2. Jealous With Raspberry Color

44.3K 2.7K 76
                                    

"Gimana Indonesia?" Emily menunggingkan badannya mengambil botol selai raspberry di rak paling bawah kulkas.

Teddy kembali mendapat pemandangan yang sama dengan pemandangan tiga puluh menit lalu di atas wajahnya. Sebelum gadis itu kembali berlari ke kamar mandi. Sebelum gadis itu beringsut turun dari ranjang. Sebelum gadis itu mengerang diatasnya.

"Masih samalah. Still the same old Indonesia." Jawab Teddy seadanya. Karena dia juga tahu, Emily hanya berbasa-basi. Dia tidak pernah peduli dengan apa yang ada di Indonesia dan isinya.

"Kalau masih sama ngapain kamu pulang coba," Emily berkata lebih kepada dirinya sendiri. Dia membuka tutup selai, mengorek isinya yang hanya tinggal sedikit dengan telunjuk dan menjilatinya.

Teddy akan memaki dan mengatai jorok kalau itu bukan Emily. Tapi ini Emily. Emily tidak akan peduli apa yang dikatakan orang lain, termasuk Teddy. Dan saat Emily yang melakukan, efeknya berbeda. Karena kini Teddy juga ingin menjilatinya. Emily maksudnya.

"Aku nggak pulang liburan semester yang lalu, Ems. My mom said she missed me."

"Your mom or your lil princess.." Emily lagi-lagi berbicara kepada dirinya sendiri.

Teddy menarik garis bibirnya. Dia bangkit dari kursi di sebelah meja kecil di dapur dan mendekati Emily.

"Jealous, huh?" Teddy kelihatan menikmati mengawasi ekspresi gadis itu.

"Nope!" Kata Emily cepat masih asik dengan botol selai di tangannya. Jarinya masih dicelupkan masuk ke dalam botol untuk menikmati sisa selai kesukaannya itu.

Teddy berdecak. Dia heran apa sulitnya mengakui bahwa gadis itu memang cemburu.

Teddy tahu siapa yang dimaksud 'lil princess' oleh Emily. Dia membicarakan teman kecil Teddy. Felicia. Mereka pernah bertemu saat Teddy dan Emily sama-sama masih tinggal di Jakarta. Teddy masih SMA dan Emily masih sarjana pengangguran. Felicia si gadis kecil manja yang selalu mengekori Teddy. Dan Emily tidak pernah suka.

Teddy kembali memperhatikan wajah gadis itu. Rambutnya hanya sedikit lebih rapi dibanding saat bangun tadi karena Emily sudah sempat menyisir dengan jemarinya. Terdapat bintik-bintik merah di sekitar hidung dan atas pipinya yang menurut Teddy sangat cantik. Membuatnya selalu ingin mengecup hidung bersemburat merah itu.

Teddy ingat dengan jelas kejadian kemarin sore. Sewaktu dia baru tiba di bandara. Teddy memang mengabari Emily nomor pesawat dan waktu tibanya di California. Tapi Emily tidak mengatakan akan menjemputnya. Namun segera setelah Teddy keluar dari bagian custom, Emily berlari menghampiri Teddy, melompat ke atas tubuh lelaki itu dan menciumi Teddy tanpa henti. Membuat mereka menjadi pusat perhatian di bandara kemarin.

Teddy risih dengan kelakuan Emily yang tidak pernah peduli dengan sekitar.  Walau dia tidak menolaknya. Itu adalah cara Emily-nya menunjukkan kerinduan. Dan Teddy suka itu.

Setelah Emily puas menghabiskan selai favoritnya, perhatiannya kembali kepada Teddy. Matanya melihat sesuatu yang semenjak kemarin sudah disadarinya, namun memang sengaja tidak ditanyakan Emily.

Emily mengernyitkan alis sambil menyentuh ujung bibir Teddy yang luka walau sudah mengering.

"Aku nggak tahu kamu hobi berantem sekarang."

Teddy menghindari ujung jari Emily yang kembali memberikan rasa nyeri. Teddy juga heran kenapa rasa nyeri itu sempat terlupakan waktu tadi pagi atau kemarin malam Emily melakukan french-kiss-nya, bahkan mendudukinya di sana. Mungkin rasa enak lebih mendominasi. Atau mungkin cairan tubuh Emily punya efek penghilang rasa sakit.

"Kamu dihajar siapa sampai begini?" Emily mengulang pertanyaannya karena Teddy belum juga menjawab.

"Pacar Felicia," jawab Teddy jujur dan singkat.

Emily kembali menaikkan satu alisnya. Tatapannya menyelidik sekaligus tidak suka mendengar nama itu disebut. Teddy yakin pikirannya sudah mengembara entah kemana karena kalimat berikutnya yang muncul dari mulut Emily terdengar begitu imajinatif dan absurd.

"Jadi kamu sekarang sudah menyadari perasaan kamu dan berusaha merebut kembali princess kamu itu dari tangan lelaki lain."

Teddy pasti akan tertawa, kalau tidak ingat memang begini cara Emily marah.

Teddy menggeleng.

"Aku nggak ada masalah apa-apa dengannya, Ems. Tapi sepertinya baik aku maupun Felicia punya pacar yang sama-sama cemburuan dengan cara yang nggak masuk akal."

Wajah Emily yang berbintik merah semakin menyemburat merah. Teddy rasa ini ada hubungannya dengan selai raspberry kesukaannya yang tadi dihabiskannya itu. Atau hanya karena Emily terlalu malu bercampur marah.

"Yeah, right!" Emily memutar bola matanya kesal, "jangan samakan aku sama siapapun itu! Dan satu hal lagi, I'm not your girlfriend, Teddy bear."

Oke, dimulai lagi. Pikir Teddy. Emily dan logika tidak masuk akalnya.

"Lalu aku siapa? Someone who licked your pussie everynight? Your french-kiss partner? Your sleeping mate?"

"My room mate, Teddy." Kata Emily tegas.

"Room mate could only be happened for the same gender, Ems. Or else, I'm a gay or you're a butch! But as far as I can remember, I'm getting hard when I kissed you and you're getting wet when I licked yours."

Wajah Emily semakin merah mendengar kalimat vulgar Teddy yang memang sepenuhnya benar. Emily memukul dada telanjang lelaki itu marah.

"Fvck you, Ted!" Emily berjalan menjauh. Dia membanting tubuhnya tengkurap kembali ke atas ranjang dan Teddy bisa melihat kedua belahan pantat itu kembali terpampang di depan kedua matanya.

Dan Teddy sedang mendoktrin kepalanya sendiri dengan bagian tubuh favoritnya itu, bahwa dengan mengalah dia bisa menggigit pantat kenyal itu.

Teddy mendekati Emily dan ikut berbaring di sampingnya. Wajahnya masih semerah raspberry. Teddy semakin curiga wajah Emily semakin mudah merah karena kesukaannya pada buah satu itu. Tapi ini bukan masalah penting sekarang.

"Sorry, my bad." Teddy merangkul punggung Emily. Tangannya sudah mau bergerak semakin turun, tapi Teddy mengingatkan dirinya sendiri.

"Aku seharusnya nggak bicara sekasar itu ke kamu." Lanjut Teddy lagi.

Emily masih terdiam. Tapi ekspresinya mulai santai.

"Forgive me, okay?"

Emily menengok galak, "I'm not jealous!"

Dan Teddy tahu dengan sangat jelas gadis ini cemburu. Emily tidak tersinggung sama sekali dengan semua kata-katanya kasarnya. Emily hanya tidak suka karena Teddy tahu perasaannya yang sebenarnya.

"You are not jealous. Got it!" Teddy mengiyakan.

Dan Emily tersenyum puas penuh kemenangan.

"So, now, can I get a small bite of your ass?" Teddy menurunkan tangannya dan meremas kuat bokong yang sejak tadi berputar-putar liar di kepalanya.

"Grab a big bite."

***

Emily's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang