"Berengsek!" maki Seokjin saat berada di dalam lift, sampai-sampai asistennya, Karina Haris, terlonjak dan mundur setengah langkah.

"Aku harus ke Beijing lebih cepat," kata Seokjin tanpa melihat asistennya, pandangannya jatuh pada pintu lift. "Ubah jadwal penerbanganku di jam 8 malam ini."

"Mr. Kim, jam 7 anda sudah punya janji temu makan malam dengan Mr. Jeon." Karina mengingatkan, meneliti layar tablet yang dia pegang.

"Mr. Jeon—?" Seokjin menoleh sedikit pada Karina, nama dan janji yang disebutkan tidak berhasil menghapus mimik bingung di wajahnya yang keras.

"Putra presiden, beliau akan bergabung dalam donator klub berkuda—"

"Batalkan," sela Seokjin, singkat.

"Baik." Karina menghela napas pendek-pendek seraya merangkai alasan sopan untuk sang putra presiden, sementara denting lift yang terbuka terdengar di antara mereka.

"Selama aku berada di Beijing, dampingi Taehyung di Gwangju, aku tidak suka asistennya. Kau mengerti maksudku 'kan, Karina?"

"Ne ... algesseumnida (baik, saya mengerti) akan segera saya laporkan begitu menemukan hal yang janggal."

"Bagus, aku mengandalkanmu. Jika ada yang merepotkan kau bisa menghubungi Jimin, dia kembali ke Korea malam ini."

"Baik, Mr. Kim." Karina membungkuk sopan sewaktu Seokjin keluar dari lift, dia menekan angka 21, kembali ke ruang kerjanya.

Sementara Seokjin ke ruang rapat menemui jajaran direksi, untuk pembahasan lanjutan pengalihan pekerjaan direktur country wilayah China. Dia memutuskan mencopot jabatan Choi Yeon Jun dengan tidak hormat, setelah tidak berhasil menyelesaikan kebocoran keuangan dan anjloknya produksi pabrik mobil mereka di Beijing. Perusahaan mengalami kerugian puluhan juta dolar karena kelalaian Yeonjun mengendus koruptor perusahaan.

"Sita seluruh aset kekayaan Yeonjun untuk menebus kerugian, ajukan tuntutan hukuman mati untuk koruptor itu!"

"Mr. Kim, tapi—" sela Yoongi, tetapi kemudian wakil presdir itu seakan kelu, menelan saliva susah payah saat pandangan Seokjin tertuju penuh kepadanya.

"Kenapa?" sudut mata Seokjin yang lancip menukik tajam, pandangannya begitu gelap hingga meremangkan bulu-bulu di tengkuk Yoongi. "Bukankah China menggunakan hukuman mati untuk para koruptor?"

"Ya, bagi koruptor abdi negara mereka."

"Atur supaya mereka menjatuhkan hukuman itu." Nada suara Seokjin begitu dingin, tanpa ada cela untuk bisa dibantah. "Huening Kai warga negara China, bukan?" tukasnya, lalu beranjak dari kursi.

"Ne ... algesseumnida (baik, saya mengerti)," jawab Yoongi, sesaat sebelum Seokjin berlalu dari ruang rapat.

Kim Seok Jin, presiden direktur sekaligus penerus Hyunjin Grup itu, memang dikenal tidak pernah mau berkompromi dengan siapa saja yang menghianatinya, tanpa terkecuali. Salah satu pengusaha terkaya dan ditakuti oleh para kompetitor, majalah Forbes mencatat jumlah kekayaan Seokjin mencapai 12 miliar dollar. Di bawah kepemimpinannya Hyunjin Grup kini berkembang pesat menjadi perusahaan otomatif No.1 di Korea Selatan dan salah satu yang terbesar di dunia.

Tahun depan, pengalihan kekuasaan sebagai ketua grup dari sang ayah akan dilimpahkan kepada Seokjin. Dia menjadi satu-satunya kandidat yang dipercaya para komisaris, dari pada dua saudaranya yang lain.

Kelelahan menjalari Seokjin di sepanjang sisa harinya di kantor sampai perjalanan pulang, dia berencana bersantai sejenak sebelum bertolak ke China nanti malam. Udara musim gugur yang terasa terlalu dingin menerpa wajahnya ketika dia keluar dari mobil, buru-buru dia masuk ke dalam rumah dan menyeberangi ruang depan yang luas dan bersih.

Tuan Kim dan Sang PelacurOnde as histórias ganham vida. Descobre agora