17. Dersik Meniup Ilalang

672 84 2
                                    


Bening embun membasahi daun,
Lama hilang angan terbayang. Tarian rumput ilalang ikut bergema, bersama dersik yang mengalun indah. Menemani Ilalang menari, menyambut hujan ditengah mentari.

***

Islam Phobia semakin gencar disuarakan. Benar dugaan Syakhil, Demonstran kembali memadati jalanan. Hari ini hampir setengah warga kota melakukan protes karena berita koran yang meresahkan itu. Membuat setiap sudut jalanan di perumahan sepi penghuni.

Banyak Ibu yang melarang anaknya keluar rumah, mereka benar-benar membatasi pergaulan dengan seorang muslim. Dan muslimah semakin sulit bergerak bebas, bahkan pagi tadi berita muslimah yang dilempari telur busuk menjadi berita utama di halaman depan koran. Miris memang, dan sungguh kesabaran diuji saat ini. Krisis moral dan toleransi.

Tapi biarlah...
Satu hari ini Alqyra ingin melepas semua masalah yang tengah ia hadapi. Jeda, mungkin kata itu yang tepat untuk menggambarkan apa yang tengah Alqyra rasakan. Gadis itu melakukan rutinitas mingguannya pada hari Jumat, pengajian di Islamic Senter. Bersama Syifa dan Aisye.

Selesai pengajian, mereka pergi ke sebuah tempat indah bersejarah dikota Berlin. Terutama tempat penting bagi muslim Turki yang singgah di Jerman.

Sehitlik Mosque.

Alqyra terbengong-bengong begitu melihat keindahan masjid ini. Interior khas era Turki Ustmani, tepatnya arsitektur bergaya otoman. Masjid yang dirancang oleh arsitek asal Turki, Hilmi Senalp ini dibangun diantara pemakaman syuhada Turki yang wafat di medan perang saat perang dunia satu dulu. Jalan Columbiadamm, daerah Tempelhof, di tengah Kota Berlin, disanalah mereka berada. Tempat bangunan megah ini berdiri kokoh.

Aisye bercerita panjang lebar mengenai sejarah berdirinya Sehitlik Mosque, sembari berjalan-jalan mengelilingi kompleks masjid.

"Turk Sehitlik Camii, nama asli masjid ini tapi lebih dikenal dengan masjid sehitlik. Kau tahu makna nama Sehitlik?"

"Bukankah itu bahasa Turki?."

"Ya! Benar sekali. Sehitlik berasal dari bahasa Turki yang artinya pemakaman para Syuhada. Sebelum menjadi masjid, tempat ini pernah menjadi tempat pengobatan para tentara Turki yang terlibat perang dunia satu."

"Dan mereka dimakamkan disini?." Alqyra menghentikan langkahnya saat ketiga orang itu sampai di depan hamparan batu nisan.

"Ya! Mereka yang gugur di medan perang dimakamkan ditempat ini. Karena itu masjid ini menjadi salah satu tempat penting bagi muslim Turki di Jerman."

"Tempat ibadah tertua umat muslim di Jerman. Itu salah satu julukan masjid ini Qyra."

Mengangguk mengerti, Alqyra tersenyum senang. Setidaknya hari ini dia menambah wawasan tentang masjid tertua umat muslim di Jerman, bahkan dia tidak tahu ada masjid seindah ini di Berlin. Dan hari ini dia beruntung.

"Schwester! Aku lapar."
Syifa yang sedari tadi hanya diam dalam genggaman tangan Alqyra bersuara. Hari memang sudah siang, wajarlah jika perut keroncongan minta diisi.

"Baiklah kita makan, tapi setelah Shalat Dzhur ya sayang." Ucapan Aisye segera mendapat anggkuan kepala sebagai jawaban.

***

Ja, ich bin ein MuslimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang