Part 3

120K 3.1K 23
                                    

Author P.O.V

Sella melangkahkan kakinya di koridor sekolah. Matanya menyusuri sekitar, memandang para murid yang sibuk dengan pembicaraan mereka masing-masing—ada beberapa dari mereka bahkan sibuk membahas apa yang akan mereka hadapi saat ujian nanti.

Ya, hari ini adalah hari pertama dirinya menjalani Ujian Nasional. Sella sendiri bersyukur karena ia masih diberikan waktu untuk belajar—setidaknya, ia masih memiliki waktu untuk menyiapkan mentalnya menghadapi soal-soal ujian nanti.

Walaupun Sella masuk dalam kategori murid pintar, ia tetap membutuhkan belajar. Sering sekali Sella tiba-tiba saja mengalami blank saat mengerjakan suatu soal, dan hal itu membuat dirinya mendapat nilai yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Dan dalam ujian yang akan menentukan nilai kelulusannya nanti, Sella tidak mau kejadian itu sampai terulang—jangan sampai!

"Sella!"

Mendengar namanya dipanggil, Sella menghentikan langkah dan menoleh. Ia tersenyum simpul saat melihat sosok yang tengah berlari kecil ke arahnya.

"Hai, Bells," sapa Sella.

Ananda Bellarian—sahabat kecil Sella dan juga seseorang yang selalu menjadi teman sebangkunya semasa mereka bersekolah. Sella sendiri tidak mengerti kenapa dirinya dan Bella seperti saudari kembar yang tak pernah bisa dipisahkan. Mereka selalu masuk ke sekolah yang sama, di kelas yang sama, dan tempat duduk yang sama.

Karena mereka yang selalu kemana-mana berdua, hal itu membuat teman-teman di sekolah mereka menjadi curiga. Bahkan, sampai ada yang beranggapan jika mereka berdua adalah sepasang kekasih.

Menanggapi hal itu, dari Sella maupun Bella hanya tertawa. Mereka tidak mau pusing-pusing memikirkan hal yang tidak penting. Yah, sebenarnya memang wajar jika mereka dianggap seperti sepasang kekasih—dari Sella maupun Bella, keduanya masih sama-sama single, alias tidak memiliki pacar.

Sebenarnya alasan mereka tidak ingin berpacaran terlebih dahulu adalah karena mereka ingin fokus terhadap nilai mereka—mereka ingin masuk ke universitas terbaik. Jadi, tentu saja, walaupun banyak cowok yang mendekat, itu tak dapat mengganggu mereka sama sekali.

"Selesai ujian mau kemana?" tanya Bella sembari mensejajarkan langkahnya dengan Sella menuju ruang ujian.

Kali ini mereka tidak berada dalam ruangan yang sama, namun tetap saja ruang ujian mereka bersebelahan.

Sella mengernyit, terlihat bingung. "Nggak tau mau kemana," jawabnya. Cewek itu kemudian memandang Bella. "Lo sendiri mau kemana?"

Bella mengedikkan bahu. "Sama, gue juga nggak tau mau kemana, bingung." Ia memberikan cengirannya. "Ah! Mending kita tanya Hanzel sama Aldo aja, yuk!" usulnya.

Sella mengangguk untuk jawaban.

Sosok yang baru saja mereka bicarakan tiba-tiba muncul dari kerumunan murid. Dua cowok dengan paras tampan yang mampu membuat para murid cewek tidak bisa memalingkan pandangan mereka itu kini berjalan mendekat.

"Hanzel! Aldo!"

Sella melambaikan tangannya, memberi tanda untuk mendekat.

"Hai, Bel, Sel," sapa kedua cowok itu saat sudah berada di hadapan Sella dan Bella.

Sella memberikan cengiran sebagai balasan, sedangkan Bella melambaikan tangan sembari memainkan alisnya naik turun.

Hanzel dan Aldo adalah sahabat mereka berdua. Dulu, saat pertama kali masuk ke SMA ini, keempatnya berada di kelas yang sama. Mereka hanya menghabiskan satu tahun berada di kelas yang sama, setelahnya Hanzel dan Aldo berpisah dengan Sella dan Bella.

Meskipun begitu, keempatnya masih menjalin persahabatan—hingga saat ini. Tentu saja persahabatan mereka berempat membuat siapa saja iri. Sella dan Bella dengan paras yang cantik, Hanzel dan Aldo dengan paras yang tampan. Siapa yang tidak iri dengan mereka?

Mereka seperti dua pasang kekasih yang selalu pergi kemana-mana bersama.

"Kalian mau kemana?" tanya Aldo.

"Ke kelas," jawab Bella.

Kini, gantian Sella yang memberikan pertanyaan. "Kalian sendiri mau kemana?"

"Ke kelas lo," jawab Hanzel dan Aldo kompak.

Sella dan Bella sama-sama terkekeh. Sudah bukan hal baru bagi keduanya mendengar Hanzel dan Aldo mengucapkan kata atau kalimat yang sama secara bersamaan. Dua cowok ini seperti anak kembar.

"Ya udah, ke kelas gue yuk," ajak Sella yang langsung disetujui oleh ketiganya.

Jam masih menunjukkan pukul 07.00, yang artinya mereka masih memiliki waktu satu jam lagi untuk kembali belajar atau sekadar mengobrol satu sama lain.

Hanzel dan Aldo menempatkan diri mereka di kursi yang berada tepat di hadapan tempat Sella duduk. Kedua cowok itu membalik tubuh mereka menghadap belakang agar bisa berhadapan langsung dengan Sella dan Bella.

"Kalian nggak ada yang belajar lagi?" tanya Sella sembari mengeluarkan gawainya.

Bella dan Aldo menggeleng bersamaan sebagai jawaban.

"Nggak, gue kan udah pinter," jawab Hanzel dengan wajah angkuh.

Sella yang mendengar jawaban itu mendongak, menatap Hanzel yang kini sedang memberikan smirk pada dirinya dengan tatapan bengis. "Najis! Sok bilang udah pinter tau-tau remed," cibirnya.

Sebenarnya, kepintaran Hanzel sendiripun tidak perlu dipungkiri. Hanzel menjadi juara di kelasnya, sama seperti Sella. Cowok itu selalu unggul dalam hal pelajaran, walau terkadang Hanzel bersikap pura-pura bodoh dengan dalih bosan menjadi juara kelas.

Kadang, Sella ingin sekali menyumpal mulut Hanzel yang selalu berkata sombong itu. Tapi ia kembali berpikir, itu hanya akan membuang-buang waktu dan tenaganya. Jadi, setiap kali Hanzel mengeluarkan kalimat yang menyombongkan diri, Sella hanya diam atau menjawab sekenanya—mungkin Bella atau Aldo akan menimpali sesekali, dan setelahnya berujung dengan mereka bertiga ribut.

"E-eh! Ucapan adalah doa, ya! Jangan sembarangan ngomong," ucap Hanzel panik.

Kali ini, Hanzel benar-benar panik. Pasalnya, ini Ujian Nasional, bukan ujian harian atau ujian semester seperti biasa. Ujian ini yang akan menentukan apakah Hanzel masuk ke universitas yang ia inginkan, atau justru ia gagal masuk ke universitas itu—bisa jadi juga Hanzel justru tidak lulus dalam ujian ini.

"Ih! Amit-amit banget kalau sampai gue nggak lulus!" Hanzel bergidik ngeri.

Sella terbahak melihat Hanzel yang terlihat takut. "Makanya, jangan sombong!"

"Oh iya," Aldo membuka pembicaraan setelah keempatnya terdiam untuk sesaat. "Kalian setelah ujian selesai mau kemana?"

Sella dan Bella saling lirik. "Nggak tau," jawab keduanya kompak.

Hanzel menjentikkan jari. "Gimana kalau kita semua ke Puncak?" usulnya. "Kalau di Puncak itu kan enak, lumayan juga kita jalan-jalan di sana sekaligus ngilangin penat setelah ujian," lanjutnya.

"Setuju!" Sella dan Bella berseru kompak. Dari awal, memang keduanya sudah memiliki rencana untuk bertanya kemana dua cowok ini akan pergi setelah ujian, kan? Untung saja Hanzel memberikan usul yang cukup menggiurkan.

"Ajak Bang Bian, Sel," ucap Aldo.

Sella mengangguk. "Nanti gue coba ajak Abang, siapa tau dia mau ajak teman-temannya dia yang lain, jadi ramai," katanya.

"Nah, gini dong ... tadi gue sama Sella bingung habis ujian mau kemana, untung ada kalian berdua yang ngasih usulan." Bella memberikan cengirannya.

"Ya udah ... berarti setelah ujian selesai kita pergi ke Puncak,  ya? Nanti biar gue yang urus soal villa dan lainnya—"

"Kalau soal villa, gue 'kan ada villa pribadi. Nanti tinggal bicarain sama Bang Bian aja soal akomondasi, yang lainnya baru kita urus sama-sama," ucap Sella memotong perkataan Hanzel.

Hanzel mengangguk, menyetujui usulan itu. "Oke."

"Udah, yuk. Bentar lagi bel masuk, balik ke kelas," Aldo berdiri dari duduknya. Cowok itu menatap Hanzel dan Bella yang sedang menyampirkan tas di bahu.

"Sampai ketemu nanti!" []

Beautiful DisasterWhere stories live. Discover now