Aurora - 1

186K 14.2K 1K
                                    

Sedetik pun nggak pernah terlintas dalam benak kalau gue akan berada di titik ini. Titik di mana gue mungkin akan jadi sasaran kedengkian penggemar lain-seandainya mereka tahu. Rasanya baru kemarin gue merasakan kepahitan karena berkali-kali gagal lolos seleksi beasiswa. Tapi saat ini, kepahitan itu seolah menjelma pelan menjadi butiran kebahagiaan yang justru membuat gue gugup setengah mati.

Bagaimana gue nggak gugup?

Coba bayangkan seandainya kalian berada dalam posisi gue. Saat ini gue berdiri dengan kaku di depan Bryan Byun. Kalau kalian pikir alasan kegugupan gue hanya karena dia tampan, menawan, dan menggemaskan, maka biarkan gue meneriakkan sekencang-kencangnya ke telinga kalian.

Lebih dari itu, gue sangat mengidolakan sosok seorang Bryan Byun. Gue adalah penggemarnya. Kabar gembiranya, selangkah lagi gue diterima untuk kerja part time di apartemen dia! Untuk saat ini, tolong biarkan gue mendeklarasikan diri sebagai penggemar yang paling beruntung di dunia. Sepertinya Tuhan punya tujuan lain dengan nggak meloloskan gue seleksi beasiswa. Seandainya gue lolos, gue nggak akan kelimpungan mencari pekerjaan part time dan tentu saja cerita tentang hari ini nggak akan pernah ada. Di detik ini, gue ingin bersujud untuk mensyukuri takdir.

"Kau punya work permitt, kan? Aku tidak mau mempekerjakan mahasiswa asing secara ilegal," ucap Bryan Byun menghempaskan lamunan gue.

Gue mengangguk cepat.

"Saya punya, Tuan Bryan," sahut gue sopan.

"Tidak usah terlalu formal. Ini bukan kantor."

"Maaf," ucap gue lagi sembari membungkukkan badan. "Jadi bagaimana aku harus memanggil Tuan?"

Secara normal, gue ingin memanggil dia dengan nama "Bryan" seperti biasanya. Ah, tapi mana mungkin gue seenak jidat menyebut nama majikan seperti itu? Gue harus bisa membedakan mana jam kerja dan mana jam fangirling.

"Panggil Bryan saja," jawab Bryan seraya membolak-balik daftar riwayat hidup yang gue lampirkan. Sedemikian hati-hatinya seorang Bryan Byun dalam merekrut asisten rumah tangga, sampai-sampai gue harus menulis curriculum vitae sedetail mungkin. Gue nggak terlalu heran, mengingat dia memang butuh orang yang sangat tepat untuk mengurus tempat tinggalnya.

"Baiklah, Tuan Bryan," angguk gue.

"Sudah kubilang jangan terlalu resmi," tukas Bryan melepaskan tatapannya dari CV gue. Mata jernihnya menatap gue baik-baik. "Oke, Aurora Titania. Kau diterima."

Seketika mata gue berbinar-binar.

"Oh my God! Thank you!" girang gue nyaris menjabat dan mencium tangan dia. Kemudian gue pun teringat kalau ini bukan di Indonesia. Maka seketika gue menarik kembali niat itu.

"Ada aturannya selama kau bekerja di sini," lanjut Bryan dengan wajah serius. "Pertama, aku tidak suka suasana terlalu resmi. Jadi jangan berbicara terlalu formal padaku. Kedua, aku tidak suka dipanggil Tuan. Aku bukan CEO atau pangeran."

Gue mengangguk takzim.

"Aku benar-benar boleh memanggilmu Bryan?" tanya gue memastikan.

"Silakan," angguk dia lalu tiba-tiba mengacungkan ketiga jarinya. "Tiga! Aku sudah mempersiapkan surat perjanjian kerja. Kau harus tandatangan dan tolong lupakan jiwa fangirl-mu di sini. Paham?"

Gue mengangguk serius.

"Tenang saja. Aku akan membayarmu di atas rata-rata," sambungnya lagi.

Demi apa pun, gue bahagia banget. Semua terdengar baik dan sempurna, kan???

🌻🌻🌻

[[AKAN TERBIT]]

®®®

Fangirl TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang