"There is difference between someone telling you they love you and them actually loving you."
***
Papa kamu terkena serangan jantung.
Pernyataan yang sepuluh menit lalu Dokter sampaikan kepada Aura terus saja terngiang di kepalanya. Rasanya sulit sekali baginya untuk menepis satu kalimat itu dari pikirannya.
"Makan, Ra." Vino menyodorkan satu piring berisi nasi goreng ke hadapan Aura untuk yang ke tiga kalinya. "Gausah diabisin deh. Yang penting makan aja."
"Gak laper," Ucap Aura sambil terus memandang suasana kantin rumah sakit dengan tatapan kosong.
"Kasian itu perut lo. Isi dulu kek beberapa suap," kini Zaro yang meminta.
"Apaansih lo," Ketus Vino sambil menatap Zaro sinis. "Ikut-ikutan ngomong aje. Emang lo siapanya Aura?"
Zaro menghela napasnya. "Gue pikir setelah pertengkaran kita empat tahun yang lalu, lo bakal belajar dan memperbaiki diri. Tapi ternyata gue salah. Lo masih aja jadi Vino yang egois dan keras kepala."
"Maksud lo apa ngata-ngatain gue di depan Aura?" Ucapan Vino kini agak meninggi. "Mau keliatan lebih oke lo? Cih."
"Lo udah gede, Vin. Berubah kek," ucap Zaro kesal akan ulah Vino yang agak kekanak-kanakan. Penampilan boleh dewasa, tapi sifat Vino masih jauh dari kata dewasa.
Vino mendengus. "Berubah? Lo kata gue power ranger."
"Aduh berisik!" Aura mengacak rambutnya frustasi. "Mending lo berdua baikan. Sebel gue ngeliatnya."
"Ogah."
"Emang keras kepala dia, Ra." Ucap Zaro. "Udahlah, Ra biarin aja. Gak usah dipaksa. Padahal, gue udah jaga banget hubungan persahabatan gue sama dia. Eh malah sengaja dia rusak cuman karena cewek. Gak banget." Sindir Zaro.
"Anjing, pake nyindir-nyindir segala," Vino menatap Zaro sinis. Ia pun beralih menatap Aura serius. "Mending sekarang gue tanya sama lo Ra, Lo pilih siapa. Gue atau Zaro."
Tubuh Aura diam mematung. Pertanyaannya tidak sulit, karena ia sudah pasti dapat menjawabnya dengan mudah. Tapi kenapa rasanya begitu sulit untuk mengungkapkannya?
Aura menghirup napasnya sedalam mungkin sebelum berbicara. "Gue pilih kak--"
"Udah gak usah pilih-pilih," potong Zaro cepat. "Kalian lanjutin aja hubungan kalian. Gue udah sama Shafa."
--Bintang. Lanjut Aura dalam hati.
Aura lalu menghirup napasnya lagi dengan dalam, dan menatap Zaro dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Serius lo udah sama Shafa? Kapan?" Kata Aura lebih seperti cicitan. Mungkin kalau ia tidak tahan, air matanya sudah mengalir dengan sempurna mengenai kedua pipinya itu.
"Tadi siang. Baru aja," ucap Zaro bohong. Ia tidak berani menatap mata Aura. Entahlah, sudah ke berapa kalinya ia melakukan kesalahan. Yang jelas Zaro hanya ingin mempertahankan pertemanannya dengan Vino. Karena Vino adalah teman pertamanya di dunia yang penuh teka-teki ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
Teen Fiction"Semua hal yang berhubungan sama lo bakal gue simpan di kotak ini. Karena, hidup ga akan selalu tentang gue dan lo. Tapi juga kenangan." -A.B.Z "Gue ngerasa kalo lo itu kaya hot chocolate di hidup gue. Karena lo bisa ngerubah hidup gue yang dingin i...