7. Lika-Liku Jalan Takdir

1K 93 10
                                    

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir"

(Q.s. Ali Imran[3]: 190)

***

Lenggang ....
Suasana didalam sana begitu sunyi. Sebuah ruangan rumah megah dengan arsitektur abad pertengahan yang kental, begitu luas namun sepi penghuni.

Hanya dentingan jam yang saling bersahutan, menemani seorang lelaki yang tengah menatap tajam selembar foto didepannya. Pancaran mata itu.. begitu tajam, seolah dapat meremukkan siapa saja yang melihatnya. Tatapan penuh kebencian yang sukar untuk dihilangkan. Saat naluri tak lagi berjalan hanya kedengkian yang terpancar dan menutupi semua hal baik yang mendesak untuk menguasai diri, tapi mau bagaimana lagi? Kebencian itu begitu besar dan mengalahkan bisikan malaikat di hatinya.

Lembaran-lembaran foto dan berita koran, terlihat menempel memenuhi sebuah dinding keabu-abuan didepannya.

Wajah tampan itu, menatap satu persatu lembaran yang tertempel di dinding. Genggaman tangannya mengerat, membuat selembar foto ditangan sudah remuk tak berbentuk. Sorot mata tajam itu seolah mengkilap, terlihat mengerikan dengan seulas senyum misteriusnya.

"Semua sudah siap tuan."

***

"Hati-hati Syifa!" ucap seorang gadis dengan scarft keabu-abuan yang ia kenakan.

Halaman luas, dengan merpati yang bertebaran mematuk biji-bijian yang menyebar ditanah memanjakan mata siapa saja yang melihatnya. Di tengahnya seorang gadis kecil tengah berlari kesana kemari dengan riang, tanpa beban dan penuh kebahagiaan. Mengejar merpati dan terkadang menyebar biji gandum disekitarnya, agar burung itu mau mendekat.

Bugh!

Baru saja diperingatkan, hal yang dikawatirkan justru terjadi.

"Syifa!" Ucapnya dengan langkah terburu menghampiri gadis yang sering ia sebut sebagai malaikat tak bersayap.

Suara yang berdebum keras membuat merpati disekitarnya pergi menjauh. Cukup keras dia terjatuh, namun gadis kecil itu tidak menangis, mata bulat khas negri maghribi yang indah seketika menatapnya. Tersenyum amat cantik menunjukan lesung pipit di kedua pipinya. Menyeringai, seolah tidak ada masalah dengan jatuhnya tadi. Tidak semua anak kecil seperti itu, kebanyakan dari mereka akan menangis bukan tersenyum.

"Kau baik-baik saja?"

"Ja! Schwester, aku baik-baik saja."

"Oh lihatlah, tanganmu terluka. Kita obati disana?" Qyra menunjuk sebuah bangku panjang di halaman Islamic Senter, hari Jumat saatnya dia belajar mengaji bersama syekh Abdullah. Dan disinilah, ditempat penuh berkah ini dia belajar banyak hal dari gadis kecil berotak cerdas di hadapannya.

Dia tidak merasa malu harus belajar bersama seorang anak kecil yang bahkan lebih pintar darinya. Bagi Alqyra tidak ada kata terlambat untuk belajar, justru dia senang karena si kecil Syifa memberikan banyak hal positif untuknya. Keceriaan gadis itu mampu membuat suasana hatinya membaik kala masalah menerpa dirinya.

Diusapnya perlahan goresan luka ditangan mungil itu dengan kapas yang telah diberi antiseptik, dengan telaten dia meneteskan obat merah. Tak lupa kasa yang dibalut rapi untuk menutupi luka itu. Beruntung kotak P3K selalu tersedia di tas kecil yang selalu dia bawa.

Ja, ich bin ein MuslimWhere stories live. Discover now