19. Brand New People

Începe de la început
                                    

Seohyun mendesah frustasi, memegang dahinya. Meski ini musim dingin, ia tetap merasa panas. Beberapa hal hanya tidak berjalan dengan baik. Ravel bahkan tidak mau mendengarkannya. Padahal ia ibunya, dan seharusnya, ialah yang Ravel cari disaat-saat tertentu. Namun Ravel justru lebih menyukai Chanyeol, atau Kyungsoo, atau bahkan Sehun yang dingin sekalipun.

Saat Ravel masih bergelantung di leher Chanyeol erat, saat itulah ia menyadari bahwa Seohyun sudah terlampau lelah hari ini. Chanyeol tersenyum tipis, mengelus punggung Ravel. Ia sepenuhnya mengerti, mengapa Seohyun bersikap seperti itu. Wanita itu pasti akan merasa jenuh dengan tanggung jawabnya yang banyak, yang datang tanpa penyesuaian, tanpa ia sempat belajar. Begitu juga dengan Chanyeol, yang saat memerintah pun masih harus belajar dan diajar oleh pengajar khusus kerajaan.

Belum lagi, Seohyun pasti tidak akan bisa mengabaikan Ravel. Karena pada dasarnya ia memiliki indra tersendiri untuk perduli kepada anak nakal itu. Anak yang memang lahir dari rahimnya sendiri. Anak yang memiliki wajah mirip dengan ayahnya, Chanyeol.

Seohyun menenangkan dirinya dengan cara mulai berduduk di kursi sebelah Chanyeol, menghela nafas sambil memandang jauh ke depan. Ia tidak sadar kalau itu adalah pertama kalinya Chanyeol menatapnya lagi untuk waktu yang lama. Chanyeol seakan ikut merasakan penderitaan wanita itu.

"Hei," panggil Chanyeol pelan. Seohyun menoleh dengan pelan meski tidak mengatakan apapun, dengan sorot wajah yang menyedihkan.

"Istirahatlah hari ini. Aku yang akan mengurus Ravel."

"Aku tidak bisa. Ia akan merepotkanmu. Tugasmu banyak, Yeol."

Chanyeol akan selamanya bingung bagaimana cara Seohyun tumbuh menjadi wanita yang 'lengkap'. Wanita yang kini sudah menjadi istrinya selama lima tahun itu tidak menunjukkan kekurangan yang significant, ia cerdas, berbakat, cantik, bahkan seorang ibu, istri, dan ratu yang baik.

Ia juga tidak mengerti mengapa ia tidak memiliki perasaan tersisa apapun untuk Seohyun, terlepas dari betapa mudahnya wanita itu mendapatkan cinta dari siapapun.

"Father?" tanya Ravel pelan. "Do you love mom?"

"Huh?"

"Do you love her? You keep looking at her."

Chanyeol terdiam, sedangkan Seohyun ikut memandangi Chanyeol untuk menunggu jawaban. Meski sebenarnya Seohyun tahu, jawaban yang sesungguhnya. Ia tahu, karena hingga saat inipun, Chanyeol tidak pernah mencoba menyentuh Seohyun, atau membiarkan wanita itu menyentuhnya.

Mereka hanya melakukannya sekali: 5 tahun lalu, di Hawaii, saat mereka berbulan madu.

"I love her." jawab Chanyeol, mengacak rambut Ravel. "Everyone else does. Including you, right?"

Ravel melirik takut pada Seohyun sekilas, tatapan yang seharusnya tak mungkin dilakukan oleh seorang anak pada ibunya. Ia melirik ayahnya lagi dan bergumam pelan, "Yes, I do."

Senyum Chanyeol mengembang. "Good boy. C'mon, lets eat with dad, shall we?!"

"Yea!!!" jerit Ravel, mengundang senyum kedua orang tuanya. Bagi mereka berdua, Ravel adalah warna dari kehidupan istana yang kelabu. Ravel yang penuh keceriaan, suka membuat masalah yang tidak perlu. Anak itu bahkan kabur pada jam sekolah (ia memiliki 10 guru dari luar Korea untuk mengajarinya di Istana). Ravel sulit berbahasa Korea karena ia lebih sering berbicara dengan orang asing, dan menonton konten asing.

Chanyeol melihat dirinya dalam Ravel. Dan setiap anak kecil itu tertawa, Chanyeol berharap suatu hari ia bisa bahagia dengan wanita ataupun pria pilihannya. Tidak sepertinya, yang seakan terhalang oleh kedudukan, dan tanggung jawab.

.

Baekhyun menyeruput tehnya yang panas sambil melirik ke depan. Luhan melambai ke arahnya, berjalan menghampirinya. Saat tiba di depannya, Luhan segera meletakkan buku ajarnya asal di meja, dan duduk di depan Baekhyun. Ia tersenyum saat Baekhyun sudah memesankan kopi kesukaannya, Americano.

[ChanBaek] Half BeatUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum