Epilogue

32K 1.5K 66
                                    

"Masih berapa lama lagi?" tanya Mama Thania gelisah tanpa bisa duduk dengan tenang. Semenjak dia memasuki ruang ganti pengantin perempuan ini, dia berjalan bolak-balik tiada henti, apalagi setelah dia menyaksikan sendiri ketidaksiapan di ruangan ini.

Felicia, yang sudah berada di sana semenjak pagi menemani Emily, mewakili penata rias dan penata rambut yang masih sibuk dengan pekerjaannya untuk menjawab, "Sekitar setengah jam lagi, Tante. Keburu tepat waktu kok, Tan, Tante duduk yang tenang aja ya. Nanti Tante malah kecapekan pas acara." katanya berusaha menenangkan.

Mama Thania berdecak sambil masih mondar mandir dalam ruangan dengan gelisah, "Gimana Tante mau tenang coba, Fel? Ini udah jam berapa? Bahkan kita udah nggak akan sempat gladi resik lagi kalau begini," keluh Mama Thania histeris sebelum mengalihkan perhatiannya kepada perempuan yang sedang menjadi tokoh utama tersebut.

Emily sedang menguap lebar saat tanpa sengaja pandangannya bertemu dengan calon mertuanya tersebut.

"Bisa-bisanya kamu masih nguap santai begitu, Emy?" kata Mama Thania heran, "Coba kalau kamu tadi pagi nggak susah dibangunin, kita nggak akan telat begini acaranya. Mau ngomong apa sekarang Mama sama saudara dan temen-temen yang udah dateng coba? Masa pengantinnya malah telat sih?"

Emily menutup mulutnya kembali sambil merenggutkan wajahnya. Dia tidak paham kenapa wanita paruh baya itu harus sepanik, semarah dan sehisteris itu. Padahal pagi ini dia sulit dibangunkan karena tidurnya semalam sangat tidak nyenyak. Karena wanita paruh baya itu tidak mengijinkan Teddy menemaninya tidur, sehingga Emily kesulitan tidur semalam. Jadi seharusnya wanita itu yang disalahkan dan bukan dia.

Felicia berdiri dan merengkuh pundak Mama Thania, berusaha membuatnya tenang, "Tante yang tenang ya, di sini aku yang bantu urus aja. Kalau Tante panik, nanti pengantinnya ikutan panik."

Mama Thania melihat ke arah Emily, merasa apa yang dikatakan barusan oleh Felicia ada benarnya, walau dia hanya menemukan wajah santai dan malas-malasan sang calon pengantin.

"Dia nggak kelihatan panik tuh," gerutu Mama Thania walau dia memutuskan untuk keluar dari ruang ganti pengantin itu sebelum dia kembali histeris.

"Siapa yang suruh buat acara seperti ini, waktu itu katanya cuma mau menikah catatan sipil aja, malu ngundang tamu banyak-banyak.." gerutu Emily setelah Mama Thania keluar.

Mama Thania memang pernah mengatakan kalau dia mau pernikahan Teddy dan Emily hanya catatan sipil dan tidak mau mengundang siapa-siapa karena malu. Karena menikah muda dan terburu-buru selalu identik dengan married by accident. Namun kenyataannya wanita paruh baya itu menjadi yang paling sibuk mempersiapkan pesta pernikahan ini. Dimulai dari list undangan, baju pengantin, dekorasi hingga susunan acara. Sementara Teddy dan Emily tidak terlalu peduli, yang membuat Mamanya semakin stress mengurus segalanya sendirian.

Felicia mau tidak mau hanya tersenyum mendengar gerutuan calon istri sahabatnya itu.

"Teddy kan putra satu-satunya Tante sama Om, mereka pasti tetap mau pernikahan Teddy dirayakan dengan layak. Walau Tante Thania suka pedas kalo ngomong, tapi dia nggak pernah punya niat buruk kok."

Emily memperhatikan gadis di hadapannya itu, "You say exactly same words with Teddy."

Felicia memiringkan sedikit kepalanya tidak paham.

"Teddy juga pernah mengatakan Mamanya nggak pernah punya niat buruk kepadaku."

Felicia mengangguk paham.

"Aku selalu iri sama kalian," kata Emily lagi dengan jujur, "hubunganmu dan Teddy maksudnya. Kalian udah saling mengenal sepanjang hidup kalian. Bahkan apa yang ada di pikiran kalian hampir sama."

Emily's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang