#35 - SANTET (FINAL PART)

Start from the beginning
                                    

Mendengar teriakan kang Asep dan warga, teh ratih langsung berbalik badan. Dengan pipi dipenuhi air mata dia berteriak sekencang-kencangnnya sampai kami menutup telinga.

"Bangsaatt kau Asep, baikt !!" teriak teh ratih.

Beberapa warga mencoba menghampiri teh ratih untuk menenangkan, tapi belum sempat mendekat teh ratih berlari kearah dapur dan mengambil parang yang terselip di dinding bilik rumah.

"Kubunuh kalian semua hah.. setannn!!! Kubunuh kalian!!" teriak teh ratih sambil mengacung-ngacungkan parang.

Malam itu benar-benar membuat warga kampung kang Asep gempar. Tidak begitu lama para aparat desa bermunculan, diikuti beberapa warga baru yang mungkin penasaran. Sedangkan teh ratih masih mengamuk dibelakang rumah.

Setelah saya bertanya-tanya mengenai asal-usul jasad yang tergantung itu ternyata namanya adalah pak bulbul. Saya tak menanyakan lebih lanjut bagaimana riwayatnya sampai bisa dia nekat mengakhiri hidupnya.

"Turunkan saja, kasihan pak lurah." Celetuk salah satu warga sambil menunjuk kearah jasad pa bulbul.

"waduhh saya bingung, ini harus lapor polisi dulu atau langsung diturunkan saja mayatnya." Ucap pak lurah sambil garuk-garuk kepala. Mungkin ini kejadian untuk pertama kalinya ia alami selama menjabat jadi kepala desa.

Sedangkan bapak dan saya pergi kebelakang rumah untuk melihat teh ratih yang masih mengamuk. Kali ini teh ratih benar-benar sulit untuk ditenangkan, dengan jalan yang masih tertatih-tatih bapak maju kedepan, berhadap-hadapan langsung dengan teh ratih sementara warga yang lain menyaksikan dibelakang.

"katakan siapa dirimu dan apa yang kamu inginkan ?"

"tanya si keparat itu siapa aku." Jawab teh ratih seraya menunjuk kang Asep.

"bisa kamu letakan dulu parangnnya, kita omongkan ini baik-baik." Kata bapak.

" hah, apa kau bilang, Baik-baik ? sementara bapaku mati gara-gara dia kamu bilang kita harus bicara baik.baik."kata teh ratih dengan nada geram.

Ketika kami sedang bernegoisasi, dari kejauhan tampak seorang pria tengah berlari. Samar-samar aku mengenal sosok itu, dan ketika semakin mendekat saya jadi semakin yakin bahwa pria itu adalah ki merah.

"Iblis jahanam, kau membunuh peliharaanku. Keluar kau dari tubuh wanita itu hadapi aku." Teriak ki merah dengan nada marah.

Malam itu benar-benar gempar, teh ratih yang dihadapi dua pria, bapak dan ki merah disaksikan warga kampung. Sedangkan pak lurah beserta aparaturnya sibuk mengurus mayat pak bulbul.

"kau juga ikut andil dalam kematian bapakku dukun sialan." Ucap teh ratih ketika melihat ki merah.

Tanpa basa-basi teh ratih meloncat ke arah ki merah sembari menyabetkan parang yang dipegangnya. Untung ki merah mengelak dengan gesit, tapi teh ratih tambah kesal dan melancarkan serangan membabi buta. Dan diantara sabetannya yang bertubi-tubi itu akhirnya telak satu sabetan berhasil menghujam beberapa jari ki merah.

Cratt!! Darah muncrat ke tanah, diikuti 3 potong jari yang terlepas dari tangan ki merah. Begitu ki merah tersungkur dan teh ratih hendak meluncurkan sabetan selanjutnya yang mengarah ke kepala, bapa melepaskan tendangan ke tubuh teh ratih hingga ia terpental jauh.

Teh ratih tambah geram, dia segera bangun dan langsung menyerang bapak dengan mengibas-ngibaskan parangnnya tanpa arah tujuan. Tapi belum sempat parang itu mendekati bapa, kini tendangan ki merah telak membuat tubuh teh ratih terpental kembali.

Mungkin karena tak tega melihat istrinya jadi bulan-bulanan kedua pria, kang Asep maju kedepan. Tiba-tiba saja tubuhnya ambruk, kang asep bersujud didepan teh ratih. Dia menangis sembari beberapa kali mengucapkan kata maaf.

RandomCreepypasta [RanCreep]Where stories live. Discover now