Aurora - 8

66.6K 9.2K 1.7K
                                    

"Hhhh...," desah gue keluar kamar.

Perut gue keroncongan. Gue pun segera ke dapur untuk mencari sesuap makanan di kulkas. Gue mencomot pisang sebelum berjalan lagi ke kamar. Tiba-tiba ada pesan masuk. Ketika membaca nama Bryan, rasanya jantung gue akan bersalto karena terlalu berdebar. Gue segera menghabiskan pisang sebelum membaca pesan singkat dari dia.

"Au, sudah tidur? Sean dan Loey akan menginap di apartemen. Kalau kau masih bangun, bereskan kamar yang satu lagi. Kuncinya ada di laci kamarku," baca gue.

Gue menatap jam di layar ponsel. Tadi di mimpi gue sih masih jam sepuluh teng. Eh, ternyata di dunia nyata udah jam dua belas malem. Terus ngapain Lisa nelpon gue jam segitu?! Nggak ngerti lagi gue sama tuh mahluk betina! Sengaja banget deh gangguin gue!

Gue segera mengetik balasan buat Bryan.

"Iya," gumam gue.

Nggak lama kemudian, ada balesan pesan dari Bryan.

From : Bryan
Message :
Kau memang masih bangun atau pesanku mengganggu tidurmu? Jangan terlalu sering begadang. Nanti kulitmu cepat keriput.
Reply

Ini kenapa sih majikan gue perhatian banget?! Jadi tambah baper kan gue....

To : Bryan
Message :
Aku masih bangun. Iya. Terima kasih sarannya.
Send

Setelah mengirim pesan dan meletakkan ponsel, gue bengong sebentar. Lalu....

"Aaarrrghhh!!!" Gue berteriak frustasi sambil mengacak rambut.

Hhhhh....

Bryan.... Lo nggak tau ya kalo perhatian lo barusan bikin gue bener-bener semakin berharap??? Gue tuh udah berusaha menanamkan pikiran kalo gue cuma kerak nasi gosong di mata elo. Tapi elo selalu sukses bikin pikiran yang susah payah gue bangun itu ambles.

Andai gue bisa teriakin isi hati gue tepat di depan dia.

Andai aja....

Tapi kayaknya mustahil bin mimpi. Bicara di depan dia aja gue kaku. Kalau berdiri di hadapan dia, gue merasa kemampuan berkomunikasi gue mendadak turun derajat. Nggak hanya face to face, bahkan sekadar di pesan seperti ini pun, gue merasa jadi rambut yang di-hair spray. Kaku.

Gue menghela napas, lalu segera melangkah ke kamar yang dimaksud Bryan untuk melaksanakan misi membersihkan kamar. Gue pun membuka kamar itu dan menyalakan lampu. Di sini pengap dan kotor.

"Ugh! Debunya banyak banget," keluh gue.

Entah sudah berapa lama kamar ini nggak terpakai. Menurut gue sih, mau dipakai atau enggak, harusnya kamar ini tetap dibersihkan. Toh ada gue kan yang kan menjamin kebersihan apartemen dia. Tapi kenapa dia nggak pernah minta ke gue untuk melakukan itu?

Gue mulai melakukan tugas mulia itu. Semua sarang laba-laba dan debu gue bersihkan. Tiba-tiba mata gue tertumbuk ke satu foto berbingkai lucu di atas meja. Bingkai fotonya berdebu, tapi gue masih bisa melihat dengan jelas siapa yang ada di foto itu.

Dada gue sesak....

Walaupun hanya lewat foto, baru kali ini gue liat dengan mata kepala sendiri gimana kedekatan Bryan dan Kimmy.

Ya Tuhan.... Sakit. Sakiiiit banget.

Gue merogoh ponsel di saku dengan dada nyeri. Gue mungkin udah gila, tapi gue mau menghubungi Bryan. Gue harap, dia masih break latihan dan bisa menjawab panggilan dari gue.

"Halo. Ada apa, Aurora?" sapa dia.

Gue menarik napas dalam-dalam.

"Fotomu dan Kimmy tetap aku letakkan di kamar atau di laci?" tanya gue pelan.

Demi kerang ajaib Patrick, itu adalah pertanyaan yang sangat enggak penting. Tapi gue nggak peduli. Hati gue terlanjur sesak dan gue nggak bisa berpikir jernih!

