16. Cerita Lalu

642 75 2
                                    


Tidak akan ada keabadian,
Yang ada hanyalah kenangan yang membuat semua abadi untuk dikenang.
Satu yang pasti!
hanya satu yang abadi, kekal dan takkan tergantikan meski waktu termakan Zaman. Yang namanya selalu tersimpan di hati
setiap insan.
Dialah ALLAH, Sang Maha Pemberi Kehidupan.

***

Alqyra termenung ditempatnya, didepan sebuah kolam ikan. Ya! Rumah Seera, disanalah dia berada saat ini. Mr. Grisham telah menceritakan semuanya.

Hari itu, ratusan orang berkumpul dalam lingkaran solidaritas antar umat beragama. Mereka melakukan sebuah perkemahan sebagai simbol kebersamaan. Bahwa mereka dapat hidup berdampingan dengan tentram dan rasa persaudaraan yang tinggi.

Pada awalnya semua berjalan lancar, semua orang bahagia dan mereka merasa seperti hidup dalam dimensi dan ruang yang berbeda. Jika demo anti Islam yang biasa berdengung di telinga mereka maka kali ini suara ramah orang disekitar yang mereka dengar, damai rasanya.

Mr. Grisham bercerita banyak tentang hari itu. Wajahnya yang telah penuh oleh kerutan terlihat damai meski dia sadar masalah besar akan menghadang.

Kembali pada malam itu, tepatnya waktu tengah malam. Dimana semua orang sudah meringkuk dibalik selimut tidur dalam tenda masing-masing, saat itu suara tembakan beradu memecah keheningan. Membuat orang-orang disana terperanjat bangun dari tidurnya.

Mereka terkepung, jangankan menyelamatkan diri, keluar dari tenda pun mereka tak bisa. Hanya beberapa orang yang berhasil selamat dalam peristiwa itu, mereka yang selamat adalah orang yang terjaga semalaman suntuk.

Mr. Grisham bercerita saat itu dirinya dan dua orang temannya tengah berada di tepi danau untuk mengambil air, tapi karena suatu hal mereka harus berpencar. Alif dan Damian dua orang teman baiknya, mereka pergi untuk melaksanakan ibadah sholat malam. Sebagai bentuk rasa syukur, karena acara malam itu nyaris berjalan lancar.

Tentu saja mereka tidak tahu, peristiwa apa yang terjadi di campsite sana. Mr. Grish --biasa orang memanggil nya-- bersandar dibawah pohon ditepi danau sambil menunggu kedua temannya kembali.

Cukup lama dia menunggu hingga sayup-sayup bising peluru terdengar olehnya, membuat bulu kuduk pria tua itu meremang saat bau amis darah tercium. Jaraknya saat itu cukup jauh dari perkemahan, tapi dahsyatnya kejadian malam itu hingga bau amis darah menguar ke penjuru arah.

Layaknya orang bodoh, Mr. Ghris terus terpaku di tempatnnya. Dia seperti kaku, otak nya tidak bisa berpikir saat itu. Tak lama suara sepatu yang beradu dengan tanah mendekat kearahnya.

Damian.

Temannya yang satu itu datang seorang diri, tanpa Alif. Sahabat karib mereka. Diantara kedua orang itu dirinyalah yang paling tua, saat itu usianya sudah enam puluh tahun. Usia yang sudah tidak lagi muda, membuatnya tak bisa melakukan apa pun untuk membantu.

Alif telah pergi bertemu Tuhan. Hanya itu yang Damian katakan. Setelahnya tidak ada kata lagi, Grish amat mengerti apa yang tengah Damian rasakan membuat pria tua itu hanya bisa membisu.

Saat mereka kembali. Sepi ...
Tidak ada lagi ramah orang menyambut tawa, hanya tersisa raga tanpa jiwa. Sadar istrinya masih didalam tenda, Ghris segera menyusulnya. Tapi percuma. Istrinya telah pergi bersama ratusan orang lainnya, wanita itu terbujur kaku dan bersimbah darah didalam tenda. Tubuhnya meringkuk dibalik selimut. Entah berapa banyak luka tembak yang dia dapatkan. Pria tua itu terpukul, dia menangis hebat dipelukan jasad istrinya. Sementara Damian, dia diam layaknya robot yang tidak dapat berbuat apapun.

Ja, ich bin ein MuslimWhere stories live. Discover now