#33 - SANTET (PART 7)

1.3K 87 10
                                    

Teh ratih pergi kedalam kamarnya dan dia sembunyi dikolong ranjang, untuk mengusir rasa takutnya. Tapi tiba-tiba dari jendela kamarnya, terdengar suara pelan perempuan. Suara itu begitu halus namun lirih seperti orang kesakitan. “Ratih..Ratih…Ratih…” suara itu terdengar berulang-ulang memanggil nama teh Ratih.
Teh Ratih yang semakin ketakutan dia mencoba menutup telinganya dengan telapak tangan, tapi suara wanita lirih yang awalnya pelan, kini dia terdengar marah. Suara tersebut menggelegar memanggil-manggil nama teh ratih. Suara teriakan perempuan itu dibarengi dengan suara gebrakan tangan yang memukul-mukul kaca jendela.

“astagfiruloh..astagfiruloh..astagfirlohh.” hanya istigfar yang keluar dari mulut teh ratih untuk menghilangkan ketakutannya.

“buka pintu ratihhh!!, keluar kau ratihh!!!” teriak suara perempuan dibalik kaca jendela kamar, yang sosoknya tak terlihat oleh teh ratih.

Ketika kang Asep pulang sekitar jam 3 pagi bersama temannya, merasa curiga karena teh ratih tidak merespon saat pintu diketok-ketok bahkan saat ditelpon pun tidak ada jawaban, tapi suara hp teh ratih didalam rumah terdengar oleh kang Asep. sekitar satu jam tidak ada jawaban juga, kang Asep yang merasa curiga dan khawatir akhirnya mendobrak pintu rumah.

Teh Ratih ditemukan dibawah ranjang dalam keadaan tidak sadar. Tubuhnya dingin dengan wajah pucat bercucuran air mata. Bahkan mulutnya tak bisa berhenti mengucapkan istigfar berkali-kali. Kang asep mencoba menyadarkannya mulai dengan mengguncang-guncangkan tubuhnya, menyiram wajahnya dengan cipratan air, bahkan sampai menampar pipi istrinya itu supaya tersadar.

Mendengar cerita kang Asep, bapak menghela nafas. Entah apa yang harus ia katakan sekarang, tapi bapak tidak meceritakan sedikitpun tentang kejadian ibu yang mengalami terror sama seperti teh Ratih. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya bapak berkata kepada kang Asep bahwa dia tidak bisa lagi membantu kang Asep. kondisi ibu yang sakit dijadikan alasan bapak untuk menolak secara halus kang Asep.

“tolong sekali pa, saya bingung. Saya tidak mengerti hal-hal seperti ini, Cuma bapak harapan saya satu-satunya.” Ucap mas asep dengan nada memohon, matanya tampak berkaca-kaca.

Keputusan bapak sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Saya mengerti sebenarnya alasan bapak menolak kang Asep. yang awalnya bapak kira hanya niat menolong saja, sekarang imbasnya malah kepada keluarga kami. Mungkin bapak sadar dia terlalu jauh ikut campur urusan orang.

Mas asep tidak bisa memaksa keputusan bapak, akhirnya dia pulang dengan tangan hampa. Dari wajahnya kang Asep tampak kecewa, marah mungkin. Tapi saya tak tahu rasa marah dan kesalnya itu ditujukan untuk siapa. Apa kepada bapak yang tidak bisa membantunya lagi atau pada pelaku santet yang telah mengganggu hidupnya itu, saya tak tahu.

Seminggu berlalu, Sedikit demi sedikit ibu saya mulai pulih, beraktifitas seperti biasa. Tapi sepertinya bapak tidak diberi nafas sedikitpun untuk berleha-leha, baru saja dia pulang sholat magrib dari masjid , kang Asep datang lagi kerumah saya. Kali ini dia menangis, bahkan memeluk bapak saya. Dia memohon-mohon agar bapak mau datang kerumah dan membantu istrinya.

Melihat kelakukan kang Asep yang tidak seperti biasanya, menarik perhatian keluarga saya. Disitu ada ibu dan kedua adik saya yang ikut berkumpul di ruang tamu menyaksikan kang Asep yang menangis. Tak tega saya melihat kang asep, bahkan ketika saya melihat ibu matanya ikut berkaca-kaca.

Setelah merasa tenang, dan minum air putih kang Asep mulai bercerita kepada bapak dan juga mungkin kami yang mendengarkan disana. Seminggu yang lalu setelah pulang dari sini, kang asep bergegas mencari orang pintar. Berdasarkan rekomendasi temannya akhirnya ia mendapatkan seorang paranormal, yang berasal dari luar kota subang. Yang tidak akan saya sebutkan kotanya, demi kebaikan bersama agar tidak ada yang tersinggung. Menurut kang Asep si paranormal tersebut datang kerumahnya untuk mengobati teh Ratih dan juga memasang pagar ghoib untuk rumah kang asep agar tidak didatangi lagi makhluk-makhluk aneh. Bahkan menurut kang asep dia membeli semacam keris kecil yang maharnya sangat mahal. demi kebaikan keluarganya waktu itu kang asep tidak memikirkan masalah uang, walaupun ia harus mencatut modal usahanya.

RandomCreepypasta [RanCreep]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang