26. A Long Day

671 67 18
                                    

Berpacu dengan waktu ...
Semakin lambat detik berjalan semakin cepat adrenalin memuncak. Ketakutan harus dikalahkan bersama dengan sebuah kepercayaan. Yakin dan terus melangkah maju, untuk sebuah tujuan.

***

Ruangan yang semula dipenuhi oleh kegelapan itu sedikit bercahaya. Sinar lampu yang entah berasal dari mana menyelusup masuk melalui sedikit celah di ujung ruangan. Hanya ada keremangan. Dan dia masih seorang diri, tanpa ada orang lain disekitarnya. Bayangan seorang pria bertubuh tegap yang membawanya ketempat ini bahkan tidak terlihat.

Kerongkongannya kering, sementara keringat mengucur semakin deras membuatnya semakin kehilangan pasokan air dalam tubuh. Kepalanya juga sudah mulai berdenyut merasakan udara yang semakin menipis. Seakan dia tengah terpenjara di dalam tanah.

Sementara itu, ditempat lain. Kantor kejaksaan terlihat sibuk terutama setelah mereka kedatangan tamu yang tidak disangka-sangka.

"Guten Tag. (Selamat siang)." Suara lembut seorang wanita menyapanya. Jaksa wanita itu segera duduk di kursinya, mereka tersekat oleh sebuah meja.

"Guten Tag." Jawabnya singkat.

"Mr. Muhammad Vaughn, benar?."

"Panggil saja aku Damian." Ucapnya datar, sedatar air mukanya saat ini. Lebih baik menggunakan nama sebelum dia menjadi seorang muallaf dari pada nama barunya itu. Muhammad, nama depan yang kini dia pakai terlalu indah untuk di gunakaan saat dirinya menjadi orang yang dipersalahkan.

"Baiklah, Mr. Damian apa yang membuat anda menyerahkan diri?."

"Aku bukan datang ketempat ini untuk menyerahkan diri, tapi sebaliknya."

"Maksud anda? Tanpa melakukan persidangan pun anda sudah terbukti bersalah tuan. Bukti-bukti lima tahun yang lalu--"

"Bukti palsu maksud anda? Dan anda salah jika mengatakan lima tahun yang lalu, karena tepat nanti malam adalah enam tahun peristiwa itu terjadi."

Wanita muda itu tampak tidak suka, dengan laki-laki di depannya ini. Pemeriksaan yang dilakukan diruang tertutup itu tidak berlangsung lama saat sebuah panggilan telepon membuat si jaksa wanita harus segera pergi, menemui seorang tamu yang mendesak memintanya bertemu.

***

"Tidak bisa seperti ini." Kalimat itu Syakhil ucapkan saat ketiganya berada dalam mobil, kembali menuju pusat kota.

"Apa maksudmu."

"Alqyra dalam bahaya, tapi kita justru mencari sebuah bukti untuk membebaskan Mr. Vaughn?. Ini gila! Kita ubah rencana!." Syakhil berseru, suatu hal mengganjal persaannya. Dan itu semua karena seorang gadis yang belum kembali sejak semalam. Syakhil lebih mengkhawatirkan gadis itu dari pada mencari sebuah bukti.

"Tidak! Kita tetap pada rencana awal." Julian tetap bersikeras, Ali yang biasanya ikut bicara memilih diam.

"Kau sudah gila? Nyawa Alqyra dalam bahaya."

"Karena itu! Percayalah padaku, ikuti rencana yang telah aku buat maka Alqyra akan selamat."
Syakhil menatap pemuda yang tengah duduk di kursi kemudi itu, mencoba mencari keseriusan disana dan tidak ada kebohongan yang dia dapatkan. Julian sangat yakin dengan apa yang dia katakan, membuat Syakhil mencoba ikut mempercayainya.

Ja, ich bin ein MuslimWhere stories live. Discover now