10. Alexanderplatz

799 82 0
                                    


Tahukah dirimu?
Meski samudra membentang jarak, walau langit memberi sekat. Tapi kau akan selalu dekat.

***

Sesak dan nyaris putus asa membuat Alqyra hanya bisa memandangi sebuah gedung yang menjulang tinggi di hadapannya ini. AA land, tempat orang baik nan dermawan itu mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Entahlah masih pantas atau tidak gelar dermawan itu disematkan untuknya.

Apa yang baru saja dia baca di berita koran pagi ini, membuatnya cemas. Alex Robinson, pengusaha itu mendadak akan mengambil alih pengungsian yang enam tahun lalu baru dibangun olehnya. Merekonstruksi lahan yang ia jadikan sebagai pengungsian menjadi sebuah tempat perbelanjaan. Membuatnya semakin mengkhawatirkan nasib seluruh pengungsi yang tinggal disana. Bagaimana dengan Naheed, Rumi, Umi Zulaikha dan pengungsi yang lain?.

Dia harus memastikan, pasalnya bukan hanya Umi Zulaikha yang mengatakannya, berita koran itu juga membahas topik yang sama. Dia hanya ingin tahu apa alasan Alex Robinson yang notabenenya penggagas berdirinya rumah pengungsi, tiba-tiba ingin merekonstruksi bangunan itu hanya untuk menambah harta kekayaannya. Sulit dimengerti memang, diantara yayasan sosial yang ia buat kenapa hanya pengungsian yang menjadi masalah.

"Alqyra ... its you?."

Mendengar namanya disebut membuat gadis itu berbalik arah, menatap orang yang sudah cukup lama ia kenal.

"Mr. Lewis?."

Merdu saxsophone mengalun lembut, merasuki telinga. Terlihat seorang pemuda berdasi tengah memainkannya seorang diri, matanya terpejam begitu menghayati sebuah lagu yang dibawakannya. Melodi yang entah apa itu, Qyra sendiri juga tidak tahu sebab dia bukanlah penggemar musik klasik. Namun dari apa yang ia tangkap lagu ini menyiratkan kesedihan di dalamnya. Musik yang cocok untuk menghibur pengunjung restoran Itali bergaya klasik ini, menambah kesan romantis didalamnya. Dulu dia sering berkunjung ketempat ini, bersama seseorang. Seorang anak dari pria yang tengah duduk didepannya.

"Aku tidak menyangka bisa bertemu lagi denganmu, tidakkah kau merindukan ayah?."

Alqyra hanya bisa tersenyum menanggapi. Ia kira Mr. Lewis akan membencinya, namun ternyata tidak. Seorang lelaki paruh baya yang sudah seperti ayahnya sendiri, tak heran beliau menyebut kata ayah, karena memang dulu kata itulah yang selalu dia ucapkan untuk memanggil Mr. Lewis.

"Tentu aku sangat merindukamu. Kau sudah seperti ayahku sendiri Mr. Lewis. Maafkan aku yang telah membuat mu kecewa."

"Batalnya pertunanganmu dan Kenan tidak akan membuat aku membencimu. Kau tetaplah putriku, Qyra. Aku harap jangan pernah sungkan pada ayahmu ini. Tidak ada kata maaf yang perlu kau sampaikan."

Qyra tersenyum senang. Hanya Mr. Lewis yang selalu bisa mengertinya, bahkan pria paruh baya ini mendukung keputusannya menjadi seorang mualaf. Sejak kecil beliau sudah ikut merawatnya, saat ibunya sibuk mengurus butik. Bersama keluarga Mr. Lewislah dia tinggal.

"Apa yang kau lakukan di AA Land? Apa kau akan berbelanja?"
Pertanyaan yang membuat wajahnya kembali murung.

"Bukan ayah, tadinya aku ingin bertemu Alex Robinson. Tapi mereka menolakku."
Menunduk lesu, Qyra sudah tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini. Bagimana menolong saudaranya yang tengah dirundung susah?

"Alex? Untuk apa kau ingin bertemu dengannya."

"Rencana rekonstruksi lahan pengungsi untuk mall apa ayah tahu hal itu?."

"Tentu saja, dia kolega kami dan bahkan dia yang meminta aku merancang bangunan yang akan didirikan disana. Bahkan aku sudah melihat sendiri tempatnya, mencari tahu konstruksi tanah dan kemiringan lahan."

Ja, ich bin ein MuslimWhere stories live. Discover now