Bryan terdiam.

"Bryan.... Apa tidak masalah jika Sean dan Loey melihat foto ini?" ulang gue.

Itu cuma pengalihan isu. Yang jadi masalah sebenarnya adalah hati gue....

"Foto itu.... Kalau kau suka, simpan saja," sahut dia yang membuat gue melotot.

Lo udah gila, Bryan?! Gue masih waras! Ya kali gue simpen foto orang yang gue cinta sama mantannya!!! Sarap! Gue memaki-maki majikan gue dalam hati.

"Tapi aku tahu kau tidak akan mungkin suka. Jadi buang saja," lanjut dia yang langsung memutarbalikkan perasaan gue dengan sangat cepat. Makian gue yang belum sempat keluar itu langsung tertelan lagi.

"Kau yakin akan membuang ini?" tanya gue memastikan.

"Kau jawab sesuai isi hatimu. Itu jawabanku," sahut dia terdengar diplomatis. "Sudah ya. Aku harus latihan lagi."

Klik. Seperti biasanya, dia mengakhiri panggilan begitu saja.

Gue masih terngiang-ngiang dan berusaha mencerna kalimat itu. Semakin gue cerna, gue semakin kepikiran.

Bryan tau kalo gue suka sama dia???

🍃🍃🍃

Gue jadi nggak bisa tidur setelah membersihkan kamar itu. Sampai akhirnya sekitar setengah jam kemudian pintu apartemen mendadak terbuka. Tiga orang cowok menawan memasuki apartemen dengan penuh pesona di mata gue. Di mata gue, mereka berjalan dengan slow motion dan efek bercahaya. Lalu ada angin sepoi-sepoi yang menerbangkan rambut Bryan dan Sean dengan lembut serta elegan. Oh ya! Jangan lupa suara "lalalala" seperti yang ada di film India. Belum lagi cara Sean tersenyum yang membuat tulang kaki gue terasa rontok. Luruh ke inti bumi.

"Hai," sapa Sean ramah.

"Masih belum tidur?" tanya Bryan dengan kening mengernyit.

"Ah! Itu ... aku menunggu kalian," balas gue.

"Au-ya, rambutku bagus tidak?" tanya Loey seraya melepas topi.

"Anjir!!!" seru gue keceplosan saat melihat warna rambutnya yang seperti permen kapas. Terlihat lembut dan manis.

"Anjir?!" tanya Loey bingung.

"Apa itu pujian dalam bahasamu?" Sean menyahut dengan wajah polos.

"Ah iya! Itu pujian. Hahaha!" tukas gue cepet sambil tertawa garing. Nggak mungkin kan gue bilang itu umpatan?!

"Hahaha! Bagaimana rambutku?! Bagus, kan?! Anjir sekali, kan??!!!" girang Loey yang membuat gue siaga satu. Kalo sampe dia keceplosan ngomong "anjir" pas konser di Jakarta, gue belum siap jadi tersangka.

"Sangat bagus. Keren!" jawab gue mengacungkan jempol.

"Au, kamarnya sudah siap, kan?" tanya Bryan tiba-tiba.

"Sudah! Sudah beres!"

"Ah, aku mau tidur," kata Sean berniat menerobos ke kamar yang telah gue bersihkan. Tapi ketika dia melewati gue, dia berhenti sebentar dan menatap gue.

"Au," senyum dia yang kembali membuat gue meleleh.

"Iya? Ada yang bisa kubantu?"

Sean menggeleng. "Kau cantik pakai piyama itu."

DDANG!!!

Mati gueeee!!! Gue dipuji Sean woy!!! Dipuji Sean!!!

Muka gue merah padam. Gue berusaha menguasai diri.

"Terima kasih," ucap gue.

"Sean. Cepat ke kamarmu," sela Bryan menganggu keromantisan gue dan Sean. Wajah dia mendadak masam.

Sean mengangkat bahu sebelum berjalan ke kamar. Ternyata nggak cuma Sean, kali ini Loey juga berhenti di depan gue dengan senyum yang ... alamakkkk! Rasanya gue mau pingsan! Dia mengacungkan jempol ke gue.

"Au-ya, kau anjir sekali," ucap dia yang membuat gue ingin membenturkan kepala ke tembok. Sepertinya besok gue harus klarifikasi ke Loey soal makna kata "anjir".

-Bersambung

Fangirl TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang