Aurora - 3

82.9K 10.7K 1.7K
                                    

"Aurora?" tanya Sean menunjuk gue.

"Ah! Iya! Kau Au-ya, kan?!" heboh Loey ikut menunjuk gue.

Sesaat gue terkesima. Sean dan Loey tahu nama gue itu sama sekali nggak pernah ada dalam imajinasi gue. Ah! Bisa jadi Bryan memang sudah banyak cerita soal asisten barunya-alias gue-ke mereka.

Gue mengangguk cepat. "Silakan masuk."

Melihat Sean dan Loey secara langsung seperti ini membuat gue terbengong-bengong. Mata gue nyaris nggak berkedip dan gue semakin yakin kalau image gue di mata Bryan akan semakin udik. Ah! Gue nggak udik. Gue hanya melakukan tugas gue sebagai fangirl dengan baik yaitu terpesona melihat wajah idola sedekat ini.

Sean dan Loey melangkahkan kakinya dan duduk di sofa. Oh ya, tolong garis bawahi juga. Selain jadi yang termuda, Sean adalah anggota tertampan versi gue. Gue nggak ngerti lagi sama ketampanan dia yang sudah nggak manusiawi. Dilihat dari segala sudut, tetap saja tampan. Kalau perlu kata "TAMPAN"nya, gue capslock, bold, italic, underline lalu gue tebalkan lagi menggunakan stabilo. Kurang mantap apa coba?

"Rencana kita jadi, kan?" tanya Sean ke Bryan.

"Harus!"

"Maaf, permisi," sela gue yang membuat ketiganya menoleh.

"Mau minum apa?" tawar gue dengan senyum terbaik.

"Senyummu lebar sekali. Hati-hati, bibirmu bisa robek," sindir Bryan yang seketika membuat senyum di wajah gue lenyap.

"Apa saja," jawab Loey ramah.

"Baiklah," kata gue beranjak ke dapur dan segera kembali dengan tiga kaleng cola. Setelah meletakkan minuman itu, gue melirik ke sofa. Kaset yang gue beli tadi masih ada di sana. Gue jadi curiga, jangan-jangan mereka berencana untuk menonton film itu? Kalau iya, ini adalah pertanda buruk bagi gue! Gue satu-satunya cewek dan sepertinya ini pertanda kalau gue harus segera enyah dari apartemen ini!

Dengan sedikit ragu, gue menghampiri ketiga cowok itu.

"Bryan," ucap gue sopan.

"Ada apa?" tanya dia.

"Aku boleh pulang?"

"Tidak. Kau harus ikut bersamaku. Kau kan asistenku," tolak Bryan mentah-mentah. Sontak mata gue melebar.

"Kami mau main bilyar. Mumpung sedang tidak ada schedule," sambung Loey yang membuat bibir gue membulat.

"Ohhh...."

Sean tersenyum. "Mau ikut???"

"Kalau Bryan mengizinkan, aku ikut," jawab gue sok diplomatis. Padahal hati gue sudah menjerit-jerit ingin ikut. Tapi kembali lagi, gue harus mengontrol perasaan ini.

"Aku memang mengajakmu. Jadi kau harus ikut," sambar Bryan cepat.

"Oh.... Baiklah," angguk gue masih berlagak menjaga image.

Sean menyodorkan masker ke gue. "Pakai ini."

"Buat apa?" heran gue. "Aku kan bukan artis."

"Kau tahu kan banyak fans yang suka membuntuti? Aku tidak mau kau diserang mereka. Setidaknya, amankan wajahmu," sahut Sean yang membuat gue meleleh.

"Ah! Itu benar. Ada beberapa fans yang kurang dewasa dan suka melakukan bully pada wanita yang dekat dengan kami. Aku tidak bermaksud menakut-nakuti. Aku hanya ingin kau berhati-hati, Au-ya," sambung Loey yang sama sekali nggak membantu. Walaupun dia bilang nggak bermaksud menakut-nakuti, tapi tetap saja membuat gue kepikiran.

Fangirl TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang