Aurora - 16

68.4K 9.4K 2.8K
                                    

Seminggu berlalu sejak gue dan Bryan menyepakati perjanjian yang baru. Mulai sekarang gue harus belajar untuk menyingkirkan tembok pemisah berupa kesenjangan sosial dan ekonomi antara kami. Gue ini anak kampung yang kebetulan nggak terlalu dekil—gue membuktikan bahwa anak kampung nggak selalu dekil. Ayah gue PNS sekaligus petani. Ibu gue wiraswasta. Buka usaha catering kecil-kecilan. Sedangkan Bryan? Sangat jelas dia itu siapa. Sejujurnya hati gue perih juga mengingat strata sosial kami yang jauh berbeda.

Deringan ponsel mengakhiri lamunan gue. Gue segera mengangkat panggilan dari Bryan. "Ya? Kenapa?"

"Kau ada kuliah?" tanya Bryan.

"Baru saja selesai. Aku sedang berjalan ke halte. Ada apa?" selidik gue heran.

"Ah, itu.... Bisa ke apartemen Sean sekarang? Aku akan tulis alamatnya."

Alis gue bertaut. "Bisa. Ada apa?"

"Sean mendadak sakit. Aku dan Loey sedang di gedung agensi. Ada urusan penting. Kau bisa menjaganya?"

"Oh, baiklah."

"Setop saja taksi. Uangmu masih kan? Nanti aku ganti," kata Bryan.

"Iya. Kirim saja alamatnya."

"Oke. Aku kirim lewat chat."

"Baiklah. Aku matikan teleponnya," ucap gue.

"Eh, tunggu!" Bryan menahan gue.

"Kenapa?" tanya gue mengerutkan dahi.

"Hehehe...." Dia malah terkekeh dari seberang sana.

"Kenapa???" desak gue makin penasaran.

"I love you."

Tuuuuuuttttttt.... Panggilannya mendadak berakhir.

Gue bengong. Apa itu barusan??? Kenapa pipi gue jadi merah gini???

🍃🍃🍃

Gue menekan bel apartemen Sean. Cowok berdada bidang dan berhidung tinggi mancung itu pun muncul di hadapan gue dengan wajah lesu dan memerah karena efek demam.

"Au-ya?" Sean terlihat heran dengan kedatangan gue.

"Bryan memintaku ke sini. Jadi aku datang untuk menjagamu," jelas gue.

"Oh.... Masuk," ucap Sean lesu yang membuat naluri keibuan gue muncul. Gue pun mengikuti langkah Sean. Cowok itu masuk ke kamar yang membuat langkah gue terhenti. Gue nggak mau lancang memasuki kamar dia.

"Sudah makan?" tanya gue dari pintu kamar yang masih terbuka.

"Sudah," jawab dia singkat.

"Makan apa tadi?" selidik gue.

"Roti selai kacang," sahut dia lemas.

Gue menarik napas panjang-panjang. Gue nggak meremehkan roti. Tapi di kondisi Sean yang seperti ini, makanan hangatlah yang dia butuhkan. Susah juga ya jadi bujangan yang lagi sakit.

"Aku buatkan sup, ya?" tawar gue.

"Tidak usah repot-repot," tolak Sean sambil menarik selimutnya.

"Bryan memintaku ke sini untuk merawatmu. Jadi aku harus memastikan kau akan baik-baik saja. Sudah minum obat?" cerocos gue. Kebawelan ini pun keluar.

Sean menggeleng.

"Astagaaa.... Bagaimana kau mau sembuh kalau seperti ini?!" Suara gue meninggi. Gue khawatir. Sebentar lagi kan comeback. Sean harus cepat pulih.

Sean membisu. Dia betul-betul lemas yang membuat gue semakin khawatir. Gue pun memberanikan diri masuk ke kamarnya. Gue meletakkan tas di dekat nakas. Tangan gue terulur dan menempel di kening dia.

"Panas sekali!" seru gue dengan mata melotot. "Kita ke dokter, ya?"

Sean menggeleng. "Aku takut disuntik."

Gue menghela napas. "Ya sudah. Aku kompres saja."

Sean mengangguk. Gue segera meluncur ke dapur. Gue mengecek isi kulkas sebelum akhirnya mempersiapkan bahan untuk mengompres jidatnya Sean. Jidat oh jidat.... Demam pun masih sangat kinclong dan menggoda.

Gue kembali ke kamar dengan baskom dan kain. Sebenarnya gue nggak menemukan kain, handuk kecil, atau sejenisnya untuk mengompres. Gue hanya menemukan sehelai kolor berwarna merah jambu. Itu pun gue temukan di tumpukan pakaian dia yang di laundry. Gue pakai ini nggak dosa kan ya???

 Gue pakai ini nggak dosa kan ya???

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Niat gue kan baik. Lagipula itu kan punya Sean juga. Gue rasa, dia nggak akan keberatan. Gue pun mulai memeras kolor itu dan menempelkannya di kening Sean. Dia nggak protes dan malah senyum-senyum.

"Kenapa pakai ini, Au?"

Akhirnya pertanyaan yang nggak gue harapkan itu muncul juga. Seketika wajah gue memerah.

"Aku hanya menemukan itu. Tidak apa-apa, kan? Yang penting bisa buat mengompres."

"Tidak apa." Sean hanya tersenyum simpul. "Anyway, Bryan beruntung bisa punya asisten sepertimu."

Gue tertawa kecil sambil menahan malu. Dipuji Sean seperti ini membuat gue tersipu malu. Siapa sih yang nggak suka dipuji sama idol sendiri???

"Mau bubur atau sup?" tawar gue untuk kedua kalinya.

"Sup."

Gue menarik selimut dan merapikan posisinya untuk menutupi badan Sean. Dia hanya memandang gue sambil memegang kain yang tadi gue tempelkan di keningnya.

"Tunggu, ya. Kalau ada apa-apa, panggil aku. Aku ke dapur dulu," ucap gue yang disambut anggukan Sean.

Gue meninggalkan Sean sendirian. Gue harus membuatkan sup krim jagung buat dia. Nggak butuh waktu lama buat gue untuk membuat sup simpel itu. Sebelum mengantarkan makanan, gue mengecek persediaan obat di kotak first aid. Ternyata ada paracetamol. Jadi gue nggak perlu ke drug store. Saat gue kembali ke kamar, Sean terlihat memeras kain itu dan menempelkannya lagi ke keningnya sendiri. Kok gue jadi sedih ya melihat dia?

"Maaf. Lama, ya?" ucap gue nggak enak.

Sean memaksakan diri duduk bersandar. "Tidak apa-apa."

Gue meletakkan nampan di nakas. Gue pun duduk di tepi ranjang dengan semangkok sup di tangan. Gue menyodorkan mangkok itu ke dia. Tapi dia menggeleng.

"Aku mau disuap."

Gue mengerjap. Masih agak nggak percaya kalau seorang Sean yang berdada bidang, berhidung besar, dan berperawakan manly minta disuap. Se-manly-nya cowok ini, ternyata dia masih punya sisi manja yang menggemaskan.

"Au...." Sean merajuk.

"Iya. Aku suap," sahut gue tersenyum. "Habiskan ya biar cepat sembuh."

"Kalau aku sembuh, kau mau berjanji padaku tidak?" tanya Sean polos.

"Janji?" Alis gue bertaut. Gue menyodorkan sesendok sup. "Buka mulutmu."

Sean menggeleng. "Berjanji dulu padaku."

"Janji apa?" Gue kembali bingung. Tangan gue menggantung karena Sean menolak suapan pertama.

Mata dia mendadak berbinar.

"Kalau aku sembuh, temani aku main diEverland. Janji???"

-Bersambung

Fangirl TaleWhere stories live. Discover now