enak hati.
"Zio... Lo masih harus nyelesein ini semua kan? Gue pulang duluan. Udah pesen taxi juga kok." bohong Raya, menepuk pelan lengan Zio dan segera meniniggalkan tempat itu.

Teriakan Zio yang memanggil tak mampu menahannya. 

Raya tak mungkin pulang ke Bandung diantar Zio. 
Pertama karena ia tahu Zio kelelahan, bukan tak mungkin perjalanan mereka justru akan lambat.
Kedua ia tidak ingin Mondy dan  lainnya melihat ia pulang diantar Zio. Mondy pasti cemburu, dan Abah akan pasti akan  marah padanya.

Di parkiran yang masih ramai, Raya kesulitan mencari taksi.
"Ya Allah..... Gak ada taksi atau apa kek? Gimana nih?" gerutu Raya.

"Apa Gue cari ojek aja ke kos, terus ke Bandung naik motor?" pikir Raya. 
Setidaknya akan lebih cepat. Ia kembali menyalakan ponselnya dengan ditopang powerbank, bermaksud order ojek on line.
 
Begitu nyala, nama Dani terbaca di layar.
"Wa alaikum salam A'"
"_____"
"Iya ni masih di perjalanan. Macet. Hp ku low bath."
"_____"
"Bilang ke Mondy nyante aja. Gue masih di jalan."
"_____" 
KLlEK. 

JANGAN SALAHKAN CINTAWhere stories live. Discover now