5. Black Forest.

1.1K 114 1
                                    

Ajarkanlah aku kesabaran...
Perteguhlah iman serta kebenaran, Ya Allah hanya kepada Enkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah tempat kembali.

***

Sudah hampir enam bulan Qyra menjadi seorang muslim, hari berlalu begitu cepat. Dan selama itu harinya berjalan dengan lancar, meski Mutter masih belum mau menerimanya. Tapi setiap hari Qyra selalu menyempatkan waktu untuk mengunjunginya. Walau pun hanya mengintip dari kejauhan, tapi itu sudah lebih dari cukup.

Dari pagi hingga petang waktunya dihabiskan untuk menjadi koki di kafe halal milik Ali, ya.. butuh waktu tiga bulan untuknya belajar memasak. Dan berkat profesi barunya itu dia dapat membiayai kuliahnya yang sudah hampir selesai. Ali begitu banyak membantu, harinya menjadi berwarna saat ini.

"Kenapa pahit?." Pekik Caroline seraya mengusap bibirnya dengan tisue.

"Itu green tea Carol, bukan lemon tea." Ali memutar bola matanya jengah.

"Ah! Aku tidak suka."

"Makan ini.. itu dapat menghilangkan pahitnya."

"Terima kasih Aisye.. kau memang baik."
Caroline tersenyum melihat pancake madu yang Aisye bawa, sementara Qyra tersenyum di balik tembok penyekat dapur Melihat kedua sahabatnya yang sudah akrab rasanya menyenangkan, ya.. siapa lagi jika bukan Caroline dan Aisye.

"Ekhmm.. dia belum muhrim mu Ali.. ingat itu!." Qyra mengerling jahil pada boss sekaligus sahabatnya, Ali. Satu fakta yang ia tahu belum lama ini jika Ali menaruh hati pada Aisye, lelaki itu memang tidak pernah menceritakannya pada Qyra. Tapi dari cara Ali menatap Aisye sudah tergambar jelas perasaan itu.

"Kau bicara apa Qyra?."

"Ayolah.. akui saja, sudah berapa lama kita saling mengenal Ali?."

Ali hanya menanggapi dengan senyuman, mengambil gelas dan kembali meracik kopi. Sementara Qyra tengah berkutat dengan resep barunya.

"Masaklah yang enak, Syakhil akan kemari untuk mencicipi makanan mu."

Mematung..
Entah hal apa yang membuatnya selalu mematung jika mendengar nama itu disebut. Berbeda dengan Ali yang hanya tersenyum saat Qyra mengetahui perasaan Ali pada Aisye sebagai pengakuan bahwa dugaan Qyra memang benar adanya, Qyra justru hanya diam tertunduk.

"Hei.. apa aku salah bicara."

Menggeleng cepat, Qyra tersenyum pada sahabatnya.
"Aku akan memasak enak, untuk semua orang. Kau tahu Ali? Masakan ku bukan sekedar makanan biasa. Tidak ada yang bisa menyamakannya dimana pun itu, restaurant termahal sekalipun."

"Whoa.. benarkah?."

"Tentu.. masakan ku dibuat dengan istighfar, tahmid dan tasbih disetiap racikannya."

Satu kebiasaan baru yang Qyra lakukan, saat ia mendengar kisah penjual roti dan Imam Ahmad bin Hambal yang pernah syekh Abdullah ceritakan di Islamic Senter.

"Aku tahu.. Kau meniru si penjual roti yang akhirnya bertemu Imam Ahmad bin Hambal. Aku pernah mendengarnya."

"Ya.. si penjual roti yang selalu berdzikir disetiap tindakannya. Yang doanya selalu terkabul, aku memang menirunya Ali."

Ja, ich bin ein MuslimWhere stories live. Discover now