Bagian 16

478 9 1
                                    

Haruskah berkata tak peduli saat kekecewaan menguar hebat? Haruskah memutuskan berucap 'Selamat tinggal' saat kekecewaan menguar hebat? Atau akan terus menjadi keset yang selalu 'WELCOME' walaupun selalu diinjak-injak? Huh! Mungkin terlalu berlebihan jika mengatakan kalau dirinya diinjak-injak. Ya. Terlalu berlebihan. Terserah jika ingin mengatakan egois dan tak mau tahu alasan sebenarnya. Tapi semua itu berakhir tragis saat terucap 'Ku tak sanggup sayangku' dan akhirnya muncullah kata 'Terserah'.

"Maaf kalau gue memilih emosi," gumam Rio.

***

Tanpa alasan yang jelas dan selalu mengatakan 'No comment'. Itulah yang Ify dan Iel lakukan. Mengikrarkan jika hubungan mereka itu telah berakhir secara tiba-tiba tentu saja membuat sahabat-sahabatnya ternganga tak percaya. Baru 2 hari berjalan dan berakhir begitu saja? Oh God! Apa mereka layak dibilang pelajar kelas 2 SMA jika menyikapi cinta pun sepertinya lebih dewasa dari pelajar SMP?

Ya. Tentu saja pemikiran itu akan muncul kalau tak tau apa yang terjadi sebenarnya. Kalau tak tau jika kisah cinta ini hanyalah sandiwara.

"Lah kalian baru aja jadian 2 hari yang lalu? Itu pun malem!" Cakka geleng-geleng tak percaya.

"Lo salah kalo ngatain anak SMP anak labil! Lo sendiri jauh lebih labil!" sahut Agni sambil melipat tangannya di dada dengan mata yang menatap sinis kedua tersangka.

"Nggak tau lagi deh mau ngomong apa," ujar Via.

"Sama!" kompak Shilla dan Alvin.

"Huh," setelah lama diam akhirnya muncul juga tanda pergerakan dari Ify. Setidaknya hal itu mematahkan pendapat kalau Ify mati kutu. "Jangan minta klarifikasi sama gue. Iel tuh!" Ify melirik Iel sinis. "Dia yang mutusin gue!" lanjutnya jutek. Iel sontak menoleh cepat ke arah Ify yang duduk di sebelahnya.

"Kok gue?" tanyanya tak santai.

"Emang lo kan yang mutusin gue?" jawab Ify seenaknya.

'Ni bocah bener-bener ya? Pinter banget aktingnya,' batin Iel kesal. Entahlah apa yang Iel maksud dengan akting. "No comment!" jawab Iel tegas lantas berdiri dan memilih untuk kembali ke kelasnya.

"Berasa artis aja lo no comment mulu jawabnya," sindir Cakka. Kini semuanya menatap Ify.

"Apa?" tanya Ify cuek. "Udah tau kan jaw..."

"NO COMMENT!" Belum selesai Ify bicara, sudah langsung dipotong oleh Shilla, Via, Agni, Cakka, dan Alvin.

Ify hanya mengangguk senang sambil mengangkat jempol. "Bagus," cengirnya. Kenapa tak terdengar suara Rio? Karena entah mengapa cowok itu menghilang begitu bunyi bel istirahat terdengar.

***

Ify bersenandung kecil saat dirinya sedang berjalan di koridor sekolah. Tujuannya saat ini adalah perpustakaan. Entah mengapa ada rasa lega saat Iel memutuskan untuk menyudahi sandiwara ini. "Eh kamu Fy? Belakangan ini kamu jarang ke perpus, kenapa?" tanya petugas perpus begitu melihat Ify masuk.

Ify tersenyum lantas sedikit mendekat ke meja si penjaga perpus. "Iya nih Bu. Lagi terjangkit virus males. Hehe" cengirnya. Ibu penjaga perpus hanya geleng-geleng. "Ya udah Bu. Saya mau cari novel dulu. Mumpung minggu ini free dari ulangan hehe," Ify mulai melangkah ke arah rak yang memajang novel-novel koleksi sekolah.

Langkah riang itu terhenti begitu melihat sosok cowok yang tentu saja sangat dikenalnya. Rio.

'Rio?' batin Ify. Terlihat Rio yang tengah serius membaca sebuah novel yang sebenarnya juga termasuk dalam novel favorit Ify. Hujan & Teduh. Rio duduk di bangku paling ujung dengan earphone yang menjuntai di telinganya.

Satu Wajah Berjuta IngatanWhere stories live. Discover now