27. Detik Melambat

728 82 7
                                    

Bersama musim dingin, memulai awal dan akhir dari sebuah perjalanan dan kisah yang tak kan terlupakan.

***

Aroma manis menyeruak memasuki indra penciumannya. Samar-samar dia dapat melihat eternit dengan lukisan zaman renaisance dengan hiasan emas disekitarnya, meski masih sedikit kabur. Kepala yang berdenyut serta kerongkongan yang kering membuatnya hanya bisa terkulai lemas diatas tempat tidur.

Matanya kembali mengatup, otaknya mulai berpikir mengulang semua peristiwa yang baru saja terjadi.

Benar!

Dia ingat semuanya. Pria berkulit hitam dengan tubuh tinggi yang atletis membekapnya tadi malam, membawa ke sebuah tempat yang penuh dengan kegelapan. Pertemuannya dengan Alex Robinson dan kepala yang berdenyut nyeri karena dehidrasi. Lalu apa yang terjadi selanjutnya?.

Kelopak mata itu membuka cepat, mengamati lagi sekelilingnya. Kali ini dengan penglihatan yang lebih jelas dari sebelumnya. Dan anehnya dia mengenali setiap sudut ruangan tempatnya berada, perlahan dia mulai mencoba beranjak duduk tapi sekujur tubuhnya yang kaku membuat gadis itu sedikit kesulitan. Dengan bertumpu pada sisi kanan ranjang, Alqyra berhasil menguasai diri. Meregangkan ototnya yang terasa linu, dia menoleh pada gelas disamping tempat tidur. Ternyata aroma manis berasal dari satu cangkir cokelat panas yang masih mengepulkan asapnya, di sebelah cangkir itu ada segelas air putih. Tangannya terulur untuk mengambil gelas berisi air putih, meneguknya tiga kali. Membuat tubuhnya merasa lebih baik.

"Kau sudah sadar Qyra?." Wajah itu tampak berseri kala menatap wanita didepan sana.

Alqyra hanya menatap datar orang yang baru saja memasuki ruangan itu.
"Jelaskan padaku! Semuanya!" Ucapnya serak, namun penuh perintah. Tangannya bergerak, kembali menaruh gelas itu pada tempat semula.

Alqyra ingat wajah siapa yang dia lihat sebelum kesadarannya hilang. Dan laki-laki itu ada di depannya saat ini.

"Aku butuh penjelasan, Kenan." Ucapnya sekali lagi, lebih lirih dari sebelumnya.

"Kenapa kau ada disana?." Kenan hanya bisa mematung di tempat, tidak ada kata yang keluar dari mulutnya membuat Alqyra kembali berkata.

"Tentu hanya ada satu penjelasan, kau masih merasa kecewa dengan keputusanku menjadi seorang muallaf dan memilih bergabung dengan Alex Robinson untuk membantunya dan menunjukan kepada dunia, apa yang telah Islam lakukan untuk kota ini. Meneror dan membuat masyarakat sekitar resah. Agar aku kembali dan menjadi Alqyra yang dulu. Itu tujuanmu?. Kau salah besar jika berpikir seperti itu. Sadarlah Kenan ... Kau hanya menghancurkan diri sendiri dan orang lain."

"Aku--" Kalimatnya menggantung di udara, tidak sanggup melanjutkan kata selanjutnya. Karena semua yang Alqyra katakan nyaris benar. Jawaban Kenan yang menggantung justru semakin memperkuat opininya, menambah pancaran kekecewaan dari sorot mata biru kehijauan itu.

"Kenapa kau melakukan ini padaku? Alex Robinson, bagaimana kau bisa bergabung dengannya?. Dan apa yang membuat mu bisa membawaku ketempat ini, apakah Alex memberikan mu kuasa untuk itu? Dan apakah diluar sana kaki tangan Alex mengepung rumah ini?."

Kenan berusaha mendekat, laki-laki itu bersimpuh disamping ranjang yang tengah Alqyra tempati. Menatap mata yang memilih mengalihkan perhatiannya pada benda yang ada disekitarnya.

Ja, ich bin ein MuslimKde žijí příběhy. Začni objevovat