Aurora - 20

45.2K 7.8K 890
                                    

Gue berusaha melupakan kesedihan ini. Bryan sudah mencoba bersikap seromantis ini, mana mungkin gue memperlihatkan wajah kusut? Satu hal lagi, gue jadi nggak tega bilang ke dia soal rumor hari ini. Gue sangat tahu diri kalau ini bukan saat yang tepat. Gue nggak mau menghancurkan romantisme ini.

Harusnya gue duduk berhadapan dengan dia. Tapi gue menghindar dan memilih duduk bersebelahan. Gue nggak mau kami bertatapan lama yang membuat dia sadar kalau gue habis menangis.

"Bagaimana? Kau suka Everland? Senang?" tanya Bryan menuangkan minuman beralkohol itu ke gelas gue.

"Capek," jawab gue singkat.

"Kalau begitu minum dulu," kata dia menyodorkan minuman.

"Aku tidak minum alkohol," sahut gue pelan.

"Eh??? Kenapa baru bilang???" kaget Bryan.

"Kau tidak pernah bertanya," jawab gue.

"Ya sudah. Aku ambilkan jus apel saja." Bryan beranjak ke dapur, lalu kembali dengan segelas minuman apel yang warnanya nggak jauh berbeda sama warna minuman beralkohol yang gue tolak tadi. Da tersenyum. "Nah, minumlah."

Gue tersenyum hambar, lalu meneguk jus apel itu. Oh ya, soal minuman alkohol tadi, gue sama sekali nggak berpikiran buruk soal Bryan. Minuman itu biasa bagi orang Korea Selatan yang sudah dewasa. Sedangkan bagi gue, itulah adalah hal yang luar biasa karena hidup kelewat lurus.

"Terima kasih," ucap gue singkat lalu meletakkan gelas itu di meja.

Bryan tersenyum sambil merapikan rambut gue.

"Kau terlihat kacau. Pasti kau sangat bersenang-senang di Everland. Matamu sampai merah begitu," kata dia yang membuat gue sedih lagi.

"Kau sudah membuka internet hari ini?" tanya gue hati-hati.

"Belum. Ada berita apa memangnya?" heran Bryan menurunkan tangannya dari rambut gue.

Gue menarik napas panjang. Berat buat gue mengatakan ini. Tapi itu lebih baik daripada Bryan mendengar rumor dari orang lain atau media. Pasti mereka akan menambahkan bumbu ini itu agar terlihat lebih panas.

"Seseorang yang diduga idol sedang dating di Everland," jawab gue lirih.

Bryan terdiam. Gue menggigit bibir. Itu baru rumor pembuka. Belum di masalah utama yang sejak tadi bikin gue ketakutan setengah mati.

"Maksudnya... Sean dan kau?" Bryan berusaha memperjelas maksud gue.

Gue mengangguk yang membuat wajah Bryan mendung. Seketika gue kembali dihantui perasaan bersalah. Gue menunduk dalam diam dan hanya bisa menunggu kata-kata dia untuk merespon masalah ini.

Bryan menghela napas sambil mengambil sepotong strawberry cake. "Padahal sudah pakai masker, topi, dan pakaian tertutup. Ternyata masih saja kena rumor."

Seketika gue menatap wajahnya.

"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Bryan.

"Kau tidak marah?" tanya gue ragu-ragu.

"Marah? Aku ingin marah. Aku juga cemburu. Tapi...." Bryan menggantungkan kalimatnya, lalu menyodorkan kue ke mulut gue. Gue pun menggigit kue itu.

"Tidak sepantasnya aku marah. Kau dan Sean kan pergi atas seizinku. Lagipula faktanya, kau milikku. Jadi biarkan rumor itu tetap jadi sebuah rumor. Tidak usah ditanggapi."

Gue mengunyah kue dalam diam. Satu masalah terlewati dengan mudah. Tapi ada masalah kedua yang bikin gue nggak yakin. Entahlah, perasaan gue buruk.

"Aku jadi memikirkan sesuatu," kata Bryan kembali menyodorkan kue ke gue.

"Apa?" tanya gue sebelum mengunyah kue.

"Terlalu cepat tidak kalau aku meminta agensi untuk mengumumkan hubungan kita?"

"UHUKKK!!!"

Gue tersedak dan segera menyambar minuman. Gue memaksa minum sekali teguk meski di kerongkongan gue rasanya panas. Setelah itu, gue menatap Bryan dengan mata mendelik dan pipi memerah.

"Aku belum siap!"

"Uhm.... Aurora...."

"Aku tahu maksudmu baik. Tapi aku belajar dari hubunganmu dengan Kimmy dulu. Fans-mu itu luar biasa ganas! Kimmy yang artis saja kena bully, apalagi aku!" cerocos gue berusaha menjelaskan.

"Aurora Titania." Bryan mendadak menyebut nama lengkap gue yang menandakan dia minta perhatian gue untuk hal yang serius.

Gue terdiam.

"Dengarkan aku," kata Bryan dengan wajah serius.

Gue mengerjap. Bryan mengambil gelas yang isinya tandas gue minum saat tersedak. Dia mengendus aroma dari gelas itu. Lalu dia menunjukkan gelas itu ke gue.

"Kau salah ambil. Yang kau minum tadi alkohol," ucap Bryan.

"HAH?!" Mata gue melotot semelotot-melototnya. Gue menyambar gelas itu dan mengendus isinya. Seketika badan gue lemas.

"Kau baik-baik saja?" tanya Bryan khawatir yang nggak gue jawab. Gue terdiam. Gue nggak tahu ini hanya sugesti atau memang efek dari minuman beralkohol. Tapi yang pasti, kepala gue mulai berat.

"Aurora...." Bryan menepuk pipi gue.

Gue menyipitkan mata karena semakin lama kepala gue semakin berat. Gue pusing. Pantas saja kerongkongan gue panas dan seperti terbakar. Nggak heran rasanya jadi berbeda. Ternyata gue salah ambil.

"Astaga. Wajahmu mulai merah. Kau pusing?" Bryan mulai panik.

Gue mengangguk dan masih berusaha sadar. Tapi makin lama gue merasa kewarasan gue makin di ambang batas kritis....

—bersambung

Fangirl TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang