#32 - SANTET (PART 6)

1.3K 91 20
                                    

Dua hari berlalu, semenjak obrolan tengah malam dirumah kang Asep. kehidupan kembali normal, walaupun saya belum mengerti untuk standar yang dikatakan normal itu seperti apa. Teh Ratih kembali pulih, kang Asep sedikit demi sedikit kembali menjalankan usahanya yang satu bulan kebelakang sempat terpuruk.
Untuk penjagaan agar tak ada yang kembali lagi mengganggu teh Ratih, bapak melakukan upacara adat yang dinamakan “numbal imah”.

Numbal imah ini semacam kebudayaan lama, yang masih ada dikampung saya. biasanya dilakukan ketika sebuah rumah baru berdiri, atau keluarga yang akan pindah kerumah baru. Menurut kepercayaan penduduk dikampung saya, hal ini dilakukan sebagai tolak bala, agar rumah tersebut terhindar dari marabahaya dan gangguan hal-hal yang tak kasat mata.

Numbal imah bukan sebuah upacara besar, dengan ritual yang aneh-aneh. Hanya menancapkan 4 bambu kuning dengan panjang sekitar 10 centimeter di empat penjuru rumah. Setelah itu dilakukan sukuran dengan mengundang para tetangga untuk melakukan pengajian dengan diakhiri acara makan-makan. Jika dilihat dari sudut pandang sosialnya, mungkin sebenarnya tradisi numbal imah ini hanya untuk merekatkan hubungan silaturahmi sesama warga.

Jangan terlalu berpikir negatif, kami hanya menjalankan tradisi. Menghormati warisan filosofi hidup leluhur terdahulu kami. Karena apapun upacara yang dilakukan hanyalah sebuah cara, ketentuan kita serahkan dan kembalikan pada sang pencipta, yang bagi umat islam seperti kita yaitu alloh subhanawataala.
Saya kira semuanya akan baik-baik saja, namun ternyata manusia memang tak bisa lepas dari masalah. Hingga akhirnya terror yang dialami kang asep kini pindah ke keluarga saya. Yang pertama kali menyadari bahwa keluarga kami sedang diganggu adalah ibu.

Ibu bercerita kepada saya, sebelum akhirnya dia juga bercerita kepada bapa tentang hal-hal aneh yang dialaminya. Kejadian itu diawali ketika kami sedang bakar-bakar sate ayam. 4 ekor ayam broiler dikirim paman saya yang baru saja panen di peternakannya. Sekitar jam 10 malam keluarga saya masih belum tidur, masih asik memanggang tusukan sate dihalaman belakang, dapur lebih tepatnya.

Kebetulan rumah saya memiliki dapur yang terpisah dari bagian rumah. letaknya beberapa meter saja dari rumah. Dapur kami ini tiang-tiangnya terbuat dari kayu, dindingnya dari anyaman bambu atau orang-orang biasa menyebutnya “bilik”. Dengan atap genteng lama yang sudah berwarna coklat. Sebuah dapur yang cukup luas, selain ditempati koleksi perabotan dapur milik ibu disana juga ada bangku berbentuk persegi empat, tempat dimana bisanya kami makan bersama-sama.

Bapak masih sibuk mengipas-ngipas arang agar dagingnya cepat matang, sementara ibu sibuk meracik bumbu kacang. Dan kedua adik perempuan saya tampak lahap menikmati setiap potongan daging empuk berwarna coklat karena terbalut kecap.

“koq bau amis ya pak.” Ucap ibu saya ketika sedang mengolesi daging dengan jeruk nipis dan kecap manis.

“ah, engga. Daging ayamkan baunya ga terlalu bu, ga kaya daging kambing.” Jawab bapak.

“bukan, bukan dari daging pa, dari luar kayanya.” Sambil mengendus-ngendus ibu mencari arah bau berasal.

Karena mendengar ucapan ibu, kami semua ikut mengendus. Tapi jujur kami semua tak mencium bau apapun. Mungkin karena penasaran ibu keluar, mencari sumber bau berasal. Saat keluar ibu melihat sepasang mata hijau, terlihat dibawah pohon rambutan tampak sedang mengawasi. Awalnya dia tidak curiga dan menduga itu seekor kucing, karena mata kucing akan bercahaya ditempat gelap.

mungkin karena ibu kasihan atau mungkin hanya ingin berbagi rejeki saja, ibu melambai-lambaikan satu tusuk sate sambil memanggil-manggil yang ia kira seekor kucing, “puss..puss..puss, sini puss.”

Tapi tampaknya sesosok mata itu tak pernah bergeming dengan ajakan ibu saya, terus menatap tanpa berkedip sedikitpun. Kesal karena panggilannya tidak dihiraukan, ibu melemparkan satu tusuk sate kearah sepasang mata tersebut. Tapi masih tetap tidak bergerak sedikitpun, ibu merasa takut sebenarnya, namun dia lebih memilih diam, kemudian masuk lagi kedapur melanjutkan aktivitasnya tanpa membicarakannya dengan kami.

RandomCreepypasta [RanCreep]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang