Bagian 9

454 11 0
                                    

Agni dan Via hanya bisa saling pandang dengan tingkah ke dua sahabat mereka yaitu Ify dan Shilla. Dua gadis cantik yang terkenal heboh namun berubah menjadi pendiam setelah berakhirnya istirahat ke dua. "Kalian kenapa sih?" tanya Agni langsung. Ify dan Shilla sama-sama mendongak dengan wajah malas.

"Nggak enak badan," kompak Ify dan Shilla.

"Barengan?" tanya Via tak percaya.

"Kebetulan kali," Ify memakai tas punggungnya lantas berdiri. "Gue duluan ya? Badan gue bener-bener nggak enak nih," pamit Ify lantas keluar kelas dengan wajah lesu.

"Gue juga," Shilla ikut-ikutan.

Via dan Agni saling pandang begitu Ify dan Shilla meninggalkan kelas."Gue rasa ada yang nggak beres," Via mengangguk setuju dengan pendapat Agni.

"Kira-kira kenapa ya? Perasaan tadi baik-baik aja deh. Apa mereka...." belum selesai Via bicara, Agni sudah memotong.

"Mereka nggak mungkin berantem."

"Gue rasa juga gitu. Terus mereka kenapa dong?" Via sedikit frustasi.

"Kita tunggu sampai mereka mau cerita. Jangan dipaksa," Via kembali mengangguk setuju.

***

Ify termenung di ranjangnya dengan tatapan kosong. Sebuah kenyataan yang entah mengapa bisa membuat gadis ini berubah diam. Walaupun sebenarnya gadis ini belum mengetahui alasan mengapa ia menjadi seperti ini. Tiba-tiba Deva membuka pintu kamar Ify.

"Kak, makan dulu gih. Daritadi lo belum makan kan?" tutur Deva lembut. Ia tahu pasti kakaknya ini tengah memikirkan sesuatu. Merasa Ify tak mendengar ucapannya, Deva pun memilih untuk menghampiri sang Kakak. "Lo kenapa sih?" tanyanya sedih.

"Hah? Emang gue kenapa?" Ify balik tanya. Mencoba untuk menyembunyikan masalahnya.

"Yang lebih tau itu lo. Kenapa nanya ke gue?" Deva sedikit kesal.

"Gue nggak papa kok. Alay deh lo," Ify berusaha tersenyum. Deva hanya mendengus.

"Ya udahlah terserah lo," Deva berdiri. "Sekarang lo makan sana. Badan udah kurus gitu sok-sokan diet," hibur Deva. Deva pun berjalan ke arah pintu kamar Ify berniat untuk keluar, namun berhenti sebelum menutup kembali pintu kamar Ify.

"Kalo lo belum bisa cerita, jangan tunjukin kesedihan lo di depan orang-orang," Deva kembali menutup pintu.

Sebenarnya Ify menyadari kecemasan Deva padanya. Namun, ia ingin sendiri untuk saat ini. 'Sorry Dev. Seperti yang gue bilang kemaren. Teh pahit bukanlah minuman yang enak untuk dibagi-bagi,' batin Ify.

Ucapan Shilla yang secara tidak sengaja ia dengar tadi masih setia menari-menari di otaknya. Kenapa ia harus berubah diam seperti ini? Kenapa ada rasa tak rela yang muncul? Dan...dan...dan kenapa hati Ify seperti diremas saat mendengar itu?

'Apa gue harus ngejauhin Rio?' batinnya bertanya. 'Seenggaknya gue nggak seakrab dulu sama Rio. Gue yakin, Shilla pasti sakit banget ngeliat gue sama Rio deket. Dan gue nggak mau persahabatan gue sama Shilla rusak. Iya. Gue harus sedikit menjauh dari Rio,' batin Ify mantap.

"Seenggaknya kalo Rio sama Shilla, ada salah satu dari mereka yang menyimpan cinta. Dan gue rasa nggak sulit untuk Rio nerima Shilla. Sedangkan kalo gue sama Rio, gue sendiri nggak tau perasaan apa yang gue punya buat dia. Dan Rio juga nggak pernah bilang kalo dia suka sama gue," Ify terus memantapkan diri walaupun dalam hati kecilnya, keraguan itu ada.

Satu Wajah Berjuta IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang