3. Bersama Kesulitan Ada Kemudahan

1.3K 130 21
                                    

Jangan katakan aku sendiri, karena setiap aliran darah yang mengalir melalui nadiku, setiap hembusan nafas yang menguar bersama sedu sedanku,
dan tak lupa setiap tangis dalam sujud malamku
selalu terangkai indah bersama nama Sang Maha Pencipta.

***

Siapa manusia yang bisa bertahan dengan hembusan angin dingin yang menusuk tulangnya?. Disaat setiap orang tengah menghangatkan diri bersama secangkir kopi, Alqyra justru tengah menikmati setiap dingin yang me-ngilukan setiap persendiannya.

Mata hijau cantiknya tertutup oleh kelopak yang mengatup, pertengkaran semalam dengan mutter selalu bersarang di pikirannya.

Keputusannya mengakhiri pertunangan dengan Kenan, membuat api amarah kembali tersulut.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan Qyra?, apa yang harus aku katakan didepan keluarga Mr, Lewis? Kenan pemuda yang baik tapi kau mencampakan-nya? kau sungguh mengecewakan ku! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi!."

Sayup-sayup ucapan Amoral terngiang jelas, membuat keputusannya semakin bulat. Koper besar di samping tubuhnya selalu menemani setiap langkahnya hari ini. Entahlah bahkan akan pergi kemanapun dia tidak tahu.

Pemandangan sungai Spree yang terbentang luas sedikit menenangkan pikirannya, dengan suhu yang mencapai -5 ˚celsius. Membuat mantel tebal yang ia kenakan tak dapat menghalau dinginnya hari.

Seharusnya pemandangan indah sungai Spree terlihat mengagumkan meski di musim dingin sekali pun, di sebelah arah barat laut Tembok Berlin yang bersejarah dan lukisan dinding East Side Gallery yang kini menghiasinya, terlihat berdiri kokoh. Lihatlah Menara TV (Fernsehturm) yang ikonis menjulang dari Alexanderplatz. Serta patung baja setinggi 30 meter di sebelah tenggara Molecule Men di Sungai Spree karya Pematung Amerika Jonathan Borofsky.

semua itu akan terlihat indah, jika saja hatinya tidak sedang dirundung kelabu membuat pemandangan itu tak berarti apa pun.

Segala masalah yang timbul akhir-akhir ini membuatnya rindu akan kasih sayang seorang ayah, ayah yang bahkan belum pernah dilihat olehnya. Mungkin jika ayahnya masih berada disisinya dia akan menjadi orang pertama yang paling bahagia saat putrinya menjadi seorang muallaf, ingin rasanya mencari ayahnya. Tapi bagaimana caranya? Bahkan selembar foto pun dia tak punya.

Satu-satunya hal yang ia ketahui adalah Damian Alger Vaughn, nama ayahnya. Tapi bukankah banyak nama orang yang sama didunia ini?. Yang hanya bisa ia lakukan adalah berdoa kepada Sang Rabbi, untuk dipertemukan kembali dengan ayahnya.

Sama sekali Alqyra tidak membenci mutter. Seorang ibu yang menjaga dan membesarkan putrinya seorang diri, penuh dengan kasih sayang. Tak akan pernah ia membencinya. Dia tahu, hanya butuh waktu mutter dapat menerima keputusan yang ia buat.

Krrring!!

Dering handphone membuyarkan lamunannya, panggilan dari Aisye. Suara lembut dan sarat kekhawatiran yang pertama kali ia dengar dari seberang sana. Membuat gadis itu tersenyum.

"Assalamu'alaikum. Qyra kau dimana? Apa kau baik-baik saja?."

" Wa'alaikumsalam. Aku baik-baik saja Aisye."

"Bagaimana bisa baik? Sekarang kau dimana? Tinggal lah dirumahku, setidaknya untuk sementara."

Aisye menawarkan bantuan, saat tahu sahabatnya pergi dari rumah. Aisye segera menghubunginya, dia tahu saat ini adalah masa tersulit untuk Qyra. Tapi Qyra sama sekali tidak bisa menerima bantuan itu. Dia telah banyak merepotkan Aisye, dia ingin menyelesaikan masalahnya sendiri.

Ja, ich bin ein MuslimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang