25. The Schwarzwald

610 66 0
                                    

Kerasnya hati tidak mampu meluluhkan bekunya ego manusia. Tapi kasih sayang mampu mencairkannya.

***

Media diramaikan oleh seseorang yang baru saja tiba di kantor kejaksaan. Semua berlomba-lomba mengambil gambar sebagus mungkin yang mereka mampu abadikan.

Seluruh stasiun Tv diramaikan oleh pemberitaan,

buronan yang menyerahkan diri.

Pelaku Konspirasi Black Forest tertangkap.

Waktu mengembalikan si pembunuh.

Berbagai selogan mereka sertakan untuk menambah kesan pada pemberitaan yang mereka tayangkan.

"Ini mengerikan ..." Caroline lemas melihat semua pemberitaan yang sangat menyudutkan Mr. Vaughn. Gadis itu merasa miris, sahabatnya menghilang bersamaan dengan ayahnya yang tertangkap.

Amoral yang duduk di sofa depan tv hanya bisa menatap miris tayangan yang tengah ia saksikan. Semua berakhir. Dan wanita itu nyaris putus asa.

"Semua akan kembali pada tempat yang semestinya." Aisye mencoba menenangkan.

Amoral mengangguk, mencoba meyakini apa yang baru saja gadis berjilbab itu katakan, gadis berdarah Turki yang Amoral tahu menjadi sahabat dekat putrinya belum lama ini, mengusap lembut lengannya, mengalirkan kehangatan yang membuat senyum kecil melengkung indah di wajahnya yang terlihat pucat. Dua teman baik Alqyra pagi ini mengunjunginya, menemani setiap keresahan yang semakin membuncah. Detik terasa begitu lama berjalan.

Sementara itu, masyarakat yang sangat antusias memenuhi kantor kejaksaan untuk melihat langsung orang yang dianggap menjadi benalu yang mengganggu sekitarnya.

Kisruh juga kembali terjadi, suara-suara yang menyuarakan tuntutan masyarakat kembali berdengung. Mereka meminta hukuman mati untuk pelaku kejahatan. Terutama Rasis yang semakin menggila dengan keinginannya mengusir para virus yang menjajaki wilayahnya. Pengungsi itu, akan semakin dikucilkan. Dan wanita Jerman akan berpikir dua kali sebelum memutuskan menjadi seorang muallaf. Mengingat para pelaku kriminal itu berasal dari orang-orang beragama Islam. Sebuah moment yang sangat menguntungkan.

"Kerja bagus! Rencana kita berhasil tuan." Felix tersenyum puas menghadap tuannya. Alex hanya menyeringai. Jauh didalam hatinya ada sebuah tekanan besar yang memberontak, mungkin itulah yang disebut nurani. Tapi kebencian itu sudah terlanjur menyelimutinya sangat tebal, sehingga apa pun yang hati kecilnya katakan tidak dapat dia rasakan.

"Semua akan berakhir." Hanya itu kalimat yang Alex katakan.

Membuat Felix sedikit bingung dengan perubahan sikap atasannya, raut wajah yang harusnya terlihat bahagia itu justru terlihat redup. Karena memang selalu sama seperti ini, Alex tidak pernah tersenyum dalam artian yang sesungguhnya. Jika Felix mengira rencana mereka yang berjalan dengan lancar akan membuat Alex tersenyum bahagia, maka dia salah besar.

***

"Kau yakin akan pergi kesana?." Ali tampak tidak setuju dengan ide dari Julian. Karena dia lebih mengkhawatirkan sahabatnya yang mungkin akan tidak baik-baik saja setelah pergi ketempat itu.

"Aku yakin Ali, Julian benar. Akan lebih mudah kita mencari tahu dengan mengunjungi tempat itu langsung."

Julian yang baru saja memanaskan mesin mobilnya menatap aneh kedua sahabat itu.
"Apa ada masalah?." Ucapnya saat melihat ketegangan diwajah keduanya. Tapi Syakhil menampik itu dan segera mengatakan bahwa semua baik-baik saja.

Ja, ich bin ein MuslimWhere stories live. Discover now